Denpasar (Antara Bali) - Sewaktu muda, sosok pria sederhana itu memang sangat lincah, yang dibuktikan dengan kiprahnya dalam menunjukkan kemampuannya di atas pentas, baik dalam bentuk tari maupun memainkan instrumen musik tradisional Bali.

I Wayan Beratha (90), seniman andal, kelahiran Anbiankapas, Denpasar 31 Desember 1923 atau 90 tahun silam, sejak muda sudah piawai dalam menguasai berbagai jenis tari dan tabuh sehingga dipercaya untuk memimpin tim kesenian Bali untuk mengadakan lawatan ke mancanegara.

Berbagai negara di belahan dunia pernah dijelajahi suami dari Ni Made Nida berkat kepiawaiannya dalam bidang tabuh dan tari Bali. Selain itu, juga mencetak kader-kader penerus, pewaris seni budaya Bali lewat pendidikan formal maupun nonformal.

Pria yang hanya mengenyam pendidikan setingkat sekolah dasar (SD) pada zaman penjajahan Belanda itu diangkat sebagai guru Sekolah Menengah Kerawitan Indonesia (SMKI) dan hingga tercatat sebagai dosen luar biasa Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar.

Atas prestasi dan dedikasi dalam melestarikan dan pengembangan seni budaya Bali, khususnya tabuh dan tari Bali, ayah dari tujuh putra-putri itu memperoleh anugerah Empu Seni sebuah penghargaan bergengsi atau sejajar dengan guru besar dari Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar pada tahun 2012.

Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Dr. Gede Arya Sugiartha akan memberikan penghomatan terakhir kepada jenazah almarhum Empu Seni I Wayan Beratha (90) di Kuburan Desa Adat Sumerta, Kota Denpasar, Senin (19/5).

Penghargaan terakhir dalam kemasan seni itu dilakukan begitu jenazah diturunkan dari bade, keranda khusus pengusungan jenazah, yang diiringi dengan alunan gong blaganjur.

Anggota Senat, jajaran dosen, dan mahasiswa juga akan ikut memberikan penghomatan mengenang atas jasa, prestasi, dan kebaikannya dalam mengembangkan seni budaya Bali.

Pelepasan jenazah di rumah duka rencananya dilakukan oleh Wali Kota Denpasar Ida Bagus Rai Dharma Wijaya Mantra serta diawali dengan iringan gong blaganjur besar.

Doktor I Nyoman Astita, M.A., dosen ISI Denpasar, merasa sangat kehilangan atas kepergian untuk selama-lamanya almarhum I Wayan Beratha, seorang maestro yang karya-karyanya telah memberikan kesejahteraan, keindahan, dan kesejukan bagi masyarakat Bali.

"Semoga seluruh amal bakthi dan karya-karya yang telah beliau ciptakan untuk mengharumkan seni budaya Bali akan terus dikenang dan dijadikan acuan bagi generasi seniman-seniman muda Bali," ujarnya.

Almarhum I Wayan Beratha lahir dari lingkungan seniman di Banjar Belaluan, Denpasar pada tahun 1924. Kesenimanannya diturunkan oleh kakeknya I Ketut Keneng yang memiliki keahlian di bidang sastra.

"Sang guru rupaka I Made Regog dan ibu Ni Made Rerod telah membimbing I Wayan Beratha dengan sentuhan seni gamelan. Ayahnya, I Made Regog, adalah salah seorang tokoh seniman tabuh yang mengembangkan Gong Kebyar di Bali Selatan. Tabuh Kebyar Ding Sempati karya I Made Regog yang telah direkam dalam piringan hitam Odeon dan Beka pada tahun 1928 menjadi tonggak perkembangan tabuh-tabuh kreasi.

Sebagai tokoh seni tabuh di Banjar Belaluan I Wayan Beratha menekuni gamelan sejak usia delapan tahun. Melihat bakat seni anaknya I Made Regog kemudian mengantarkan I Wayan Beratha untuk berguru kepada Ida Boda, Nyoman Kaler, dan I Made Gerebag.

Sejalan dengan usianya yang menginjak dewasa I Wayan Beratha tidak hanya terampil memainkan gamelan Gong Kebyar. Bakat seni yang telah ditanamkan oleh orang tuanya terasah semakin matang dalam menciptakan seni tabuh dan tari-tarian.

Almarhum I Wayan Beratha adalah seniman yang memiliki talenta kreatif dan karya-karya yang diciptakan diterima masyarakat, digemari, serta dikagumi karena metaksu.

Tari Tani, Tari Yudapathi, Tari Kupu-Kupu Tarum diciptakan pada tahun 1958. Karya tabuh kreasi yang telah diciptakan, antara lain Kebyar Swabuanapaksa, Kebyar Jaya Semara, Gesuri, Bajradanta, Palguna Warsa, Koslya Arini, dan Purwa Pascima.

Tabuh lelambatan klasik yang ditata menjadi lelambatan kreasi karya Wayan Beratha, antara lain Tabuh Pisan Gegancangan, Tabuh Dua Semara Ratih, Tabuh Telu Sekar Gadung, Tabuh Pat Gari, Tabuh Nem Galang Kangin, dan Tabuh Kutus Playon, tutur Nnyoman Astika.

Guru Luar Biasa

Wayan Beratha ketika sekolah Kokar berdiri di Kota Denpasar pada tahun 1960 diangkat menjadi guru luar biasa karena keahliannya sebagai seniman tabuh dan tari Bali. Pengabdian dikenal sebagai guru kelas yang tegas dan amat disegani oleh murid-muridnya.

Namun, di balik kewibawaannya seorang pendidik yang selalu mengedepankan kebersamaan dalam suasana kekeluargaan. Sebagai seniman kreatif banyak menciptakan karya cipta yang mengharumkan nama Kokar Bali.

I Wayan Beratha pada tahun 1962 menata tarian Pendet Massal yang melibatkan sekitar 1.000 penari dari Bali. Tari Pendet itu dikenal dengan "Pendet Asian Games" dipentaskan untuk memeriahkan pembukaan Asian Games Ke-4 di Jakarta, 24 Agustus--4 September 1962.

Selain itu, juga dikenal sebagai sebagai bapak Sendratari karena kreativitasnya menciptakan Sendratari Jaya Prana (1961), Sendratari Ramayana (1965), Sendratari Rajapala (1968), Sendratari Nara Kusuma (1972).

Sendratari Kolosal Ramayana Kanda dan Sendratari dari episode-episode Mahabharata yang digelar pada awal-awal Pesta Kesenian Bali pada tahun 1978 tidak luput dari sentuhan almarhum I Wayan Beratha.

Demikian pula, berdirinya Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) Bali pada tahun 1967 menjadi rumah seni bagi Wayan Beratha untuk mengabdikan talenta seninya sehingga mampu mencetak banyak seniman-seniman terkemuka yang kemudian mendapat posisi strategis dalam pemerintahan maupun menjadi seniman-seniman professional.

Sosok I Wayan Beratha dihormati sebagai maestro, empu seni, dan mahaguru bagi seniman-seniman akademis di Kokar Bali dan sekolah menengah kerawitan (SMK) kesenian di seluruh Indonesia, ISI Denpasar, dan perguruan tinggi seni di Indonesia.

Tak terhitung karya-karya yang telah dihasilkan menjadi referensi para peneliti, mahasiswa, dan seniman mancanegara.

Kiprah keseniman Wayan Beratha sebagai Duta Seni ke mancanegara sudah dilakoni sejak 1957 bersama seka gong Belaluan melawat ke Uni Soviet atas undangan Duta Besar Republik Indonesia Adam Malik. Pementasan diadakan di tiga kota, yakni Mosco, Leningrad, dan Taskhen.

Wayan Beratha selalu terlibat dalam berbagai lawatan kesenian ke luar negeri, baik sebagai pemain maupun memberikan latihan dan pencipta tabuh dan tari.

Berbagai negera di kawasan ASEAN, Eropa, dan Amerika telah dikunjungi oleh sang Maestro.

Atas jasa-jasanya dalam mengharumkan seni budaya Bali telah menerima Anugrah Seni Wijaya Kusuma dari Pemerintah Republik Indonesia (1972), Penghargaan Wija Kusuma dari Pemerintah Kabupaten Badung (1979), Penghargaan Dharma Kusuma dari Pemerintah Provinsi Bali (1981), Penghargaan Ciwa Nata Raja dari STSI Denpasar, Penghargaan Parama Budaya dari Pemerintah Kota Denpasar (2010).

Parama Budaya merupakan wujud penghargaan dan rasa terima kasih Pemerintah Kota Denpasar kepada warga kota yang telah berjasa dan mengabdikan kehidupannya sebagai pahlawan kebudayaan.

Almarhum I Wayan Beratha adalah maestro kebudayaan yang telah mengabdikan dirinya dengan bekerja keras menciptakan karya-karya tabuh, tari, dan sendratari yang kini menjadi warisan budaya bagi anak cucu.

Memotivasi

Rektor ISI Dr. Gede Arya Sugiartha mengajak generasi muda Bali untuk melahirkan karya-karya monumental sebagaimana pendahulunya, antara lain Wayan Beratha. Hal itu ditekankan mengingat ada kekhawatiran makin langkanya karya-karya monomental yang lahir dari generasi masa kini.

Kondisi tersebut sangat eroni di saat dunia telah memasuki abad teknologi canggih dan era global. Ke depan karya monumental dalam bidang tabuh dan tari Bali mesti harus dilahirkan generasi penerus agar bisa disumbangkan kepada anak-cucu.

Ia mengajak untuk melihat sosok Wayan Beratha yang sangat tekun dan peduli terhadap pelestarian seni budaya Bali, khususnya tabuh dan tari Bali.

Hal demikian diharapkan bisa dilakukan oleh setiap generasi muda sesuai dengan daerah dan perkembangan zamannya sehingga seni budaya Bali tetap lestari, kokoh, dan eksis di tengah gempuran dari pengaruh seni budaya asing.

Prestasi, dedikasi, sumbangan pemikiran para budayawan, dan seniman sangat diperlukan bagi pelestarian seni dan budaya nasional, khususnya dalam pengembangan ISI ke depan. (WDY)

Pewarta: Oleh I Ketut Sutika

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014