Jakarta (Antara Bali) - Pakar personal branding, Dewi Haroen, mengatakan, Partai Gerakan
Indonesia Raya (Gerindra) masuk tiga besar dalam Pemilu Legislatif 2014
berdasarkan hitung cepat lantaran tim komunikasinya efektif dan
berjalan dengan baik.
"Ada kenyataan yang luput dari mata pengamat dan lembaga survei tentang kejelian Prabowo Subianto mengajak orang-orang komunikasi di barisannya," kata Dewi, di Jakarta, Jumat.
Pemilihan orang-orang yang tepat untuk memudahkan komunikasi dengan media, kata dia, menjadi kunci penting bagi Prabowo dalam mendongkrak popularitas dan elektabilitasnya.
"Tim media dan komunikasi Prabowo terlihat bekerja maksimal melalui berbagai media termasuk sosial media yang dulu dikuasai Joko Widodo," ucapnya.
Sehingga, personal branding Prabowo sebagai pribadi yang bersikap tegas terhadap apapun, antikorupsi, jiwa sosialnya yang sangat tinggi, serta konsep ekonominya yang sangat jelas untuk memakmurkan rakyat yang kuat, secara terus menerus dikomunikasikan dengan baik dan konsisten kepada pemilih yang berubah atau berpindah pilihan partai (swing voters) sampai hari H pencoblosan.
"Ini yang tidak disadari Jokowi dan tim pendukungnya dari PDIP. Bisa jadi mereka sama sekali tidak mempelajari bagaimana Jokowi berhasil dalam Pilkada DKI. Mereka merasa di atas angin karena menganggap Jokowi media darling serta terbuai dengan hasil survei, sehingga hasilnya tidak mencapai 30 persen," ujar Dosen Psikologi Universitas Indonesia (UI) ini.
Sebaliknya, tim pendukung Jokowi tidak melakukan upaya yang nyata sehingga pemilih tidak mendapat informasi yang cukup tentang dirinya. Pada saat-saat akhir jelang kampanye ada pergeseran persepsi masyarakat terhadap figur Jokowi yang disebut sebagai capres boneka dan selalu manut pada Megawati.
"Padahal seharusnya situasi dan kondisi yang rawan ini disikapi dengan cerdas oleh tim. Pembiaran inilah yang berharga mahal dengan tidak efektif nya personal brand Jokowi terhadap PDIP di Pileg 2014," jelasnya.
Ia menambahkan, Prabowo effect secara kasat mata hasilnya terlihat jauh lebih baik dibanding Jokowi effect. Gerindra yang pada pemilu 2009 meraih 4,46 persen secara nasional, saat ini menurut quick qount menempati urutan ke tiga dengan meraih suara di kisaran 11-12 persen. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Ada kenyataan yang luput dari mata pengamat dan lembaga survei tentang kejelian Prabowo Subianto mengajak orang-orang komunikasi di barisannya," kata Dewi, di Jakarta, Jumat.
Pemilihan orang-orang yang tepat untuk memudahkan komunikasi dengan media, kata dia, menjadi kunci penting bagi Prabowo dalam mendongkrak popularitas dan elektabilitasnya.
"Tim media dan komunikasi Prabowo terlihat bekerja maksimal melalui berbagai media termasuk sosial media yang dulu dikuasai Joko Widodo," ucapnya.
Sehingga, personal branding Prabowo sebagai pribadi yang bersikap tegas terhadap apapun, antikorupsi, jiwa sosialnya yang sangat tinggi, serta konsep ekonominya yang sangat jelas untuk memakmurkan rakyat yang kuat, secara terus menerus dikomunikasikan dengan baik dan konsisten kepada pemilih yang berubah atau berpindah pilihan partai (swing voters) sampai hari H pencoblosan.
"Ini yang tidak disadari Jokowi dan tim pendukungnya dari PDIP. Bisa jadi mereka sama sekali tidak mempelajari bagaimana Jokowi berhasil dalam Pilkada DKI. Mereka merasa di atas angin karena menganggap Jokowi media darling serta terbuai dengan hasil survei, sehingga hasilnya tidak mencapai 30 persen," ujar Dosen Psikologi Universitas Indonesia (UI) ini.
Sebaliknya, tim pendukung Jokowi tidak melakukan upaya yang nyata sehingga pemilih tidak mendapat informasi yang cukup tentang dirinya. Pada saat-saat akhir jelang kampanye ada pergeseran persepsi masyarakat terhadap figur Jokowi yang disebut sebagai capres boneka dan selalu manut pada Megawati.
"Padahal seharusnya situasi dan kondisi yang rawan ini disikapi dengan cerdas oleh tim. Pembiaran inilah yang berharga mahal dengan tidak efektif nya personal brand Jokowi terhadap PDIP di Pileg 2014," jelasnya.
Ia menambahkan, Prabowo effect secara kasat mata hasilnya terlihat jauh lebih baik dibanding Jokowi effect. Gerindra yang pada pemilu 2009 meraih 4,46 persen secara nasional, saat ini menurut quick qount menempati urutan ke tiga dengan meraih suara di kisaran 11-12 persen. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014