Denpasar (Antara Bali) - Pengamat hukum Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar I Made Swastika Ekasana MAg menyoroti minimnya peran ahli hukum dalam kasus adat di Bali.
"Peran ahli hukum masih minim. Padahal seharusnya penanganan kasus adat memberikan tempat kepada pakar hukum," katanya di Denpasar, Selasa.
Ia mencontohkan kasus wanita yang melahirkan bayi kembar berjenis pria dan wanita atau "kembar buncing". Dalam aturan adat di Bali, wanita yang melahirkan bayi "kembar buncing" harus diasingkan ke desa lain atau menggelar upacara tertentu yang sudah ditetapkan oleh desa atau dusun adat.
"Mana ada perempuan yang mau melahirkan seperti itu? Ini menjadi kesalahan siapa? Mereka menerimanya karena kalau tidak, ke mana mereka harus mengadu?" kata Ekasana.
Menurut dia, aturan adat seperti itu jelas melanggar Has Asasi Manusia (HAM).
Demikian pula dengan pengucilan atau "kasepekang" bagi warga desa adat yang dianggap melanggar aturan adat. (WRA)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013
"Peran ahli hukum masih minim. Padahal seharusnya penanganan kasus adat memberikan tempat kepada pakar hukum," katanya di Denpasar, Selasa.
Ia mencontohkan kasus wanita yang melahirkan bayi kembar berjenis pria dan wanita atau "kembar buncing". Dalam aturan adat di Bali, wanita yang melahirkan bayi "kembar buncing" harus diasingkan ke desa lain atau menggelar upacara tertentu yang sudah ditetapkan oleh desa atau dusun adat.
"Mana ada perempuan yang mau melahirkan seperti itu? Ini menjadi kesalahan siapa? Mereka menerimanya karena kalau tidak, ke mana mereka harus mengadu?" kata Ekasana.
Menurut dia, aturan adat seperti itu jelas melanggar Has Asasi Manusia (HAM).
Demikian pula dengan pengucilan atau "kasepekang" bagi warga desa adat yang dianggap melanggar aturan adat. (WRA)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013