Padang (Antara Bali) - Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Sumatera Barat menerima sebanyak tiga kasus suami berstatus pegawai negeri sipil yang tidak melakukan pemotongan gajinya setelah melakukan perceraian dengan istri.
"Dari awal Januari 2014 telah tercatat sebanyak tiga kasus di Sumatera Barat, dan ini menjadi perhatian khusus," kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Barat Yunafri di Padang, Selasa.
Ia menyakini masih banyak kasus lainnya, karena tiga kasus itu hanya yang dilaporkan kepada Ombudsman saja, belum termasuk yang tidak dilaporkan.
Pemotongan gaji terhadap suami PNS setelah bercerai dengan istri wajib dilakukan sebagaimana diatur dalam PP No.10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil, sebagaimana telah diubah oleh PP No.45 Tahun 1990.
Peraturan tersebut menyebutkan pemotongan gaji suami PNS wajib dilakukan jika perceraian merupakan kehendak dari sang suami.
Dalam peraturan tersebut juga disebutkan bahwa suami yang bercerai, hanya dapat menikmati sepertiga dari jumlah gajinya per bulan. "Jika suami meminta cerai, maka ia hanya berhak mendapatkan sepertiga dari jumlah gajinya. Sedangkan sepertiga lainnya diberikan kepada bekas istri, dan sepertiga lainnya untuk anaknya," katanya.
Namun, lanjutnya, pemotongan sepertiga tersebut hanya berlaku selama bekas istri belum mendapatkan pendamping yang baru. "Jika istri telah mendapatkan pendamping yang baru, maka hak sepertiga dari gaji suaminya itu tidak berhak lagi ia dapatkan," sebutnya.
Tiga kasus yang terjadi di Sumatera Barat itu, katanya, terjadi bagi PNS yang berada di Kabupaten Solok, Kabupaten Pesisir Selatan, dan Pemerintahan Provinsi Sumbar.
Bekas istri melapor kepada Ombudsman, karena hak sepertiga gaji sebagaimana diatur dalam peraturan, tidak dijalankan oleh bekas suaminya. (M038)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Dari awal Januari 2014 telah tercatat sebanyak tiga kasus di Sumatera Barat, dan ini menjadi perhatian khusus," kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Barat Yunafri di Padang, Selasa.
Ia menyakini masih banyak kasus lainnya, karena tiga kasus itu hanya yang dilaporkan kepada Ombudsman saja, belum termasuk yang tidak dilaporkan.
Pemotongan gaji terhadap suami PNS setelah bercerai dengan istri wajib dilakukan sebagaimana diatur dalam PP No.10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil, sebagaimana telah diubah oleh PP No.45 Tahun 1990.
Peraturan tersebut menyebutkan pemotongan gaji suami PNS wajib dilakukan jika perceraian merupakan kehendak dari sang suami.
Dalam peraturan tersebut juga disebutkan bahwa suami yang bercerai, hanya dapat menikmati sepertiga dari jumlah gajinya per bulan. "Jika suami meminta cerai, maka ia hanya berhak mendapatkan sepertiga dari jumlah gajinya. Sedangkan sepertiga lainnya diberikan kepada bekas istri, dan sepertiga lainnya untuk anaknya," katanya.
Namun, lanjutnya, pemotongan sepertiga tersebut hanya berlaku selama bekas istri belum mendapatkan pendamping yang baru. "Jika istri telah mendapatkan pendamping yang baru, maka hak sepertiga dari gaji suaminya itu tidak berhak lagi ia dapatkan," sebutnya.
Tiga kasus yang terjadi di Sumatera Barat itu, katanya, terjadi bagi PNS yang berada di Kabupaten Solok, Kabupaten Pesisir Selatan, dan Pemerintahan Provinsi Sumbar.
Bekas istri melapor kepada Ombudsman, karena hak sepertiga gaji sebagaimana diatur dalam peraturan, tidak dijalankan oleh bekas suaminya. (M038)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014