Denpasar (Antara Bali) - Sudah menjadi tugas pemerintah untuk menyejahterakan rakyatnya sehingga berbagai program pun ditempuh. Program tersebut disiapkan dengan besaran alokasi anggaran yang jumlahnya berbeda-beda sesuai dengan skala prioritas.

Namun, untuk efektivitas program belum tentu semuanya akan sesuai keinginan, kalau pemerintah tidak jeli memotret apa yang menjadi kebutuhan rakyatnya dan apalagi jika tak dibarengi dengan pengawasan yang ketat.

Kepala Biro Humas Pemprov Bali Ketut Teneng menilai ada kalanya suatu daerah sudah merasa diri paling hebat dan "gede rasa (GR)" menganggap paling pro rakyat, padahal jika dicermati anggaran pendapatan dan belanja daerahnya (APBD) bisa jadi lebih banyak untuk belanja pegawai.

"Oleh karena itu, kami perlu mencari perbandingan alokasi APBD daerah lain juga. Dari sana kita dapat mengambil hal-hal positif dan inovatif yang dapat diadopsi di Bali," ucapnya dalam kunjungan ke Pemprov Jawa Timur pada Kamis (18/7).

APBD Bali tahun anggaran 2013 yang disepakati sebesar Rp4,18 triliun, jika ditengok ternyata lebih dari Rp900 miliar dimanfaatkan untuk belanja hibah (Rp769,43 miliar) dan belanja bantuan sosial (Rp147,59 miliar). Jumlah tersebut meningkat dibandingkan pada 2012 yakni besaran hibah senilai Rp833,39 miliar dan bansos sebesar Rp26,56 miliar.

Belanja bansos itu antara lain digunakan untuk peningkatan pengembangan prasana dan sarana perdesaan, pemberdayaan usaha ekonomi terpadu, bansos kelompok usaha bersama (KUBE), beasiswa miskin, bantuan untuk tiap desa adat dan sebagainya. Sedangkan hibah dialokasikan untuk program Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM), program Gerakan Pembangunan Desa Terpadu (Gerbangsadu) Mandara dan sebagainya.

Khusus untuk penguatan struktur adat, dana Bantuan Keuangan Khusus (BKK) dan hibah yang dibagikan pada tahun ini dengan nilai total Rp229,12 miliar. Bantuan itu untuk membantu 1.480 desa adat dan 2.704 subak serta subak abian. Masing-masing desa pakraman tahun ini mendapat bantuan Rp100 juta dan subak/subak abian memperoleh Rp30 juta.

"Pemprov Bali memandang penting alokasi bansos dan hibah tertuju untuk penguatan struktur desa adat karena daerah kami sangat tergantung pada sektor pariwisata. Yang menjadi kelebihan Pulau Dewata adalah pariwisata budaya dan budaya itu melekat pada kehidupan masyarakat di desa pakraman," ujarnya.

Sedangkan bansos untuk program kartu beasiswa miskin saja, dialokasikan dana APBD Bali tahun anggaran 2013 sebesar Rp128,91 miliar lebih yang diberikan pada 104.587 siswa.

Beasiswa untuk jenjang SD diberikan kepada 56.245 siswa, dengan tiap siswa mendapatkan Rp620 ribu per tahun, jenjang SMP diberikan kepada 20.857 siswa dan tiap siswa memperoleh Rp890 ribu/tahun.

Sementara setiap siswa miskin dari jenjang pendidikan SMA berhak memperoleh beasiswa sebesar Rp2 juta dan beasiswa ini diberikan kepada 10.389 siswa SMA. Untuk siswa SMK masing-masing mendapatkan Rp3,2 juta per tahun dengan total jumlah penerima 17.096 siswa.

"Masih banyak lagi jenis beasiswa yang diperuntukkan bagi putra-putri yang berasal dari keluarga kurang mampu namun berprestasi di daerah kita seperti beasiswa penuh melanjutkan pendidikan pada sembilan SMK unggulan, beasiswa SMAN Bali Mandara, beasiswa di menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran Udayana dan sebagainya," ucap Teneng.

Dengan berbagai upaya itu, ucap Teneng, merupakan jalan bagi Pemprov Bali untuk menjadikan masyarakat makin sejahtera. Berbagai program pro-rakyat yang dilaksanakan juga telah dapat menurunkan angka kemiskinan di Pulau Dewata yang kini tinggal 3,9 persen atau terbaik nomor dua di Indonesia.

Berkaca dari Jatim

Pada kunjungan jajaran Humas Pemprov Bali beserta para awak media ke Pemprov Jatim belum lama ini, program Jalan Lain Untuk Kesejahteraan Masyarakat (Jalinkesra) menarik untuk dikaji dan diterapkan di Pulau Dewata.

Sekretaris Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Jawa Timur Moehammad Anas mengatakan disebut jalan lain karena program tersebut digunakan untuk menjangkau masyarakat yang belum tersentuh program kesejahteraan nasional.

Jalinkesra Jatim ditujukan bagi kaum lanjut usia, yakni mereka yang sudah berusia di atas 65 tahun lalu berhak mendapatkan bantuan per bulan sebesar Rp150 ribu dan bantuan beras 20 kilogram. Sengaja diambil kebijakan ini dengan harapan para lansia yang sudah tidak bisa mencari nafkah setidaknya tidak terlalu memberatkan keluarganya.

Selain itu, program Jalinkesra juga menyasar para penyandang disabilitas atau yang menderita kecacatan dengan mendapatkan bantuan Rp300 ribu per bulan.

Sementara itu jika dilihat APBD Jatim pada tahun anggaran 2013 yang sebesar Rp15,35 triliun, yang dialokasikan untuk bansos dan hibah persentasenya tidak begitu besar. Bansos dialokasikan sebesar Rp77 miliar dan hibah lebih dari Rp700 miliar.

Anas mengatakan, sesungguhnya bansos yang berasal dari APBD setempat hanya Rp77 miliar, namun dalam APBD tercantum besaran bansos secara keseluruhan mencapai hampir Rp3 triliun karena itu termasuk Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang diterima dari pemerintah pusat.

"Nilai hibah BOS untuk Jatim lebih dari Rp2,8 triliun, itu dari pemerintah pusat untuk pemerintah kabupaten/kota yang dilewatkan dalam APBD Provinsi Jatim," katanya.

Sistem pengawasan bansos dan hibah, ucap dia, sama dengan daerah lain mengacu pada Permendagri No 32 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial.

"Terkait dengan permintaan bansos dari masyarakat disampaikan kepada gubernur, selanjutnya gubernur mendisposisikan kepada satuan kerja perangkat daerah (SKPD ) terkait untuk diverifikasi. Pengawasan melekat pada SKPD sebagai verifikator dan pengawasan bisa berbeda sesuai dengan kewenangan, tugas, pokok serta fungsi lembaga bersangkutan," ujarnya.

Anas menegaskan, meskipun ada usulan hibah dan bansos yang didapat melalui reses anggota Dewan, kewenangan tetap di gubernur. Jika gubernur tidak berkenan maka tidak bisa dicairkan juga karena menyesuaikan dengan anggaran yang tersedia.

Hibah yang disalurkan pada intinya harus memenuhi unsur beberapa fungsi yakni fungsi kemasyarakatan yang menyangkut kegiatan keagamaan dan pendidikan, fungsi kesejahteraan rakyat terkait kerawanan sosial dan fungsi perekonomian seperti memberikan modal kerja.

Dikatakan pertumbuhan ekonomi di Jatim pada pada 2012 cukup tinggi yakni mencapai 7,22 persen. Pemerintah provinsi setempat menggunakan model pembangunan "double track" yaitu memacu pertumbuhan ekonomi dan sekaligus menurunkan kemiskinan. "Kami bersyukur keduanya bisa berhasil sehingga disparitas wilayah sudah semakin menyempit," ucapnya.(LHS/ADT)

Pewarta: Oleh Ni Luh Rhismawati

Editor : Ni Luh Rhismawati


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013