Denpasar (Antara Bali) - Pemerintah Indonesia diminta memaksimalkan posisi tawar sebagai Ketua Konferensi Tingkat Menteri Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) di Bali, 3--6 Desember 2013, dengan mempertahankan proposal kelompok negara berkembang atau G-33.
"KTM WTO di Bali itu peluang besar bagi Indonesia, apalagi Indonesia juga ketua G-33. Posisi tawar itu yang harus dimaksimalkan," kata Bonnie Setiawan, pengamat ekonomi dari "Resistance and Alternatives to Globalization" (RAG), di Denpasar, Sabtu.
Sebagai ketua G-33 sekaligus penyelenggara KTM WTO, Indonesia harus bisa mendesak negara-negara maju agar menyetujui proposal yang di antaranya berisi tentang revisi aturan subsidi pemerintah terhadap sektor pertanian dari 10 persen menjadi 15 persen dari total produksi nasional.
"Kalau proposal itu tidak sampai `gol`, bencana bagi Indonesia dan 44 negara berkembang dan negara miskin yang tergabung dalam G-33," kata Bonnie usai acara bedah buku karyanya berjudul "WTO dan Perdagagan Abad 21" itu.
Terkait dengan kegagalan disepakatinya Paket Bali dalam Sidang Umum WTO di Jenewa, Swiss, pekan lalu, dia meminta Indonesia dan negara-negara lain tidak perlu merisaukannya.
"Mungkin ada strategi lain dari negara-negara maju di KTM WTO nanti. Strategi ini yang harus diantisipasi dengan baik," kata delegasi pada "Indonesian People Alliance" yang digelar di Denpasar terkait KTM WTO.
Dalam kesempatan itu, Bonnie meminta Indonesia meluruskan program ketahanan pangannya (food security) menjadi kedaulatan pangan (food sovereignty) pada KTM WTO. (LHS)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013
"KTM WTO di Bali itu peluang besar bagi Indonesia, apalagi Indonesia juga ketua G-33. Posisi tawar itu yang harus dimaksimalkan," kata Bonnie Setiawan, pengamat ekonomi dari "Resistance and Alternatives to Globalization" (RAG), di Denpasar, Sabtu.
Sebagai ketua G-33 sekaligus penyelenggara KTM WTO, Indonesia harus bisa mendesak negara-negara maju agar menyetujui proposal yang di antaranya berisi tentang revisi aturan subsidi pemerintah terhadap sektor pertanian dari 10 persen menjadi 15 persen dari total produksi nasional.
"Kalau proposal itu tidak sampai `gol`, bencana bagi Indonesia dan 44 negara berkembang dan negara miskin yang tergabung dalam G-33," kata Bonnie usai acara bedah buku karyanya berjudul "WTO dan Perdagagan Abad 21" itu.
Terkait dengan kegagalan disepakatinya Paket Bali dalam Sidang Umum WTO di Jenewa, Swiss, pekan lalu, dia meminta Indonesia dan negara-negara lain tidak perlu merisaukannya.
"Mungkin ada strategi lain dari negara-negara maju di KTM WTO nanti. Strategi ini yang harus diantisipasi dengan baik," kata delegasi pada "Indonesian People Alliance" yang digelar di Denpasar terkait KTM WTO.
Dalam kesempatan itu, Bonnie meminta Indonesia meluruskan program ketahanan pangannya (food security) menjadi kedaulatan pangan (food sovereignty) pada KTM WTO. (LHS)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013