Denpasar (Antara Bali) - Penyidik dari Kepolisian Resor Buleleng akan dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan kasus dugaan pungutan liar dalam pengadaan sertifikasi tanah oleh pemerintah melalui Program Nasional Agraria (Prona) di Desa Sumberkima senilai Rp.265 juta.

"Karena ada perbedaan keterangan saksi dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP), maka kami minta jaksa penuntut umum menghadirkan penyidik dari Kepolisian dan pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN)," kata Ketua Majelis Hakim, I Made Sueda di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (tipikor) Denpasar, Jumat.

Dari keterangan saksi Putu Santika dalam persidangan dengan terdakwa I Putu Bawa yang merupakan Kepala Desa Sumberkima, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng menyatakan bahwa terdakwa tidak pernah memberi instruksi, terkait dengan pungutan pembuatan sertifikat Prona tahun 2008 senilai Rp.600.000 dan tahun 2011 senilai Rp.700.000.

"Seingat saya tidak ada instruksi dari pak kades terkait dengan pungutan terhadap program Prona tersebut," kata Putu Santika yang merupakan salah satu kepala dusun di Desa Sumberkima.

Selain itu, keterangan Putu Santika tersebut juga berbeda dengan beberapa saksi sebelumnya. "Dari hal itu, kami ingin melakukan konfrontir dalam persidangan, keterangan siapa yang dapat dipercaya," kata Ketua Majelis Hakim, I Made Sueda.

Persidangan selanjutnya akan dilaksanakan pada hari Jumat (7/3) dengan mendengarkan kesaksian dari pihak penyidik Polres Buleleng dan juga BPN.

Dalam surat dakwaan diungkapkan biaya yang disiapkan oleh BPN tahun 2008 senilai Rp.310 juta untuk penerbitan 1.000 sertifikat tanah.

Dengan demikian penerbitan sertifikat untuk setiap bidang tanah senilai Rp.310.000 yang dianggarkan untuk biaya permohonan blangko dan biaya sosialisasi pada masyarakat.

Namun terdakwa mengenakan pungutan senilai Rp.600.000 per sertifikat untuk sebidang tanah sehingga total uang yang terkumpul Rp.160 juta dari 267 pemohon.

Sedangkan tahun 2011 anggaran yang disediakan BPN Rp.1,2 miliar untuk penerbitan 4.000 lembar sertifikat. Namun Putu Wibawa malah melakukan pungutan setiap sertifikat Rp.700.000.

Pada saat itu total pemohon 150 orang sehingga uang yang terkumpul sejumlah Rp.105 juta.

Pada tahun 2008, dana yang terkumpul dari para pemohon Prona tersebut dipergunakan, antara lain diserahkan kepada Gede Kardin Yudiasa selaku koordinator Prona Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Rp.80 juta.

Selain itu dana tersebut juga diberikan kepada delapan kepala dusun di Desa Sumberkima, Sekretaris Desa Sumberkima I Ketut Wirten Rp.3 juta, dan terdakwa sendiri menerima Rp.4,5 juta.

Selanjutnya pada tahun 2011 dana yang dihimpun dari masyarakat juga dipergunakan oleh terdakwa, seperti tahun 2008, namun sisa dana yang dia bawa mencapai Rp.26 juta.

Atas perbuatannya tersebut terdakwa didakwa melanggar Pasal 12 huruf e Ayat18 jo Pasal 65 Ayat 1 KUHP subsider Pasal 11 KUHP dengan ancaman hukuman minimal empat tahun penjara. (WDY)

Pewarta: Oleh I Made Surya

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014