Nusa Dua (Antara Bali) - Indonesia hampir merampungkan rancangan final mekanisme penghitungan dan penerapan pengurangan gas emisi asal deforestasi dan degradasi (REDD) yang akan dibawa ke fora internasional soal lingkungan.
"Beberapa kabupaten di Indonesia telah menerapkannya. Secara mudah, dana untuk REDD ini akan diberikan sekitar 20 persen bagi masyarakat setempat dan ini salah satu adopsi penghitungan yang akan kita finalisasi," kata Deputi Menteri Negara Lingkungan Hidup, Masneliati Hilman, kepada ANTARA di Nusa Dua, Bali, Rabu.
Finalisasi rancangan mekanisme penghitungan REDD menurut Indonesia itu, katanya, sedang digodok antarkementerian dan pemangku kepentingan yang terlibat. Salah satu alasannya karena sifat penghitungan di tiap wilayah berbeda-beda dan tidak bisa dipukul rata begitu saja.
Presiden Susilo B Yudhoyono pada Rabu menutup secara resmi Konferensi Lanjutan Istimewa Para Pihak Konvensi Basel, Rotterdam, dan Stockholm (ExCOP), sekaligus membuka Pertemuan ke-11 Sesi Khusus Dewan Pemerintahan UNEP/Pertemuan Menteri Lingkungan Hidup Global (GC-UNEP/GMEF) di Nusa Dua.
Dalam sambutannya, Yudhoyono membuka wacana tentang pentingnya pembangunan berparadigma baru, yaitu berpihak pada kaum miskin, menciptakan lapangan kerja, dan mendorong pertumbuhan ekonomi (pro poor, pro jobs, and pro growth).
Untuk paradigma pembangunan terakhir ini, Yudhoyono menawarkan konsep pembangunan dan pertumbuhan ekonomi berbasis lingkungan atau "green economy", yang menyeimbangkan pembangunan dan pelestarian lingkungan.
Menurut Hilman, mekanisme penghitungan perdagangan karbon dalam kerangka REDD yang ditawarkan Indonesia bisa menjadi salah satu alternatif pemenuhan paradigma ekonomi hijau itu.
"Selama ini penghitungan perdagangan karbon itu memakai basis data citra satelit, apakah satu kawasan itu berubah tutupan vegetasinya atau tetap. Inilah yang dilakukan Brazil dan dicoba ditawarkan dalam pertemuan 'Forest Eleven' semalam," katanya.
Walaupun Indonesia belum mengadopsi teknologi pencitraan itu secara baik, katanya, namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa di lima kabupaten di Indonesia cakupan vegetasinya meningkat satu persen pada tahun lalu.
"Untuk menuju ke tahap penurunan emisi 26 persen pada 2020, kita juga sudah melakukan pembaruan sistem fiskal. Proyek-proyek yang pro lingkungan diberikan kebijakan fiskal khusus sebagai stimulan," katanya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2010
"Beberapa kabupaten di Indonesia telah menerapkannya. Secara mudah, dana untuk REDD ini akan diberikan sekitar 20 persen bagi masyarakat setempat dan ini salah satu adopsi penghitungan yang akan kita finalisasi," kata Deputi Menteri Negara Lingkungan Hidup, Masneliati Hilman, kepada ANTARA di Nusa Dua, Bali, Rabu.
Finalisasi rancangan mekanisme penghitungan REDD menurut Indonesia itu, katanya, sedang digodok antarkementerian dan pemangku kepentingan yang terlibat. Salah satu alasannya karena sifat penghitungan di tiap wilayah berbeda-beda dan tidak bisa dipukul rata begitu saja.
Presiden Susilo B Yudhoyono pada Rabu menutup secara resmi Konferensi Lanjutan Istimewa Para Pihak Konvensi Basel, Rotterdam, dan Stockholm (ExCOP), sekaligus membuka Pertemuan ke-11 Sesi Khusus Dewan Pemerintahan UNEP/Pertemuan Menteri Lingkungan Hidup Global (GC-UNEP/GMEF) di Nusa Dua.
Dalam sambutannya, Yudhoyono membuka wacana tentang pentingnya pembangunan berparadigma baru, yaitu berpihak pada kaum miskin, menciptakan lapangan kerja, dan mendorong pertumbuhan ekonomi (pro poor, pro jobs, and pro growth).
Untuk paradigma pembangunan terakhir ini, Yudhoyono menawarkan konsep pembangunan dan pertumbuhan ekonomi berbasis lingkungan atau "green economy", yang menyeimbangkan pembangunan dan pelestarian lingkungan.
Menurut Hilman, mekanisme penghitungan perdagangan karbon dalam kerangka REDD yang ditawarkan Indonesia bisa menjadi salah satu alternatif pemenuhan paradigma ekonomi hijau itu.
"Selama ini penghitungan perdagangan karbon itu memakai basis data citra satelit, apakah satu kawasan itu berubah tutupan vegetasinya atau tetap. Inilah yang dilakukan Brazil dan dicoba ditawarkan dalam pertemuan 'Forest Eleven' semalam," katanya.
Walaupun Indonesia belum mengadopsi teknologi pencitraan itu secara baik, katanya, namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa di lima kabupaten di Indonesia cakupan vegetasinya meningkat satu persen pada tahun lalu.
"Untuk menuju ke tahap penurunan emisi 26 persen pada 2020, kita juga sudah melakukan pembaruan sistem fiskal. Proyek-proyek yang pro lingkungan diberikan kebijakan fiskal khusus sebagai stimulan," katanya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2010