Jakarta (Antara Bali) - Penggunaan berlebihan terhadap perangkat layar sentuh seperti tablet dan smartphone bisa menghambat perkembangan anak.
Selain itu gadget bisa membuat penglihatan anak menjadi buruk serta membuatnya kecanduan.
Seperti dilansir asiaone, Rabu, Profesor Marjory Ebbeck mengatakan akan lebih baik jika anak bermain dengan permainan berteknologi rendah seperti mainan balok-balok susun.
Sebab permainan sederhana ini pada dasarnya membantu anak mengembangkan keterampilan motorik sehingga membentuk anak menjadi lebih mahir pada teknologi, ujar Direktur the Seed Institute's Centre of Research and Best Practices tersebut.
Studi terbaru ini dilaksanakan oleh Prof Marjory dan 5 peneliti lainnya dilakukan pada bulan Mei hingga Juli tahun lalu. Sekitar 1.058 orang tua dan anak dibawah usia 7 tahun dengan total 1.542 anak terlibat dalam penelitian ini.
Hasilnya ditemukan 66 persen anak berusia 2 tahun dan di bawah 2 tahun akrab dengan gadget atau permainan elektronik seperti smartphone dan tablet layar sentuh.
Sekitar 7 dari 10 orang tua mengatakan terdapat penurunan penglihatan pada anak-anak akibat alat canggih yang jadi mainan mereka.
Sementara itu, lebih dari setengah anak kecanduan gadget. Ini dilihat dari tingkah anak yang mengamuk ketika gadget tersebut diambil.
Dalam penelitian ini juga disampaikan bahwa 6 dari 10 orang tua yang disurvei percaya bahwa gadget tersebut dapat membantu keterampilan motorik anak mereka.
"Namun tetap saja, smartphone adalah perangkat dewasa dan bukan mainan anak-anak," ujar Prof Marjory yang pensiun dari University of South Australia pada 2009.
Ia mengatakan 'permainan digital' tidak dapat menggantikan efek dramatis dari permainan yang konkret atau permainan di luar rumah dimana kunci pertumbuhan holistik anak.
Misalnya saja berlari dan memanjat dapat memperkuat keterampilan motorik kasar pada anak. Sebab permainan ini melibatkan penggunaan otot yang lebih besar seperti pada otot kaki.
"Anak-anak mengembangkan kognitifnya melalui permainan imajinatif, seperti bermain peran," ujarnya.
Disamping itu, lanjutnya, anak dapat mengeksplorasi, bereksperimen, belajar mengenai penemuan dan bukannya terhambat oleh gadget di mana mereka dapat mengatur keadaannya.
"Anak-anak yang menggunakan gadget seperti tablet dan smartphone harus diawasi ketat," kata Prof Marjory.
Ia pun mengingatkan agar orang tua bisa menghindarkan anaknya untuk mengekspos perangkat ini, khususnya anak-anak di bawah usia 2 tahun.
Untuk itu, Prof Marjory akan membicarakan hal tersebut dalam rangkaian seminar yang diselenggarakan oleh Seed Institute mulai bulan depan.
Selain Prof Marjory, spesialis anak lainnya, dr Khoo Kim Choo, juga setuju dengan hal ini.
"Anak-anak harus berinteraksi dengan dunia nyata sejak awal. Dunia memiliki lebih banyak hal yang dapat ditawarkan pada anak dan mereka perlu belajar tentang alam dan sekitar mereka," terang dr Khoo.
Konsultan anak usia dini, Philip Koh mengatakan bahwa keterampilan sosial emosional dan bahasa tidak dapat dipelajari melalui gadget. Namun, beberapa permainan memang dapat memberikan keuntungan seperti meningkatkan kreativitas mereka dalam menggambar.
Sementara itu Kepala universitas SIM University jurusan pendidikan usia dini, Theresa Lu, berpendapat perangkat semacam itu dapat menjadi sarana belajar ekstra, jika digunakan sesuai dengan tujuan, makna, dan tahapan perkembangannya.
Seorang manajer penjualan Matthew Lee, adalah salah satu orang tua yang membiarkan anaknya bermain game, menonton video, dan membaca cerita melalui gadget setiap hari.
"Kenyataannya adalah orang tua yang bekerja memiliki waktu yang sedikit, sehingga iphone dapat membantu anak saya tetap tenang," ujar Matthew. (WRA)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013
Selain itu gadget bisa membuat penglihatan anak menjadi buruk serta membuatnya kecanduan.
Seperti dilansir asiaone, Rabu, Profesor Marjory Ebbeck mengatakan akan lebih baik jika anak bermain dengan permainan berteknologi rendah seperti mainan balok-balok susun.
Sebab permainan sederhana ini pada dasarnya membantu anak mengembangkan keterampilan motorik sehingga membentuk anak menjadi lebih mahir pada teknologi, ujar Direktur the Seed Institute's Centre of Research and Best Practices tersebut.
Studi terbaru ini dilaksanakan oleh Prof Marjory dan 5 peneliti lainnya dilakukan pada bulan Mei hingga Juli tahun lalu. Sekitar 1.058 orang tua dan anak dibawah usia 7 tahun dengan total 1.542 anak terlibat dalam penelitian ini.
Hasilnya ditemukan 66 persen anak berusia 2 tahun dan di bawah 2 tahun akrab dengan gadget atau permainan elektronik seperti smartphone dan tablet layar sentuh.
Sekitar 7 dari 10 orang tua mengatakan terdapat penurunan penglihatan pada anak-anak akibat alat canggih yang jadi mainan mereka.
Sementara itu, lebih dari setengah anak kecanduan gadget. Ini dilihat dari tingkah anak yang mengamuk ketika gadget tersebut diambil.
Dalam penelitian ini juga disampaikan bahwa 6 dari 10 orang tua yang disurvei percaya bahwa gadget tersebut dapat membantu keterampilan motorik anak mereka.
"Namun tetap saja, smartphone adalah perangkat dewasa dan bukan mainan anak-anak," ujar Prof Marjory yang pensiun dari University of South Australia pada 2009.
Ia mengatakan 'permainan digital' tidak dapat menggantikan efek dramatis dari permainan yang konkret atau permainan di luar rumah dimana kunci pertumbuhan holistik anak.
Misalnya saja berlari dan memanjat dapat memperkuat keterampilan motorik kasar pada anak. Sebab permainan ini melibatkan penggunaan otot yang lebih besar seperti pada otot kaki.
"Anak-anak mengembangkan kognitifnya melalui permainan imajinatif, seperti bermain peran," ujarnya.
Disamping itu, lanjutnya, anak dapat mengeksplorasi, bereksperimen, belajar mengenai penemuan dan bukannya terhambat oleh gadget di mana mereka dapat mengatur keadaannya.
"Anak-anak yang menggunakan gadget seperti tablet dan smartphone harus diawasi ketat," kata Prof Marjory.
Ia pun mengingatkan agar orang tua bisa menghindarkan anaknya untuk mengekspos perangkat ini, khususnya anak-anak di bawah usia 2 tahun.
Untuk itu, Prof Marjory akan membicarakan hal tersebut dalam rangkaian seminar yang diselenggarakan oleh Seed Institute mulai bulan depan.
Selain Prof Marjory, spesialis anak lainnya, dr Khoo Kim Choo, juga setuju dengan hal ini.
"Anak-anak harus berinteraksi dengan dunia nyata sejak awal. Dunia memiliki lebih banyak hal yang dapat ditawarkan pada anak dan mereka perlu belajar tentang alam dan sekitar mereka," terang dr Khoo.
Konsultan anak usia dini, Philip Koh mengatakan bahwa keterampilan sosial emosional dan bahasa tidak dapat dipelajari melalui gadget. Namun, beberapa permainan memang dapat memberikan keuntungan seperti meningkatkan kreativitas mereka dalam menggambar.
Sementara itu Kepala universitas SIM University jurusan pendidikan usia dini, Theresa Lu, berpendapat perangkat semacam itu dapat menjadi sarana belajar ekstra, jika digunakan sesuai dengan tujuan, makna, dan tahapan perkembangannya.
Seorang manajer penjualan Matthew Lee, adalah salah satu orang tua yang membiarkan anaknya bermain game, menonton video, dan membaca cerita melalui gadget setiap hari.
"Kenyataannya adalah orang tua yang bekerja memiliki waktu yang sedikit, sehingga iphone dapat membantu anak saya tetap tenang," ujar Matthew. (WRA)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013