Denpasar (Antara Bali) - Dekan Fakultas Pertanian Universitas Dwijendra Denpasar Dr Gede Sedana menilai, salah satu kelemahan yang ditemukan Peraturan Daerah Provinsi Nomor 9 tahun 2012 tentang Subak adalah kurang memberikan jaminan pada pengelolaan air irigasi di sumber aliran sungai.

"Kondisi demikian sangat berpengaruh negatif terhadap subak yang lokasinya di hilir, sehingga pada saat terjadi pemanfaatan air irigasi yang di hulu untuk perluan di luar irigasi," kata Dr Sudana di Denpasar, Kamis.

Ia mencontohkan, pada aliran sungai yang kemudian dimanfaatkan untuk kepentingan industri maupun rekreasi atau air minum, dapat memungkinkan terjadinya kurangnya ketersediaan air irigasi bagi subak-subak di bagian hilir.

Oleh sebab itu Perda Subak hanya menekankan pada penatagunaan lahan, air dan tanaman dalam suatu subak, dan tidak mencakup subak-subak yang berada dalam satu daerah irigasi sepanjang aliran sungai.

Demikian pula pada BAB IX tentang tata guna lahan, air dan tanaman, yakni pasal 18 menyebutkan bahwa, setiap penggunaan lahan pertanian harus berkoordinasi dengan pekaseh.

Anggota subak yang akan melakukan alih fungsi lahan agar berkoordinasi dengan pekaseh dan mendapat persetujuan paruman subak. Setiap pemanfaatan air bagi kepentingan di luar subak, harus berkoordinasi dengan seluruh petani subak. (*/ADT)

Pewarta: Oleh I Ketut Sutika

Editor : I Nyoman Aditya T I


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013