Denpasar (Antara Bali) - Seorang psikolog mengemukakan bahwa kaum perempuan Indonesia cenderung memiliki sikap mendua saat menghadapi kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilakukan oleh suaminya.

"Perempuan itu ambigu dalam menghadapi masalah ini. Ia sebetulnya tidak senang dengan perlakuan kekerasan itu, tapi di sisi lain melekat keyakinan mengenai pengabdian pada suami," kata Tika Bisono pada seminar nasional mengenai KDRT di Denpasar, Kamis.

Seminar yang digelar LKBH Talitha bekerja sama dengan BEM Fakultas Hukum Undiknas Denpasar itu juga menghadirkan guru besar FH Unpad Bandung Prof Dr Eman Suparman SH, MH, Kepala Subbidang Bantuan Hukum pada Bagian Pembinaan Hukum Polda Bali AKBP I Nyoman Arthana dan advokat Nuryanto, SH, MH.

Menurut Tika, pada saat menghadapi perlakukan itu, perempuan mengalami perang batin yang luar biasa dan sulit untuk segera bisa keluar dari kondisi tersebut. Apalagi, orang tua dan mertua cenderung tidak memberikan pembelaan pada dirinya.

"Biasanya orang tua dan mertua malah bilang, sabar. Itu karena orang tua dan mertua juga pernah mengalami hal yang sama dulunya," kata psikolog yang juga dikenal sebagai artis ini.

Ia mengemukakan, berbagai kendala dihadapi perempuan di Indonesia, sehingga mereka enggan untuk melapor ke polisi jika mendapatkan perlakuan KDRT. Kendala itu, antara lain, mereka takut dipersalahkan sebagai istri yang tidak sabar serta takut dianggap tidak "becus" mengurus suami dan rumah tangga.

"Selain itu perempuan sering berada dalam posisi ketergantungan pada pasangannya, baik secara emosional maupun ekonomi. Perempuan itu berpikir, saya kan sudah dibelikan rumah, anak-anak sudah disekolahkan ke luar negeri," kata Tika Bisono.

Dari sisi pelaku sendiri, katanya, juga menghadapi kendala untuk menghapus KDRT. Suami yang bermasalah sehingga melakukan KDRT juga cenderung "bertahan" dan malu untuk melakukan terapi berkaitan dengan masalahnya itu.

"Saya heran, mengapa suami itu gengsi?. Kan yang tahu masalahnya cuma istri dan terapisnya. Masalahnya, seringkali kalangan suami juga merasa 'tidak sakit'," katanya.

Pada kesempatan itu Tika mengemukakan bahwa korban KDRT harus diberikan pendampingan dan dukungan sosial dalam memahami dan menghargai diri sendiri. Mereka juga perlu didukung dalam melatih diri bertindak positif dan menerima perlakuan positif pula.(*)

Pewarta:

Editor : Masuki


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2010