Jakarta (Antara Bali) - Kementerian Perumahan Rakyat memfokuskan penyaluran kredit
pemilikan rumah (KPR) bersubsidi untuk rumah susun guna mengatasi
masalah keterbatasan lahan akibat pertumbuhan hunian sementara kebutuhan
rumah semakin banyak.
"Kami akan fokuskan penyaluran KPR FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) di Rusun. Kalau bangun rumah tapak terus menerus, akan menggerus lahan produktif yang ada saat ini," kata Deputi Bidang Pembiayaan Kemenpera Sri Hartoyo dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Ahad.
Untuk itu, menurut Sri Hartoyo, Kemenpera ke depannya akan memfokuskan penyaluran bantuan subsidi KPR FLPP untuk Rumah Susun.
Ia memaparkan, Kelompok sasaran untuk KPR Sejahtera susun adalah masyarakat berpenghasilan rendah dengan penghasilan tetap maupun tidak tetap paling banyak Rp7 juta.
Sedangkan harga Rusun memiliki batasan harga yang berbeda di setiap provinsi. Batasan harga Rusun paling rendah berada di wilayah Provinsi Sulawesi Tengah Rp6,9 juta per meter persegi dan paling tinggi adalah di Provinsi Papua yaitu Rp15 juta per meter persegi.
Sebagaimana diketahui, Kemenpera bekerjasama dengan bank mengadakan program FLPP untuk menyediakan subsidi perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dengan suku bunga fixed 7.25% dengan jangka waktu paling lama 20 tahun.
Dengan skema KPR FLPP ini, lanjutnya, lebih banyak bantuan yang dapat disalurkan, karena dana dari pemerintah yang digabungkan dengan dana dari bank terus bergulir.
Sebelumnya, Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz mengatakan, pembangunan rumah susun merupakan solusi yang efektif bagi penyediaan rumah sebagai tempat tinggal bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
"Penduduk setiap tahun bertumbuh, tetapi tanah tidak tumbuh. Jalan keluar yang terbaik adalah rumah susun," kata Djan Faridz dalam diskusi yang digelar Forum Wartawan Perumahan Rakyat (Forwapera) yang digelar di kantor Kemenpera, Jakarta, Selasa (13/5).
Menurut Menpera, pembangunan rumah susun merupakan solusi yang efektif apalagi mengingat kebutuhan rumah diperkirakan bertambah hingga sebesar 1 juta unit per tahun.
Sebagaimana diketahui, Kementerian Perumahan Rakyat telah mengeluarkan kebijakan agar pada tahun 2015 tidak ada lagi fasilitas rumah bersubsidi untuk rumah tapak.
Djan memaparkan, bila MBR lebih banyak yang tinggal di rumah tapak di pinggiran kota, maka akan menambah banyak permasalahan seperti kemacetan hingga sarana dan prasarana yang harus dibangun pemerintah guna mengangkut mereka. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Kami akan fokuskan penyaluran KPR FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) di Rusun. Kalau bangun rumah tapak terus menerus, akan menggerus lahan produktif yang ada saat ini," kata Deputi Bidang Pembiayaan Kemenpera Sri Hartoyo dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Ahad.
Untuk itu, menurut Sri Hartoyo, Kemenpera ke depannya akan memfokuskan penyaluran bantuan subsidi KPR FLPP untuk Rumah Susun.
Ia memaparkan, Kelompok sasaran untuk KPR Sejahtera susun adalah masyarakat berpenghasilan rendah dengan penghasilan tetap maupun tidak tetap paling banyak Rp7 juta.
Sedangkan harga Rusun memiliki batasan harga yang berbeda di setiap provinsi. Batasan harga Rusun paling rendah berada di wilayah Provinsi Sulawesi Tengah Rp6,9 juta per meter persegi dan paling tinggi adalah di Provinsi Papua yaitu Rp15 juta per meter persegi.
Sebagaimana diketahui, Kemenpera bekerjasama dengan bank mengadakan program FLPP untuk menyediakan subsidi perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dengan suku bunga fixed 7.25% dengan jangka waktu paling lama 20 tahun.
Dengan skema KPR FLPP ini, lanjutnya, lebih banyak bantuan yang dapat disalurkan, karena dana dari pemerintah yang digabungkan dengan dana dari bank terus bergulir.
Sebelumnya, Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz mengatakan, pembangunan rumah susun merupakan solusi yang efektif bagi penyediaan rumah sebagai tempat tinggal bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
"Penduduk setiap tahun bertumbuh, tetapi tanah tidak tumbuh. Jalan keluar yang terbaik adalah rumah susun," kata Djan Faridz dalam diskusi yang digelar Forum Wartawan Perumahan Rakyat (Forwapera) yang digelar di kantor Kemenpera, Jakarta, Selasa (13/5).
Menurut Menpera, pembangunan rumah susun merupakan solusi yang efektif apalagi mengingat kebutuhan rumah diperkirakan bertambah hingga sebesar 1 juta unit per tahun.
Sebagaimana diketahui, Kementerian Perumahan Rakyat telah mengeluarkan kebijakan agar pada tahun 2015 tidak ada lagi fasilitas rumah bersubsidi untuk rumah tapak.
Djan memaparkan, bila MBR lebih banyak yang tinggal di rumah tapak di pinggiran kota, maka akan menambah banyak permasalahan seperti kemacetan hingga sarana dan prasarana yang harus dibangun pemerintah guna mengangkut mereka. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014