Denpasar (Antara Bali) - Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali menggelar "pesamuhan madya" atau rapat tahunan dengan agenda membahas usulan pembentukan Badan Otorita Pura Agung Besakih dan Ranperda Arahan Zonasi.
"Kami memandang kedua isu itu sangat penting dan mendesak untuk segera dibahas. Khususnya Pura Besakih sangat memerlukan badan tersebut supaya pengelolaannya menjadi lebih baik dan masyarakat sekitarnya bisa terbantu," kata Ketua PHDI Bali Dr I Gusti Ngurah Sudiana, di sela-sela acara tersebut, di Denpasar, Jumat.
Menurut dia, adanya Badan Otorita Besakih tersebut sekaligus dapat memberikan solusi dan mewakili masyarakat di sana ketika pura terbesar di Bali itu dihadapkan pada sejumlah persoalan seperti wisatawan masuk pura, kesulitan pendanaan, hingga pencurian di pura.
"Pembentukan badan itu juga merupakan rekomendasi dari beberapa hasil pesamuhan agung (rapat paripurna) dan mahasabha PHDI," ujarnya.
Sedangkan pembahasan Ranperda Arahan Zonasi dapat menjadi bahan bagi PHDI ketika dimintai pertimbangan oleh DPRD Provinsi Bali dan pihak eksekutif terkait apa yang boleh dan tidak boleh dibangun khususnya pada kawasan suci.
"Dengan adanya pemaparan dari para narasumber, tim ahli, dan tokoh-tokoh agama kami harapkan dapat dirumuskan solusi yang terbaik," ujar Sudiana.
Sementara itu, praktisi hukum I Wayan Sudirta sebagai pembicara dalam acara tersebut mengatakan penataan secara terencana di Pura Besakih sangat penting untuk menjaga kesucian pura dan kawasannya dalam jangka panjang.
"Meskipun Badan Otorita itu sangat penting sesuai rekomendasi pesamuhan agung PHDI, namun tetap harus dibentuk dengan sangat hati-hati dengan mempertimbangkan dasar hukumnya secara mendalam," ujarnya.
Sudirta yang juga anggota DPD itu menambahkan, Badan Otorita hendaknya diisi dengan personel yang memiliki integritas dan siap "ngayah" atau mengabdi dengan melibatkan unsur PHDI, Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP), Bendesa Desa Pakraman (pimpinan desa adat) Besakih, tokoh-tokoh agama dan adat, akademisi, serta kalangan pariwisata yang difasilitasi oleh Pemprov Bali serta pemkab/pemkot seluruh Bali.
"Pada tahap awal dapat dibentuk tim persiapan yang bertugas menyiapkan konsep-konsep dasar tentang penataan kawasan suci serta struktur Badan Otorita pada tahap berikutnya," ujarnya.
Sedangkan Acharya Agni Yoga Nanda, pembicara lainnya berpandangan idealnya Badan Otorita tersebut strukturnya berada di bawah PHDI.
"Karena sudah merupakan amanat dan hasil rekomendasi pesamuhan agung selama berkali-kali, maka seharusnya jangan ditunda-tunda lagi pembentukannya. Apalagi seringkali ada pihak yang menanyakan transparansi terhadap sumbangan-sumbangan saat pelaksanaan upacara di Besakih," ujarnya.
Pada acara tersebut juga menghadirkan narasumber lainnya yakni Ketua Dharma Adyaksa PHDI Pusat Ida Pedanda Ketut Sebali Tianyar Arimbawa. Acara diikuti oleh sejumlah sulinggih (pendeta Hindu), tokoh-tokoh agama, akademisi, dan perwakilan Bappeda Bali. (LHS)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Kami memandang kedua isu itu sangat penting dan mendesak untuk segera dibahas. Khususnya Pura Besakih sangat memerlukan badan tersebut supaya pengelolaannya menjadi lebih baik dan masyarakat sekitarnya bisa terbantu," kata Ketua PHDI Bali Dr I Gusti Ngurah Sudiana, di sela-sela acara tersebut, di Denpasar, Jumat.
Menurut dia, adanya Badan Otorita Besakih tersebut sekaligus dapat memberikan solusi dan mewakili masyarakat di sana ketika pura terbesar di Bali itu dihadapkan pada sejumlah persoalan seperti wisatawan masuk pura, kesulitan pendanaan, hingga pencurian di pura.
"Pembentukan badan itu juga merupakan rekomendasi dari beberapa hasil pesamuhan agung (rapat paripurna) dan mahasabha PHDI," ujarnya.
Sedangkan pembahasan Ranperda Arahan Zonasi dapat menjadi bahan bagi PHDI ketika dimintai pertimbangan oleh DPRD Provinsi Bali dan pihak eksekutif terkait apa yang boleh dan tidak boleh dibangun khususnya pada kawasan suci.
"Dengan adanya pemaparan dari para narasumber, tim ahli, dan tokoh-tokoh agama kami harapkan dapat dirumuskan solusi yang terbaik," ujar Sudiana.
Sementara itu, praktisi hukum I Wayan Sudirta sebagai pembicara dalam acara tersebut mengatakan penataan secara terencana di Pura Besakih sangat penting untuk menjaga kesucian pura dan kawasannya dalam jangka panjang.
"Meskipun Badan Otorita itu sangat penting sesuai rekomendasi pesamuhan agung PHDI, namun tetap harus dibentuk dengan sangat hati-hati dengan mempertimbangkan dasar hukumnya secara mendalam," ujarnya.
Sudirta yang juga anggota DPD itu menambahkan, Badan Otorita hendaknya diisi dengan personel yang memiliki integritas dan siap "ngayah" atau mengabdi dengan melibatkan unsur PHDI, Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP), Bendesa Desa Pakraman (pimpinan desa adat) Besakih, tokoh-tokoh agama dan adat, akademisi, serta kalangan pariwisata yang difasilitasi oleh Pemprov Bali serta pemkab/pemkot seluruh Bali.
"Pada tahap awal dapat dibentuk tim persiapan yang bertugas menyiapkan konsep-konsep dasar tentang penataan kawasan suci serta struktur Badan Otorita pada tahap berikutnya," ujarnya.
Sedangkan Acharya Agni Yoga Nanda, pembicara lainnya berpandangan idealnya Badan Otorita tersebut strukturnya berada di bawah PHDI.
"Karena sudah merupakan amanat dan hasil rekomendasi pesamuhan agung selama berkali-kali, maka seharusnya jangan ditunda-tunda lagi pembentukannya. Apalagi seringkali ada pihak yang menanyakan transparansi terhadap sumbangan-sumbangan saat pelaksanaan upacara di Besakih," ujarnya.
Pada acara tersebut juga menghadirkan narasumber lainnya yakni Ketua Dharma Adyaksa PHDI Pusat Ida Pedanda Ketut Sebali Tianyar Arimbawa. Acara diikuti oleh sejumlah sulinggih (pendeta Hindu), tokoh-tokoh agama, akademisi, dan perwakilan Bappeda Bali. (LHS)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014