Sosok seniman sastra yang penuh daya kreativitas itu memiliki suara emas dalam mengumandangkan ayat-ayat suci agama Hindu, berupa kekawin, kekidung dan jenis metembang lagu daerah Bali lainnya.

Banyak warga masyarakat berguru kepadanya, sehingga mempunyai andil dalam mengembangkan dan melestarikan seni budaya Bali. Itulah sosok Anak Agung Gede Oka (87). pria kelahiran Banjar Jaya Maruti, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli.

Pria yang akrab disapa Gung Aji Oka itu memiliki kecintaan dan kepedulian terhadap pelestarian warisan seni budaya bangsa yang merupakan puncak-puncak dari seni-seni budaya daerah.

Kesenangannya sejak kecil itu dijadikan tuntunan, yang mampu memberikan ketenangan batin, sekaligus melengkapi kegiatan ritual yang digelar masyarakat dalam lingkungan desa adat (Pekraman) maupun di Pura, tempat suci umat Hindu.

Suami dari Jero Soka itu memiliki semboyanJangan sampai kehilangan jati diri, agar dasar budaya Bali tidak luntur yang ditularkan kepada warga masyarakat yang tertarik menekuni kegiatan mewirama.

Ayah dari dua putra masing-masing AA Putu Giri Widasna dan Ir AA Gede Dharma Yadnya itu itu memang sejak usia 14 tahun sudah menekuni seni sastra, antara lain Macepatan (Sekar Alit), Sekar Madya dan Sekar Ageng.

Mengumandangkan ayat-ayat suci agama Hindu, baik berupa kekawin, kekidung dan jenis metembang lagu daerah Bali lainnya merupakan bagian dari kesenangan yang dilakoninya.

Pria yang pernah bekerja sebagai juru masak pada sebuah hotel di objek wisata Kintamani itu tidak bisa lepas dari seni sastra daerah. Kalau ada karya besar atau piodalan di Pura atau masyarakat yang melaksanakan kegiatan ritual alunan suara Gung Aji Oka menjadi ciri khas yang dikumandangkan lewat pengeras suara.

Hal itu digeluti pria yang juga anggota veteran itu sebagai wujud bakti atas kecintaan dan kepedulian terhadap warisan seni budaya bangsa, yang bersumber dari puncak seni-seni budaya daerah.

Berkat prestasi, dedikasi dan pengabdiannya itu Anak Agung Gede Oka masuk nominasi salah seorang penerima Dharma Kusuma, penghargaan tertinggi dalam bidang seni dari Pemerintah Provinsi Bali berkaitan dengan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-55 Pemprov Bali, 14 Agustus 2013.

Kepala Seksi Perfilman dan Perizinan pada Dinas Kebudayaan Provinsi Bali I Wayan Dauh menjelaskan, Pemerintah Provinsi Bali membentuk satu tim untuk menyeleksi seniman yang dinilai berjasa terhadap pengembangan seni budaya Bali untuk memperoleh penghargaan tertinggi dalam bidang seni tersebut.

Tim beranggotakan dari instansi terkait antara lain Listibia, Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Dinas Pendidikan, Biro Kesra dan Dinas Kebudayaan. Pemerintah Kabupaten/kota di Bali telah melakukan seleksi dan mengusulkan sejumlah seniman di daerahnya untuk mendapat penghargaan Dharma Kusuma.

"Usulan dari kabupaten/kota itu kembali diseleksi oleh tim yang diketuai Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, karena usulan yang masuk cukup banyak sementara penghargaan hanya diberikan kepada 14 orang," ujar Wayan Dauh.

Tim melakukan seleksi secara ketat terhadap usulan dari delapan kabupaten dan satu kota di Bali, sehingga mereka yang menerima penghargaan tertinggi dalam bidang seni itu betul-betul mempunyai prestasi tinggi, dedikasi dan pengabdian untuk pelestarian seni budaya Bali.

Anak Agung Gede Oka yang tampak masih segar bugar pada usia senjanya itu tidak henti-hentinya belajar mendalami sastra agama yang sanggup memberikan tuntunan, kesenangan dan ketenangan batin.

Masyarakat sekitarnya juga terangsang untuk belajar mekawin dan mekidung, mengikuti jejak Gung Aji Oka yang pernah mengabdikan dirinya sebagai kelian banjar Jaya Maruti, Bangli.

Setelah itu mengabdikan diri menjadi Bendesa Adat Jaya Maruti selama sebelas tahun periode 1969-1980. Menjadi LKMD tahun 1980-1984. Aktif dalam aktivitas sosial kemasyarakatan hingga kini bergelut dalam sastra daerah Bali.

Lestari di Tengah Himpitan

Anak Agung Gede Oka hingga kini masih tetap aktif melatih dan membina generasi muda untuk mempelajari seni sastra, dengan harapan gending-gending Bali tetap lestari di tengah impitan pengaruh budaya asing di tengah perkembangan sektor pariwisata Bali yang pesat.

Proses pendidikan non formal itu mampu memudahkan bagi generasi muda dalam mempelajari pembacaan ayat-ayat suci agama Hindu serta mendalami parwa dan jenis pustaka lainnya dalam bentuk sloka dan Palawakya.

Semua itu berkat bimbingan dan kerja keras dari Gung Aji Oka untuk melestarikan seni budaya Bali kepada anak-anak muda. Meskipun berasal dari keluarga sederhana dari segi finansial, namun sangat getol mempelajari dan menekuni sastra daerah Bali, khususnya kesusastraan Bali klasik.

Belajar dari sejumlah lontar yang diwarisi dari leluhurnya mampu menularkan kepada masyarakat lingkungannya, disamping aktif dalam berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan.

Meskipun usianya semakin "senja", namun kreativitas, khususnya dalam bidang seni sastra, justru semakin mantap dan menambah tekadnya untuk lebih memberikan perhatian khusus terhadap pelestarian dan pengembangan sastra daerah Bali.

Semua itu, diharapkan dapat diwariskan kepada generasi mendatang, dengan harapan seni budaya Bali tetap kokoh dan berkembang di tengah pesatnya sektor pariwisata, harap Wayan Dauh. (LHS)

Pewarta: Oleh I Ketut Sutika

Editor : Ni Luh Rhismawati


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013