Denpasar (Antara Bali) - Pengamat budaya dari Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar, Dr. Ketut Sumadi menilai, tembang kidung yang dikumandangkan melengkapi prosesi ritual keagamaan mampu memberikan vibrasi pencerahan kepada umat Hindu.

"Oleh sebab itu pembacaan ayat-ayat suci agama Hindu harus dapat diwariskan kepada generasi mendatang, sehingga salah satu kearifan lokal Bali itu tetap lestari dan terpelihara dengan baik," kata Dr. Ketut Sumadi yang juga Direktur Program Doktor Ilmu Agama Pascasarjana IHDN Denpasar, Rabu.

Ia mengatakan, generasi muda perlu menjadi penekanan, karena generasi pewaris dan penerus pusaka budaya kidung semakin acuh serta menjauh dari olah yoga memutar tutur bijak leluhur dalam mengarungi arus deras budaya kontemporer yang terkadang bisa menyesatkan.

Untuk itu penyuluhan (Dharmatula) sosialita agama dan budaya perlu dilakukan secara berkesinambungan, terutama dengan sasaran anak-anak muda dalam kemasan seni kontemporer.

Sumadi mengharapkan dengan kemasan yang menarik itu mampu mengajak generasi pewaris pusaka kidung bergairah mendengar tembang kidung, sekaligus tergelitik mencipta tembang, genre kidung yang melintas batas budaya kontemporer di tengah globalisasi.

"Kidung dihadirkan luluh dalam kreativitas berkesenian, matembang kidung diiringi irama gerak tari kontemporer dan tarian garis di atas kanvas para seniman lukis bisa dihadirkan dalam terminologi ruang waktu keseharian lintas budaya dan negara yang terbingkai harmonisasi," ujar Ketut Sumadi.

Ia mengingatkan, masyarakat Bali tidak bisa berjalan sendiri dalam menjaga religiusitas Pulau Dewata di tengah arus deras budaya pariwisata, sehingga diperlukan dukungan dan peranserta semua pihak termasuk komponen pariwisata.

Selain itu perlu adanya persamaan persepsi orang Bali, bahwa kegiatan pariwisata dan aktivitas religius sama-sama memiliki tujuan mulia, yakni untuk membangun kesejahteraan masyarakat lahir batin.

Oleh sebab itu orang Bali dan para pendatang dari luar daerah seyogyanya membangun sikap religiusitas dengan mengamalkan nilai-nilai kearifan Tri Hita Karana (THK) yang melandasi kehidupan desa pakraman (adat) di Bali, ujar Dr. Ketut Sumadi. (WDY)

Pewarta: Oleh I Ketut Sutika

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014