Denpasar (Antara Bali) - Radio Republik Indonesia (RRI) Stasiun Denpasar yang mengudara sejak 9 Nopember 1950 atau 63 tahun yang silam mendapat perhatian khusus dari masyarakat dan seniman di Pulau Dewata.

RRI menjadi wahana dan media bagi masyarakat untuk berkesenian dan melakukan ekspresi kesenian secara luas melalui siaran yang dapat dijangkau secara meluas hingga pelosok pedesaan.

"Lewat siaran RRI itulah mendorong munculnya berbagai kelompok kesenian, baik tradisional maupun modern yang menghiasi udara siaran radio," Kepala RRI Stasiun Denpasar Herman Zuhdi.

Tokoh-tokoh Keluarga Kesenian Bali (KKB) generasi pertama antara lain Nyoman Ridet dari Padangsambian, Wayan Rindi seniman tari dari Banjar Lebah Denpasar, I Gusti Putu Made Geria, seniman tabuh dari Buagan Denpasar serta dalang terkenal Ida Bagus Ngurah dari Buduk dan I Gusti Kompyang Gelas tokoh Arja dan Cak dari Gianyar.

Tokoh-tokoh seniman itu dikenal luas masyarakat Bali, karena karya-karya pada zamannya itu sering menjadi duta seni ke mancanegara untuk memperkenalkan seni budaya Bali.

Kesenian arja, yakni dramatari dan tembang daerah tradisional sejak awal RRI mengudara di Bali hingga sekarang tetap diganderungi masyarakat dari semua umur dan berbagai latar belakang.

Oleh sebab itu acara dramatari arja tetap disiarkan setiap hari Minggu jam 10.00-12.00 Wita. Dan siaran tersebut menjadi ciri bahwa setiap hari Minggu jam 10.00-12.00 Wita ada siaran Arja di RRI Denpasar.

Keluarga Kesenian Bali RRI Denpasar dalam melestarikan seni budaya Bali, selain memproduksi dramatari juga gaguritan, palawakya, taman penasaran serta ikut membina masyarakat dalam seni olah vokal dalam acara dagang gantal dan tembang warga.

Dalam melestarikan seni budaya Bali, KKB RRI Denpasar senantiasa melakukan dharma bhaktinya kepada masyarakat dalam bentuk pesantian dan tabuh gamelan gong ke masyarakat dan Pura serta berperanserta secara aktif menyukseskan Pesta Kesenian Bali (PKB) dari tahun ke tahun yang kini akan menginjak tahun ke-35.


Kearifan Lokal

Guru besar Fakultas Sastra Universitas Udayanana Prof Dr I Nyoman Darma Putra yang melakukan penelitian dan mengkaji siaran budaya RRI Stasiun Denpasar selama 14 tahun menilai, pembacaan ayat-ayat suci agama Hindu (kekidung) dalam acara interaktif sangat membantu dalam mempopulerkan nilai-nilai kearifan lokal.

Siaran interaktif kekidung yang sangat diminati masyarakat dari semua golongan itu mampu melestarikan tradisi menembangkan teks-teks sastra tradisional atau "magegitaan" sekaligus menggalakkan penggunaan bahasa daerah Bali.

Kidung interaktif menjadi ruang publik bagi masyarakat Pulau Dewata yang memiliki fungsi menghibur, sekaligus mendiskusikan isu-isu aktual, karena dalam acara udara menggunakan saluran telepon itu, penembang melantunkan lagu baris demi baris, dan diiringi dengan penafsiran baris demi baris pula oleh si penafsir.

"Penafsirna itu dilakukan secara kontekstual, tidak saja mengaitkan ke konteks nilai

agama dan budaya, namun juga dengan konteks perkembangan sosial dan politik, termasuk menjelang pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah (Pilkada)," tutur Prof Darma Putra.

Dengan demikian kegiatan "megeguritan" dalam kehidupan sehari-hari di Bali sangat memasyarakat, padahal semula hanya untuk pengiring upacara agama yang penggemar sangat terbatas pada orang-orang tua.

Namun sejak tampilnya di media penyiaran, khususnya RRI acara interaktif kini berkembang pesat dengan jumlah penggemar yang sangat banyak. Penggemar tersebut termasuk dalam lingkungan perkantoran, sekolah-sekolah serta perusahaan swasta.

Berkat penelitiannya itu pula Darma Putra awal Maret lalu mendapat kepercayaan menjadi pembicara dalam seminar di Asia Research Institute (ARI), National University of Singapore di Singapura.

Kegiatan bertaraf internasional itu melibatkan ratusan peserta dari berbagai negara di belahan dunia.

Darma Putra membawakan ertas kerjanya berjudul "Popularizing Religious Values through Textual Singing on Interactive Radio and TV Programs in Bali".

Ia memaparkan bahwa, sejak era reformasi yang membuka kebebasan berekspresi, media penyiaran (elektornik) di Pulau Dewata membuka program dialog interaktif.

Program siaran langsung interaktif itu dikemas dalam interaktif yang diisi dengan menembangkan dan mengartikan tembang-tembang tradisional Bali seperti gaguritan.

Di Pulau Dewata kini ada sekitar 12 stasiun radio, termasuk RRI dan dua saluran televisi yang membuka acara kidung interaktif. Sejak tampilnya "magegitaan" di media penyiaran kini berkembang pesat dengan jumlah penggemar yang sangat banyak.

Demikian juga berkembang dalam lingkungan instansi Pemerintah, sekolah-sekolah serta perusahaan swasta ikut ambil bagian mempromosikan kegiatan "magegitaan" lewat berbagai kompetisi sehingga kelompok tembang hadir bagai jamur di musim hujan.

Di sekolah, kantor pemerintah, perusahaan hotel dan restoran, kantor bank, dan seterusnya kini pasti terdapat kelompok "magegitaan" disamping hampir di seluruh desa adat (Pekraman) di Pulau Dewata.

Di Bali terdapat 1.480 desa pakraman dan jika diprediksi masing-masing desa adat memiliki lima kelompok kekidung, sehingga di Pulau Dewata terdapat lebih dari 7.000 kelompok tembang.

Mereka melakukan kegiatan untuk upacara agama dan sebagian juga mengisi acara-acara kidung interaktif di radio dan TV sebagai hiburan.

Kehidupan tradisi `magegitaan` yang dulu sepi peminat, kini menjadi sangat semarak berkat radio dan tv, ujar Darma Putra. (*/ADT)

Pewarta: Oleh : I Ketut Sutika

Editor : I Nyoman Aditya T I


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013