Jakarta (Antara Bali) - Badan Bantuan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID)
menilai kualitas pendidikan --khususnya STEM (sains, teknologi, teknik
dan matematika)-- akan makin meningkat jika pemerintah memberi ruang
lebih lapang kepada pihak swasta untuk berperan dalam proses pemajuan
pendidikan.
"Itu yang kami lakukan di Amerika Serikat," kata Acting Assistant Administrator Asia Bureau USAID Denise A. Rollins kepada ANTARA News di sela diskusi mengenai pembelajaran inovatif dan kreatif sains di Bogor, Senin.
Rollins menilai sukses kemitraan pemerintah dan swasta di negerinya bisa diterapkan pula di banyak negara, termasuk Indonesia.
USAID sendiri, kata Rollins, memiliki komitmen besar dan menjadi mitra pemerintah Indonesia dan pihak-pihak berkepentingan lain di negeri ini dalam turut memajukan sistem pendidikan di Indonesia.
Menurut dia, pembangunan sistem pendidikan adalah investasi jangka panjang yang mahal dan pemerintah tidak akan bisa sendirian memikulnya karena memiliki banyak keterbatasan.
"Kita mesti melibatkan banyak pihak yang berkepentingan untuk memajukan kualitas pendidikan. Kita tahu pemerintah menghadapi banyak keterbatasan dan dari sini swasta bisa berperan banyak," kata Rollins.
Rollins lalu menunjuk contoh kolaborasi lembaganya dengan raksasa piranti lunak komputer Intel Corporation dalam memanfaatkan teknologi untuk pembangunan ekonomi dan sosial di seluruh dunia, salah satunya dengan mengembangkan pola pengajaran sains yang inovatif.
Kemitraan dengan Intel pula yang salah satunya dikenalkan kepada Indonesia, khususnya dalam ikut menyebarkan benih sains dan memupuk ilmuwan muda Indonesia lewat sistem pembelajaran sains yang inovatif dan menarik sehingga generasi muda tertarik mendalami sains, teknologi, teknik dan matematika (STEM).
Bagi Rollins dan USAID, kualitas pengajaran STEM menempati posisi amat penting, terutama dalam kaitannya dengan kemampuan bangsa dalam menjawab tantangan-tantangan masa kini dan mendatang yang saat ini umumnya berpusat pada STEM.
"Di sini kami menemukan cara yang menarik dan lebih efisien untuk menciptakan inovasi baru yang akan menjadi kekuatan baru dalam menghadapi tantangan-tantangan amat penting bangsa di masa kini dan mendatang," kata Rollins.
Kemitraan USAID - Intel dalam turut mengenalkan sistem pembelajaran STEM yang inovatif di sekolah-sekolah Indonesia, sambung Rollins, salah satunya dengan mempromosikan haluan pengajaran STEM yang inovatif.
Jika memiliki sistem pendidikan STEM yang kuat, maka Indonesia akan memiliki kompetensi dalam menjawab tantangan-tantangan ekonomi, energi, kesehatan, perlindungan lingkungan, hingga keamanan nasional, sambung Rollins.
Namun, mengutip laporan Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) tentang derajat penilaian siswa internasional (PISA), kinerja siswa Indonesia dalam bidang sains dan matematika berada pada posisi 64 dari 65 negara yang disurvei pada 2013.
Sejumlah laporan juga menunjukkan siswa Indonesia tak hanya kurang berkemampuan dalam bidang STEM, namun juga memiliki minat yang rendah dalam mempelajari STEM.
Untuk itulah, bekerjasama dengan berbagai pihak, termasuk Intel Indonesia dan Universitas Siswa Bangsa Indonesia, USAID berusaha andil dalam meningkatkan pendidikan STEM di Indonesia melalui inisiatif SMART Lab yang diharapkan menginspirasi baik guru maupun siswa.
Ini adalah laboratorium STEM berdana hibah 1,5 juta dolar AS dengan menjadikan empat SMA di Indonesia sebagai model dan basis jaringan sekolah mitra lebih luas lagi untuk meningkatkan program STEM di Indonesia.
SMART Lab sendiri adalah media dari salah satu bagian dari tiga sasaran besar yang ingin dicapai Universitas Siswa Bangsa Indonesia, Intel Indonesia, New York Hall of Science dan Universitas Tufts di AS, dalam meningkatkan pendidikan STEM di Indonesia sehingga menjaring anak-anak Indonesia secara lebih luas untuk tertarik mempelajari STEM.
Ketiga sasaran itu adalah meningkatkan kapasitas sekolah model pembelajaran STEM yang inovatif, memperkuat keterlibatan masyarakat, dan menciptakan jejaring sekolah dan para guru STEM untuk berkolaborasi dan bertukar pengetahuan, demikian laporan USAID.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Itu yang kami lakukan di Amerika Serikat," kata Acting Assistant Administrator Asia Bureau USAID Denise A. Rollins kepada ANTARA News di sela diskusi mengenai pembelajaran inovatif dan kreatif sains di Bogor, Senin.
Rollins menilai sukses kemitraan pemerintah dan swasta di negerinya bisa diterapkan pula di banyak negara, termasuk Indonesia.
USAID sendiri, kata Rollins, memiliki komitmen besar dan menjadi mitra pemerintah Indonesia dan pihak-pihak berkepentingan lain di negeri ini dalam turut memajukan sistem pendidikan di Indonesia.
Menurut dia, pembangunan sistem pendidikan adalah investasi jangka panjang yang mahal dan pemerintah tidak akan bisa sendirian memikulnya karena memiliki banyak keterbatasan.
"Kita mesti melibatkan banyak pihak yang berkepentingan untuk memajukan kualitas pendidikan. Kita tahu pemerintah menghadapi banyak keterbatasan dan dari sini swasta bisa berperan banyak," kata Rollins.
Rollins lalu menunjuk contoh kolaborasi lembaganya dengan raksasa piranti lunak komputer Intel Corporation dalam memanfaatkan teknologi untuk pembangunan ekonomi dan sosial di seluruh dunia, salah satunya dengan mengembangkan pola pengajaran sains yang inovatif.
Kemitraan dengan Intel pula yang salah satunya dikenalkan kepada Indonesia, khususnya dalam ikut menyebarkan benih sains dan memupuk ilmuwan muda Indonesia lewat sistem pembelajaran sains yang inovatif dan menarik sehingga generasi muda tertarik mendalami sains, teknologi, teknik dan matematika (STEM).
Bagi Rollins dan USAID, kualitas pengajaran STEM menempati posisi amat penting, terutama dalam kaitannya dengan kemampuan bangsa dalam menjawab tantangan-tantangan masa kini dan mendatang yang saat ini umumnya berpusat pada STEM.
"Di sini kami menemukan cara yang menarik dan lebih efisien untuk menciptakan inovasi baru yang akan menjadi kekuatan baru dalam menghadapi tantangan-tantangan amat penting bangsa di masa kini dan mendatang," kata Rollins.
Kemitraan USAID - Intel dalam turut mengenalkan sistem pembelajaran STEM yang inovatif di sekolah-sekolah Indonesia, sambung Rollins, salah satunya dengan mempromosikan haluan pengajaran STEM yang inovatif.
Jika memiliki sistem pendidikan STEM yang kuat, maka Indonesia akan memiliki kompetensi dalam menjawab tantangan-tantangan ekonomi, energi, kesehatan, perlindungan lingkungan, hingga keamanan nasional, sambung Rollins.
Namun, mengutip laporan Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) tentang derajat penilaian siswa internasional (PISA), kinerja siswa Indonesia dalam bidang sains dan matematika berada pada posisi 64 dari 65 negara yang disurvei pada 2013.
Sejumlah laporan juga menunjukkan siswa Indonesia tak hanya kurang berkemampuan dalam bidang STEM, namun juga memiliki minat yang rendah dalam mempelajari STEM.
Untuk itulah, bekerjasama dengan berbagai pihak, termasuk Intel Indonesia dan Universitas Siswa Bangsa Indonesia, USAID berusaha andil dalam meningkatkan pendidikan STEM di Indonesia melalui inisiatif SMART Lab yang diharapkan menginspirasi baik guru maupun siswa.
Ini adalah laboratorium STEM berdana hibah 1,5 juta dolar AS dengan menjadikan empat SMA di Indonesia sebagai model dan basis jaringan sekolah mitra lebih luas lagi untuk meningkatkan program STEM di Indonesia.
SMART Lab sendiri adalah media dari salah satu bagian dari tiga sasaran besar yang ingin dicapai Universitas Siswa Bangsa Indonesia, Intel Indonesia, New York Hall of Science dan Universitas Tufts di AS, dalam meningkatkan pendidikan STEM di Indonesia sehingga menjaring anak-anak Indonesia secara lebih luas untuk tertarik mempelajari STEM.
Ketiga sasaran itu adalah meningkatkan kapasitas sekolah model pembelajaran STEM yang inovatif, memperkuat keterlibatan masyarakat, dan menciptakan jejaring sekolah dan para guru STEM untuk berkolaborasi dan bertukar pengetahuan, demikian laporan USAID.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014