Denpasar (Antara Bali) - Direktur Operasi dan Sistem Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja PT Jamsostek Ahmad Ansyori mengatakan, peserta jamsostek di Indonesia hingga saat ini tercatat mencapai 8,5 juta orang.
"Dibandingkan dari jumlah tenaga kerja di sektor formal kepesertaan aktif baru mencapai 35 persen," katanya di Nusa Dua, Jumat.
Pada acara Asosiasi Jaminan Sosial Internasional (International Social Security Association/ISSA) itu, ia mengatakan kendala yang dihadapi adalah kurangnya kesadaran akan pentingnya jaminan sosial, disamping kepatuhan dari pihak pengusaha.
"Selain itu kurangnya kualitas penegakan hukum sehingga memberi celah bagi pengusaha tidak mendaftarkan karyawannya menjadi peserta jamsostek," katanya.
Dikatakan, peran pengawas ketenagakerjaan berada di bawah kendali Kantor Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, sedangkan PT Jamsostek hanya sebagai penyelenggara jaminan sosial.
"Dengan peraturan tersebut jamsostek secara hukum tidak memiliki kewenang penuh untuk mewajibkan perusahaan agar mengikutsertakan karyawannya sebagai peserta jamsostek," jelas Ansyori.
Adanya otonomi daerah, kata dia, memperparah masalah penegakan hukum tersebut karena masing-masing pemerintah daerah memiliki prioritas dan kompetensi yang berbeda-beda.
"Kami berupaya melakukan sosialisasi ke masyarakat maupun ke perusahaan atau instansi swasta guna meningkatkan kepatuhan pengusaha pada peraturan jaminan sosial terutama dalam hal penarikan iuran dan penegakan hukum," ujarnya.
Selain itu, lanjut Ansyori, pihaknya mengintensifkan kerja sama dan koordinasi teknis dengan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi membangun aliansi strategis dengan kejaksaan dan kepolisian.
"Selain pendekatan kerja sama, kami juga berupaya menggeser paradigma dengan menaikkan benefit serta meningkatkan kualitas pelayanan. Dengan langkah itu diharapkan pengusaha memandang jaminan sosial sebagai suatu kebutuhan sehingga peran penegakan hukum akan berkurang," katanya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2010
"Dibandingkan dari jumlah tenaga kerja di sektor formal kepesertaan aktif baru mencapai 35 persen," katanya di Nusa Dua, Jumat.
Pada acara Asosiasi Jaminan Sosial Internasional (International Social Security Association/ISSA) itu, ia mengatakan kendala yang dihadapi adalah kurangnya kesadaran akan pentingnya jaminan sosial, disamping kepatuhan dari pihak pengusaha.
"Selain itu kurangnya kualitas penegakan hukum sehingga memberi celah bagi pengusaha tidak mendaftarkan karyawannya menjadi peserta jamsostek," katanya.
Dikatakan, peran pengawas ketenagakerjaan berada di bawah kendali Kantor Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, sedangkan PT Jamsostek hanya sebagai penyelenggara jaminan sosial.
"Dengan peraturan tersebut jamsostek secara hukum tidak memiliki kewenang penuh untuk mewajibkan perusahaan agar mengikutsertakan karyawannya sebagai peserta jamsostek," jelas Ansyori.
Adanya otonomi daerah, kata dia, memperparah masalah penegakan hukum tersebut karena masing-masing pemerintah daerah memiliki prioritas dan kompetensi yang berbeda-beda.
"Kami berupaya melakukan sosialisasi ke masyarakat maupun ke perusahaan atau instansi swasta guna meningkatkan kepatuhan pengusaha pada peraturan jaminan sosial terutama dalam hal penarikan iuran dan penegakan hukum," ujarnya.
Selain itu, lanjut Ansyori, pihaknya mengintensifkan kerja sama dan koordinasi teknis dengan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi membangun aliansi strategis dengan kejaksaan dan kepolisian.
"Selain pendekatan kerja sama, kami juga berupaya menggeser paradigma dengan menaikkan benefit serta meningkatkan kualitas pelayanan. Dengan langkah itu diharapkan pengusaha memandang jaminan sosial sebagai suatu kebutuhan sehingga peran penegakan hukum akan berkurang," katanya.(*)
Editor : Masuki
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2010