Denpasar (Antara Bali) - Pemerintah Provinsi Bali mendapat bantuan satu unit mobil edukasi skizofrenia dari Janssen Indonesia untuk membantu perawatan dan sosialisasi keliling penderita gangguan kejiwaan di daerah itu.
"Dengan mobil ini kami harap dalam setahun ke depan terdapat perubahan signifikan pada cara pandang masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa berat (skizofrenoia) dan terpenting semakin banyak penderita yang kembali produktif terjun ke masyarakat," kata General Manager Janssen Indonesia Mada Shinta Dewi di sela-sela penyerahan bantuan mobil itu, di Denpasar, Rabu.
Mobil edukasi skizofrenia itu secara simbolis diserahkan oleh Shinta Dewi kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali dr Ketut Suarjaya, didampingi Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan Diah Setia Utami.
Ia mengemukakan mobil yang diserahkan itu dilengkapi sarana informasi seperti televisi, video, poster dan brosur yang berisi informasi seputar skizofrenia dan gangguan jiwa berat lainnya.
"Ketika mobil edukasi ini berkeliling ke berbagai daerah di Bali, seorang petugas juga akan ikut memberikan penjelasan langsung tentang perawatan dan pengobatan langsung kepada masyarakat. Bali juga kami pandang memiliki komitmen yang sangat kuat terhadap kesehatan jiwa baik dari sisi pemerintah maupun instansi kesehatan terkait," ucapnya.
Acara serah terima itu, lanjut dia, juga merupakan rangkaian dari Program Pelatihan Penatalaksanaan Kesehatan Jiwa pada 3-4 Juni 2013 yang sudah diselenggarakan melalui kerja sama Kementerian Kesehatan, Persatuan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) dan Janssen Indonesia.
Program itu telah diikuti sekitar 60 dokter spesialis kedokteran jiwa dan dokter umum dari berbagai puskesmas di Bali.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali dr Ketut Suarjaya menyambut positif bantuan mobil tersebut karena memang untuk menangani masalah gangguan jiwa perlu kerja sama berbagai pihak.
Di Bali jumlah penderita gangguan jiwa berat yang sudah mendapatkan pengobatan sekitar 8.000 orang dan tidak menutup kemungkinan masih ada penderita di luar itu. Jika penderita gangguan jiwa dibiarkan akan berakibat menjadi beban ekonomi bagi dirinya sendiri dan lingkungan.
Suarjaya menyebut Pemprov Bali sudah mengambil berbagai langkah penanganan seperti pengobatan yang ditanggung melalui Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM), program Bali Bebas Pasung 2014, program kesehatan jiwa terintegrasi, perawatan keliling, bedah rumah dan sebagainya.
Sedangkan Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan Diah Setia Utami mengatakan dengan bertambah kompleksnya kondisi politik, sosial dan ekonomi saat ini tingkat risiko munculnya tekanan dan stres menjadi meningkat yang merupakan bibit awal munculnya gangguan jiwa.
"Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar 2007 saja, penderita gangguan jiwa berat di Indonesia telah mencapai 0,46 persen dari populasi atau sekitar 1.093.150 orang. Dari jumlah itu hanya 3,5 persen atau 38.260 orang yang tercatat mendapat pengobatan memadai," ujarnya.
Oleh karena itu, kemitraan antara swasta dan pemerintah untuk edukasi publik skizofrenia sangat besar peranannya dalam menyadarkan masyarakat akan risiko yang ada. "Edukasi perlu diperkuat di tengah stigma di masyarakat yang masih kuat padahal penderita gangguan jiwa sebenarnya masih bisa produktif," kata Diah. (LHS)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013
"Dengan mobil ini kami harap dalam setahun ke depan terdapat perubahan signifikan pada cara pandang masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa berat (skizofrenoia) dan terpenting semakin banyak penderita yang kembali produktif terjun ke masyarakat," kata General Manager Janssen Indonesia Mada Shinta Dewi di sela-sela penyerahan bantuan mobil itu, di Denpasar, Rabu.
Mobil edukasi skizofrenia itu secara simbolis diserahkan oleh Shinta Dewi kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali dr Ketut Suarjaya, didampingi Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan Diah Setia Utami.
Ia mengemukakan mobil yang diserahkan itu dilengkapi sarana informasi seperti televisi, video, poster dan brosur yang berisi informasi seputar skizofrenia dan gangguan jiwa berat lainnya.
"Ketika mobil edukasi ini berkeliling ke berbagai daerah di Bali, seorang petugas juga akan ikut memberikan penjelasan langsung tentang perawatan dan pengobatan langsung kepada masyarakat. Bali juga kami pandang memiliki komitmen yang sangat kuat terhadap kesehatan jiwa baik dari sisi pemerintah maupun instansi kesehatan terkait," ucapnya.
Acara serah terima itu, lanjut dia, juga merupakan rangkaian dari Program Pelatihan Penatalaksanaan Kesehatan Jiwa pada 3-4 Juni 2013 yang sudah diselenggarakan melalui kerja sama Kementerian Kesehatan, Persatuan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) dan Janssen Indonesia.
Program itu telah diikuti sekitar 60 dokter spesialis kedokteran jiwa dan dokter umum dari berbagai puskesmas di Bali.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali dr Ketut Suarjaya menyambut positif bantuan mobil tersebut karena memang untuk menangani masalah gangguan jiwa perlu kerja sama berbagai pihak.
Di Bali jumlah penderita gangguan jiwa berat yang sudah mendapatkan pengobatan sekitar 8.000 orang dan tidak menutup kemungkinan masih ada penderita di luar itu. Jika penderita gangguan jiwa dibiarkan akan berakibat menjadi beban ekonomi bagi dirinya sendiri dan lingkungan.
Suarjaya menyebut Pemprov Bali sudah mengambil berbagai langkah penanganan seperti pengobatan yang ditanggung melalui Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM), program Bali Bebas Pasung 2014, program kesehatan jiwa terintegrasi, perawatan keliling, bedah rumah dan sebagainya.
Sedangkan Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan Diah Setia Utami mengatakan dengan bertambah kompleksnya kondisi politik, sosial dan ekonomi saat ini tingkat risiko munculnya tekanan dan stres menjadi meningkat yang merupakan bibit awal munculnya gangguan jiwa.
"Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar 2007 saja, penderita gangguan jiwa berat di Indonesia telah mencapai 0,46 persen dari populasi atau sekitar 1.093.150 orang. Dari jumlah itu hanya 3,5 persen atau 38.260 orang yang tercatat mendapat pengobatan memadai," ujarnya.
Oleh karena itu, kemitraan antara swasta dan pemerintah untuk edukasi publik skizofrenia sangat besar peranannya dalam menyadarkan masyarakat akan risiko yang ada. "Edukasi perlu diperkuat di tengah stigma di masyarakat yang masih kuat padahal penderita gangguan jiwa sebenarnya masih bisa produktif," kata Diah. (LHS)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013