Denpasar (Antara Bali) - Gubernur Bali Made Mangku Pastika mengusulkan Badan Pengawas Obat dan Makanan menggandeng Majelis Utama Desa Pakraman dengan jajarannya dalam menyosialisasikan bahaya penggunaan zat rhodamin pada makanan.
"Masyarakat akan lebih percaya kalau yang menyampaikan itu lembaga-lembaga adat dan saya minta BPOM saat memberikan penjelasan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti masyarakat dan tidak banyak menggunakan istilah kimia, yang justru sulit dipahami masyarakat," katanya saat menerima audiensi dari jajaran BPOM Bali di Denpasar, Selasa.
Menurut dia, harusnya saat menyosialisasikan kepada masyarakat menggunakan bahasa yang lumrah, misalnya rhodamin bagi masyarakat Bali lebih dikenal dengan nama "kesumba" merah.
"Saya minta tegas BPOM supaya menyita semua rhodamin yang ada di pasaran karena merupakan salah satu zat berbahaya yang sering digunakan oleh masyarakat sebagai pewarna makanan. Saya harapkan Bali segera bebas rhodamin dan ini memerlukan tindakan tegas dari instansi yang berwenang," ujarnya.
Mantan Kapolda Bali itu mengkhawatirkan turunnya kualitas sumber daya manusia, karena banyaknya beredar makanan yang mengandung racun. Pemerintah provinsi setempat sudah memiliki program besar yaitu menjadikan Bali sebagai Pulau Organik.
"Caranya dengan menggunakan bahan-bahan organik dalam pertanian Bali, seperti mengganti pestisida dengan bio-urine, mengganti pupuk kimia dengan pupuk organik. Semua itu sudah dikerjakan dan sudah berjalan, meskipun belum mampu seratus persen, akan tetapi usaha itu sudah ada," kata Pastika.
Sementara itu, Kepala BPOM Bali Endang Widowati mengatakan bahwa selama ini BPOM sudah bekerja keras dan melakukan penindakan bahkan sampai ke meja hijau bagi para pelaku yang membandel.
Pada 2012, ada 12 kasus yang sampai masuk pengadilan, dan pada 2013 ada delapan kasus. Untuk selanjutnya, Widowati mohon dukungan Pemprov Bali dalam upayanya mencegah dan menindak tegas baik itu penyitaan maupun proses hukum lainnya terhadap penyebaran bahan-bahan berbahaya yang ada di masyarakat.
"Kendala-kendala yang kami hadapi selama ini adalah kekurangpahaman masyarakat terhadap bahaya bahan-bahan tersebut dan faktor ekonomi masyarakat karena selalu mendapat keuntungan yang berlipat-lipat dengan modal yang rendah," ujarnya.
Oleh sebab itu, dia berharap lewat kerja sama dengan lembaga-lembaga adat, mudah-mudahan usahanya akan bisa lebih lancar.
Ia sangat menyayangkan, banyaknya bahan berbahaya baik itu pewarna maupun pengawet yang digunakan untuk mencampur makan-makanan yang disajikan untuk upacara. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Masyarakat akan lebih percaya kalau yang menyampaikan itu lembaga-lembaga adat dan saya minta BPOM saat memberikan penjelasan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti masyarakat dan tidak banyak menggunakan istilah kimia, yang justru sulit dipahami masyarakat," katanya saat menerima audiensi dari jajaran BPOM Bali di Denpasar, Selasa.
Menurut dia, harusnya saat menyosialisasikan kepada masyarakat menggunakan bahasa yang lumrah, misalnya rhodamin bagi masyarakat Bali lebih dikenal dengan nama "kesumba" merah.
"Saya minta tegas BPOM supaya menyita semua rhodamin yang ada di pasaran karena merupakan salah satu zat berbahaya yang sering digunakan oleh masyarakat sebagai pewarna makanan. Saya harapkan Bali segera bebas rhodamin dan ini memerlukan tindakan tegas dari instansi yang berwenang," ujarnya.
Mantan Kapolda Bali itu mengkhawatirkan turunnya kualitas sumber daya manusia, karena banyaknya beredar makanan yang mengandung racun. Pemerintah provinsi setempat sudah memiliki program besar yaitu menjadikan Bali sebagai Pulau Organik.
"Caranya dengan menggunakan bahan-bahan organik dalam pertanian Bali, seperti mengganti pestisida dengan bio-urine, mengganti pupuk kimia dengan pupuk organik. Semua itu sudah dikerjakan dan sudah berjalan, meskipun belum mampu seratus persen, akan tetapi usaha itu sudah ada," kata Pastika.
Sementara itu, Kepala BPOM Bali Endang Widowati mengatakan bahwa selama ini BPOM sudah bekerja keras dan melakukan penindakan bahkan sampai ke meja hijau bagi para pelaku yang membandel.
Pada 2012, ada 12 kasus yang sampai masuk pengadilan, dan pada 2013 ada delapan kasus. Untuk selanjutnya, Widowati mohon dukungan Pemprov Bali dalam upayanya mencegah dan menindak tegas baik itu penyitaan maupun proses hukum lainnya terhadap penyebaran bahan-bahan berbahaya yang ada di masyarakat.
"Kendala-kendala yang kami hadapi selama ini adalah kekurangpahaman masyarakat terhadap bahaya bahan-bahan tersebut dan faktor ekonomi masyarakat karena selalu mendapat keuntungan yang berlipat-lipat dengan modal yang rendah," ujarnya.
Oleh sebab itu, dia berharap lewat kerja sama dengan lembaga-lembaga adat, mudah-mudahan usahanya akan bisa lebih lancar.
Ia sangat menyayangkan, banyaknya bahan berbahaya baik itu pewarna maupun pengawet yang digunakan untuk mencampur makan-makanan yang disajikan untuk upacara. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014