Denpasar (Antara Bali) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mengingatkan Pemerintah Kota Denpasar supaya tetap mempertahankan ruang terbuka hijau sebagai komitmen keberpihakan Kota Layak Anak.
"Anak-anak butuh tempat beraktivitas, memanfaatkan waktu luang dan berkreasi. Dengan ada ruang terbuka hijau, anak-anak bisa bersosialisasi dengan lingkungan, bermain bersama temannya sehingga mengedepankan toleransi dan kreativitas," kata Asisten Deputi Pengembangan Kota Layak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak MA Budi Prabowo, di Denpasar, Senin.
Di berbagai kota di Indonesia, menurut dia, sekarang sudah banyak yang berkurang ruang terbukanya, akibatnya anak-anak lebih memilih permainan elektronik sehingga tidak mengenal lingkungan dan lebih bersifat individualistis.
"Saya bangga di Denpasar kekerasan terhadap anak rendah sekali dan mudah-mudahan ke depan tidak ada lagi. Yang namanya Kota Layak Anak intinya harus membebaskan anak untuk berkreasi," ujarnya saat menjadi pembicara pada seminar bertajuk Komitmen Kota Denpasar tentang Kota Ramah Anak dan Kota Ramah Lansia dan Ruang Terbuka Hijau dalam Kota Sehat itu.
Hanya saja, menurut dia, umumnya kota-kota yang sudah jadi, termasuk Denpasar dihadapkan berbagai kendala untuk pembangunan fisik membuat ruang terbuka hijau maupun menyediakan trotoar yang ramah anak. "Akan lebih mudah jika menata kota-kota yang baru dikembangkan," katanya.
Meskipun mengubah fisik relatif susah, ucap dia, bisa ditempuh dengan mengubah perilaku masyarakat sebagai bentuk komitmen terhadap anak.
Di luar penyediaan ruang terbuka hijau, misalnya dapat ditunjukkan dengan perilaku masyarakat dengan mengendarai motor jangan kencang-kencang di dekat tempat aktivitas anak-anak. "Bisa juga dengan penyediaan zebra cross dan zona selamat sekolah di sekitar tempat aktivitas anak-anak" katanya.
Pihaknya merasa bangga, Kota Denpasar sudah dua kali mendapat penghargaan Kota Layak Anak dengan kategori nindya.
"Di Indonesia, kategori ini hanya diperoleh empat kota yakni Kota Denpasar, Kota Surakarta, Surabaya, dan Kabupaten Badung," katanya.
Ia menambahkan, untuk indikator Kota Layak Anak, selain memenuhi 31 indikator yang ditetapkan dalam UU Konvensi Anak, juga harus ada visualisasi kota.
"Begitu masuk kota tersebut harus ada rasa nyaman, ada ruang-ruang terbuka, ada banjar (dusun) yang dimanfaatkan untuk aktivitas anak, ada poster yang berisi perlindungan pada anak, dan perubahan perilaku masyarakat terhadap anak supaya tidak melakukan kekerasan," kata Prabowo. (LHS)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013
"Anak-anak butuh tempat beraktivitas, memanfaatkan waktu luang dan berkreasi. Dengan ada ruang terbuka hijau, anak-anak bisa bersosialisasi dengan lingkungan, bermain bersama temannya sehingga mengedepankan toleransi dan kreativitas," kata Asisten Deputi Pengembangan Kota Layak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak MA Budi Prabowo, di Denpasar, Senin.
Di berbagai kota di Indonesia, menurut dia, sekarang sudah banyak yang berkurang ruang terbukanya, akibatnya anak-anak lebih memilih permainan elektronik sehingga tidak mengenal lingkungan dan lebih bersifat individualistis.
"Saya bangga di Denpasar kekerasan terhadap anak rendah sekali dan mudah-mudahan ke depan tidak ada lagi. Yang namanya Kota Layak Anak intinya harus membebaskan anak untuk berkreasi," ujarnya saat menjadi pembicara pada seminar bertajuk Komitmen Kota Denpasar tentang Kota Ramah Anak dan Kota Ramah Lansia dan Ruang Terbuka Hijau dalam Kota Sehat itu.
Hanya saja, menurut dia, umumnya kota-kota yang sudah jadi, termasuk Denpasar dihadapkan berbagai kendala untuk pembangunan fisik membuat ruang terbuka hijau maupun menyediakan trotoar yang ramah anak. "Akan lebih mudah jika menata kota-kota yang baru dikembangkan," katanya.
Meskipun mengubah fisik relatif susah, ucap dia, bisa ditempuh dengan mengubah perilaku masyarakat sebagai bentuk komitmen terhadap anak.
Di luar penyediaan ruang terbuka hijau, misalnya dapat ditunjukkan dengan perilaku masyarakat dengan mengendarai motor jangan kencang-kencang di dekat tempat aktivitas anak-anak. "Bisa juga dengan penyediaan zebra cross dan zona selamat sekolah di sekitar tempat aktivitas anak-anak" katanya.
Pihaknya merasa bangga, Kota Denpasar sudah dua kali mendapat penghargaan Kota Layak Anak dengan kategori nindya.
"Di Indonesia, kategori ini hanya diperoleh empat kota yakni Kota Denpasar, Kota Surakarta, Surabaya, dan Kabupaten Badung," katanya.
Ia menambahkan, untuk indikator Kota Layak Anak, selain memenuhi 31 indikator yang ditetapkan dalam UU Konvensi Anak, juga harus ada visualisasi kota.
"Begitu masuk kota tersebut harus ada rasa nyaman, ada ruang-ruang terbuka, ada banjar (dusun) yang dimanfaatkan untuk aktivitas anak, ada poster yang berisi perlindungan pada anak, dan perubahan perilaku masyarakat terhadap anak supaya tidak melakukan kekerasan," kata Prabowo. (LHS)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013