Jakarta (Antara Bali) - Kasus pengerahan Babinsa untuk memenangkan
pasangan Prabowo-Hatta masih menyisakan tanda tanya lantaran keterangan
Panglima TNI Jenderal Moeldoko dan KSAD Jenderal Budiman saling bertolak
belakang.
Oleh karena itu tim hukum Kampanye Nasional Jokowi-JK menilai ada skenario besar dalam kasus tersebut.
Anggota tim hukum kampanye nasional Jokowi-JK, Firman Jaya Daeli, di Jakarta, Minggu, meyakini ada sekenario besar pengerahan anggota Babinsa untuk memenangkan pasangan Prabowo-Hatta.
"Karena itu saya percaya dengan apa yang disampaikan KSAD Jenderal Budiman, karena dia patuh pada UU No 34/2004 tentang TNI dan UU Pemilu Presiden bahwa TNI harus netral," katanya.
Ia berpendapat wajar saja jika masyarakat menaruh kecurigaan bahwa tindakan Babinsa mendata warga dan mengarahkan warga untuk memilih pasangan Prabowo-Hatta, ada yang merencanakan dan mengorganisasikan secara sistematis.
Menyusul kasus tersebut, KSAD Jenderal Budiman mengakui ada anggota Babinsa yang terlibat dalam kasus tersebut dan telah diberhentikan, namun Panglima TNI Jenderal Moeldoko membantah Babinsa melakukan pengerahan untuk kemenangan Prabowo-Hatta.
Menurut Firman, KSAD pasti mengetahui sepak terjang anak buahnya, sebab dalam Pasal 16 UU No 34/2004, tugas KSAD adalah membina kekuatan dan kesiapan operasional Angkatan. Dengan demikian jika ada penyimpangan, KSAD langsung bertindak. Sementara Pasal 15 UU No 34/2004, tugas Panglima TNI adalah menggunakan kekuatan TNI bagi kepentingan operasi militer, karenanya KSAD tidak mungkin mengerahkan Babinsa untuk tujuan nonmiliter.
Firman mengingatkan berdasarkan UU Pertahanan Negara, UU TNI, dan juga UU Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, maka anggota TNI harus netral terhadap parpol mana pun, tidak boleh berpihak dalam bentuk dan jenis apa pun, dan dilarang berpolitik praktis.
"Makanya anggota TNI tidak dapat memilih dan dipilih. Bahkan sama sekali anggota TNI termasuk Babinsa tak memiliki tugas dan kewenangan apa pun untuk menanyakan, mempengaruhi, mengatur, menentukan pilihan rakyat terhadap pasangan capres," katanya.
Firman menduga tindakan pelanggaran serupa kemungkinan besar dan mungkin sudah/sedang terjadi secara sistematis, terstruktur, dan masif di banyak wilayah di Indonesia, tidak di Jakarta saja.
"Kami meminta institusi TNI dan jajarannya segera menindak tegas anggotanya yang jelas-jelas menyimpang dari tugas pokoknya," katanya.
Ia juga meminta agar institusi intelijen jangan membiarkan pelanggaran ini terjadi dan berkembang karena amat potensial mengganggu situasi kondisi keamanan.
Dia juga meminta agar Komisi I DPR-RI mengingatkan Pimpinan TNI dan segera memanggilnya dalam rapat khusus di Komisi I. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
Oleh karena itu tim hukum Kampanye Nasional Jokowi-JK menilai ada skenario besar dalam kasus tersebut.
Anggota tim hukum kampanye nasional Jokowi-JK, Firman Jaya Daeli, di Jakarta, Minggu, meyakini ada sekenario besar pengerahan anggota Babinsa untuk memenangkan pasangan Prabowo-Hatta.
"Karena itu saya percaya dengan apa yang disampaikan KSAD Jenderal Budiman, karena dia patuh pada UU No 34/2004 tentang TNI dan UU Pemilu Presiden bahwa TNI harus netral," katanya.
Ia berpendapat wajar saja jika masyarakat menaruh kecurigaan bahwa tindakan Babinsa mendata warga dan mengarahkan warga untuk memilih pasangan Prabowo-Hatta, ada yang merencanakan dan mengorganisasikan secara sistematis.
Menyusul kasus tersebut, KSAD Jenderal Budiman mengakui ada anggota Babinsa yang terlibat dalam kasus tersebut dan telah diberhentikan, namun Panglima TNI Jenderal Moeldoko membantah Babinsa melakukan pengerahan untuk kemenangan Prabowo-Hatta.
Menurut Firman, KSAD pasti mengetahui sepak terjang anak buahnya, sebab dalam Pasal 16 UU No 34/2004, tugas KSAD adalah membina kekuatan dan kesiapan operasional Angkatan. Dengan demikian jika ada penyimpangan, KSAD langsung bertindak. Sementara Pasal 15 UU No 34/2004, tugas Panglima TNI adalah menggunakan kekuatan TNI bagi kepentingan operasi militer, karenanya KSAD tidak mungkin mengerahkan Babinsa untuk tujuan nonmiliter.
Firman mengingatkan berdasarkan UU Pertahanan Negara, UU TNI, dan juga UU Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, maka anggota TNI harus netral terhadap parpol mana pun, tidak boleh berpihak dalam bentuk dan jenis apa pun, dan dilarang berpolitik praktis.
"Makanya anggota TNI tidak dapat memilih dan dipilih. Bahkan sama sekali anggota TNI termasuk Babinsa tak memiliki tugas dan kewenangan apa pun untuk menanyakan, mempengaruhi, mengatur, menentukan pilihan rakyat terhadap pasangan capres," katanya.
Firman menduga tindakan pelanggaran serupa kemungkinan besar dan mungkin sudah/sedang terjadi secara sistematis, terstruktur, dan masif di banyak wilayah di Indonesia, tidak di Jakarta saja.
"Kami meminta institusi TNI dan jajarannya segera menindak tegas anggotanya yang jelas-jelas menyimpang dari tugas pokoknya," katanya.
Ia juga meminta agar institusi intelijen jangan membiarkan pelanggaran ini terjadi dan berkembang karena amat potensial mengganggu situasi kondisi keamanan.
Dia juga meminta agar Komisi I DPR-RI mengingatkan Pimpinan TNI dan segera memanggilnya dalam rapat khusus di Komisi I. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014