Denpasar (Antara Bali) - Kepala Biro Humas Pemerintah Provinsi Bali I Ketut Teneng mengatakan tim hukum gubernur mulai bergerak mempelajari dan mendalami berbagai pendapat yang berkembang dari hasil diskusi mengenai reklamasi Teluk Benoa pada Sabtu (3/8).
"Setelah digodok secara intern, nantinya Pemprov Bali juga akan membahasnya dengan DPRD Bali, dan mengundang sejumlah komponen serta praktisi hukum yang lebih berkompeten," katanya di Denpasar, Senin.
Pihaknya berharap dengan pembahasan secara lebih spesifik mampu menghasilkan solusi yang lebih baik. "Pak gubernur juga menyampaikan apresiasi dan terima kasih terhadap berbagai masukan baik berupa saran maupun kritik terkait rencana reklamasi Teluk Benoa yang mengemuka pada diskusi terbuka beberapa hari lalu itu," ujarnya.
Teneng menyitir beberapa penjelasan Gubernur Bali Made Mangku Pastika terkait dengan rencana reklamasi. Diharapkan semua komponen menyikapi rencana ini dengan jernih dan pikiran terbuka bahwa rencana ini berangkat dari pemikiran antisipasi jauh ke depan dan sama sekali tak identik dengan menjual Bali.
"Apanya yang dijual, justru kalau rencana ini bisa terealisasi, luas wilayah kita bertambah," katanya.
Ia juga mengurai sejumlah manfaat positif dari rencana reklamasi ini. Selain berfungsi sebagai daratan penyangga terkait mitigasi bencana tsunami, reklamasi juga menjadi salah satu solusi dari kecenderungan makin meningkatnya alih fungsi lahan produktif.
"Lebih dari itu, Bali juga akan menambah luas hutan jika rencana ini terwujud. Dari 838 hektare, 50 persen lahan hasil reklamasi akan dihijaukan. Artinya kita akan nambah hutan," ujarnya.
Di sisi lain, sektor ketenagakerjaan dan pengembangan destinasi pariwisata juga menjadi pertimbangan dari bergulirnya rencana reklamasi Teluk Benoa ini. Ia mengemukakan bahwa ada ribuan lulusan universitas dan sekolah kejuruan yang setiap tahunnya siap terjun ke dunia kerja.
"Jika tidak diantisipasi dengan upaya penambahan lapangan kerja baru, dalam lima hingga sepuluh tahun ke depan, kita akan bawa kemana anak-anak itu? Di samping itu, pariwisata Bali juga perlu alternatif destinasi baru untuk menarik kunjungan wisatawan," katanya.
Teneng menambahkan bahwa negara lain saja berlomba-lomba menambah destinasi baru. "Jika kita statis, kita akan ketinggalan," ucapnya.
Ia menegaskan bahwa SK yang dikeluarkan Gubernur Bali dengan Nomor 2138/02-C/HK/2012 tentang Pemberian Izin dan Hak Pemanfaatan, Pengembangan dan Pengelolaan Wilayah Perairan Teluk Benoa belumlah izin untuk melakukan kegiatan reklamasi.
"SK itu masih banyak batasan dan dibuat agar pihak investor bisa mulai bergerak melengkapi prasyarat yang dibutuhkan," katanya.
Dalam klausul keempat SK tersebut, PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI) selaku pemegang izin diwajibkan mengikuti dan mentaati prosedur perundangan yang berlaku, melakukan pengkajian terhadap pelaksanaan pembangunan kawasan daratan penyangga dan menyusun rencana kegiatan pemanfaatan, pengembangan danpengelolaan Teluk Benoa.
Selain itu, PT TWBI juga wajib menyusun Amdal, mengikutsertakan dan mempekerjakan masyarakat di tempat usahanya serta merehabilitasi kerusakan yang diakibatkan oleh kegiatan usahanya.
"Jadi prosesnya masih sangat panjang. Mari kita tunggu hasil kajian lebih teknis oleh lembaga berwenang," kata Teneng. (LHS)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013
"Setelah digodok secara intern, nantinya Pemprov Bali juga akan membahasnya dengan DPRD Bali, dan mengundang sejumlah komponen serta praktisi hukum yang lebih berkompeten," katanya di Denpasar, Senin.
Pihaknya berharap dengan pembahasan secara lebih spesifik mampu menghasilkan solusi yang lebih baik. "Pak gubernur juga menyampaikan apresiasi dan terima kasih terhadap berbagai masukan baik berupa saran maupun kritik terkait rencana reklamasi Teluk Benoa yang mengemuka pada diskusi terbuka beberapa hari lalu itu," ujarnya.
Teneng menyitir beberapa penjelasan Gubernur Bali Made Mangku Pastika terkait dengan rencana reklamasi. Diharapkan semua komponen menyikapi rencana ini dengan jernih dan pikiran terbuka bahwa rencana ini berangkat dari pemikiran antisipasi jauh ke depan dan sama sekali tak identik dengan menjual Bali.
"Apanya yang dijual, justru kalau rencana ini bisa terealisasi, luas wilayah kita bertambah," katanya.
Ia juga mengurai sejumlah manfaat positif dari rencana reklamasi ini. Selain berfungsi sebagai daratan penyangga terkait mitigasi bencana tsunami, reklamasi juga menjadi salah satu solusi dari kecenderungan makin meningkatnya alih fungsi lahan produktif.
"Lebih dari itu, Bali juga akan menambah luas hutan jika rencana ini terwujud. Dari 838 hektare, 50 persen lahan hasil reklamasi akan dihijaukan. Artinya kita akan nambah hutan," ujarnya.
Di sisi lain, sektor ketenagakerjaan dan pengembangan destinasi pariwisata juga menjadi pertimbangan dari bergulirnya rencana reklamasi Teluk Benoa ini. Ia mengemukakan bahwa ada ribuan lulusan universitas dan sekolah kejuruan yang setiap tahunnya siap terjun ke dunia kerja.
"Jika tidak diantisipasi dengan upaya penambahan lapangan kerja baru, dalam lima hingga sepuluh tahun ke depan, kita akan bawa kemana anak-anak itu? Di samping itu, pariwisata Bali juga perlu alternatif destinasi baru untuk menarik kunjungan wisatawan," katanya.
Teneng menambahkan bahwa negara lain saja berlomba-lomba menambah destinasi baru. "Jika kita statis, kita akan ketinggalan," ucapnya.
Ia menegaskan bahwa SK yang dikeluarkan Gubernur Bali dengan Nomor 2138/02-C/HK/2012 tentang Pemberian Izin dan Hak Pemanfaatan, Pengembangan dan Pengelolaan Wilayah Perairan Teluk Benoa belumlah izin untuk melakukan kegiatan reklamasi.
"SK itu masih banyak batasan dan dibuat agar pihak investor bisa mulai bergerak melengkapi prasyarat yang dibutuhkan," katanya.
Dalam klausul keempat SK tersebut, PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI) selaku pemegang izin diwajibkan mengikuti dan mentaati prosedur perundangan yang berlaku, melakukan pengkajian terhadap pelaksanaan pembangunan kawasan daratan penyangga dan menyusun rencana kegiatan pemanfaatan, pengembangan danpengelolaan Teluk Benoa.
Selain itu, PT TWBI juga wajib menyusun Amdal, mengikutsertakan dan mempekerjakan masyarakat di tempat usahanya serta merehabilitasi kerusakan yang diakibatkan oleh kegiatan usahanya.
"Jadi prosesnya masih sangat panjang. Mari kita tunggu hasil kajian lebih teknis oleh lembaga berwenang," kata Teneng. (LHS)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013