Sekretaris Daerah (Sekda) Pemerintah Provinsi Bali Dewa Made Indra mengakui pihaknya merasa dilema membiayai atau tidak pemulangan pekerja migran Indonesia (PMI) asal Buleleng yang diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Myanmar.
Sekda Dewa Made Indra di Denpasar, Rabu, mengatakan untuk memulangkan Kadek Agus Ariawan dan Nengah Sunaria memerlukan biaya tak sedikit, tetapi di sisi lain keduanya adalah warga Bali yang harus dibantu.
“Biayanya tidak murah, pesawat bisa dua kali terbang, kalau Pemprov Bali biayai dilema, di satu sisi warga Bali harus dilindungi, di sisi lain kita membenarkan orang berangkat secara ilegal,” kata dia.
Pemprov Bali menyimpan ketakutan apabila pemerintah mudah memulangkan PMI Buleleng diduga korban TPPO itu nantinya muncul lagi kasus serupa sebab masyarakat tidak takut menggunakan agen ilegal.
“Posisi kami susah, tidak kami biayai nanti dibilang masyarakat tidak ada bantuan dari pemprov, tetapi kalau dibiayai orang akan berangkat terus ke luar negeri melalui jalur-jalur ilegal karena berpikir tidak apa-apa karena pemprov memulangkan,” ujar Dewa Indra.
Untuk itu Pemprov Bali lebih mengutamakan upaya mengenalkan agen resmi ke calon PMI, dimana informasi terkait sudah gencar disebarkan oleh dinas ketenagakerjaan tiap kabupaten/kota dan provinsi.
Sekda Dewa Indra sendiri mengaku bingung masih ada warganya yang terjebak dalam kasus TPPO, masih ada yang memberanikan diri berangkat ke luar negeri tanpa mencari tahu rekam jejak dan izin dari agen penyalur.
Menurut dia, apabila PMI berangkat dengan agen resmi yang mendapat izin pemerintah dan namanya termuat pada portal ketenagakerjaan maka akan mudah ketika muncul kasus dugaan TPPO atau masalah di luar negeri.
“Kalau berangkat dengan agen resmi ada masalah di sana pasti menjadi tanggung jawab agen itu dan tercatat di BP2MI dan Kementerian luar negeri sehingga lebih mudah karena diketahui lokasinya, posisi bekerja, dan gaji berapa,” kata dia
“Ayolah berangkat bekerja menggunakan jalur-jalur itu (resmi) supaya kalau ada masalah di luar negeri baik hukum atau keuangan lebih mudah di urus,” sambungnya.
Sebagai informasi, dua orang PMI Buleleng yang diduga menjadi korban TPPO adalah Kadek Agus Ariawan atau Agus Moncot dan Nengah Sunaria.
Kasus keduanya pertama kali viral melalui video yang menampilkan mereka meminta tolong karena disiksa, disekap, disetrum dan bekerja sepanjang waktu tanpa gaji, tanpa makan.
Dalam video yang beredar keduanya juga meminta tolong kepada Presiden Jokowi hingga Prabowo, agar dapat dipulangkan dari Myanmar.
Baca juga: Imigrasi Denpasar dirikan desa binaan cegah TPPO
Baca juga: Komnas HAM tekankan pentingnya literasi digital untuk cegah TPPO
Baca juga: Gubernur Bali usul sindikat dan pelaku TPPO ditambah jeratan pidananya
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024
Sekda Dewa Made Indra di Denpasar, Rabu, mengatakan untuk memulangkan Kadek Agus Ariawan dan Nengah Sunaria memerlukan biaya tak sedikit, tetapi di sisi lain keduanya adalah warga Bali yang harus dibantu.
“Biayanya tidak murah, pesawat bisa dua kali terbang, kalau Pemprov Bali biayai dilema, di satu sisi warga Bali harus dilindungi, di sisi lain kita membenarkan orang berangkat secara ilegal,” kata dia.
Pemprov Bali menyimpan ketakutan apabila pemerintah mudah memulangkan PMI Buleleng diduga korban TPPO itu nantinya muncul lagi kasus serupa sebab masyarakat tidak takut menggunakan agen ilegal.
“Posisi kami susah, tidak kami biayai nanti dibilang masyarakat tidak ada bantuan dari pemprov, tetapi kalau dibiayai orang akan berangkat terus ke luar negeri melalui jalur-jalur ilegal karena berpikir tidak apa-apa karena pemprov memulangkan,” ujar Dewa Indra.
Untuk itu Pemprov Bali lebih mengutamakan upaya mengenalkan agen resmi ke calon PMI, dimana informasi terkait sudah gencar disebarkan oleh dinas ketenagakerjaan tiap kabupaten/kota dan provinsi.
Sekda Dewa Indra sendiri mengaku bingung masih ada warganya yang terjebak dalam kasus TPPO, masih ada yang memberanikan diri berangkat ke luar negeri tanpa mencari tahu rekam jejak dan izin dari agen penyalur.
Menurut dia, apabila PMI berangkat dengan agen resmi yang mendapat izin pemerintah dan namanya termuat pada portal ketenagakerjaan maka akan mudah ketika muncul kasus dugaan TPPO atau masalah di luar negeri.
“Kalau berangkat dengan agen resmi ada masalah di sana pasti menjadi tanggung jawab agen itu dan tercatat di BP2MI dan Kementerian luar negeri sehingga lebih mudah karena diketahui lokasinya, posisi bekerja, dan gaji berapa,” kata dia
“Ayolah berangkat bekerja menggunakan jalur-jalur itu (resmi) supaya kalau ada masalah di luar negeri baik hukum atau keuangan lebih mudah di urus,” sambungnya.
Sebagai informasi, dua orang PMI Buleleng yang diduga menjadi korban TPPO adalah Kadek Agus Ariawan atau Agus Moncot dan Nengah Sunaria.
Kasus keduanya pertama kali viral melalui video yang menampilkan mereka meminta tolong karena disiksa, disekap, disetrum dan bekerja sepanjang waktu tanpa gaji, tanpa makan.
Dalam video yang beredar keduanya juga meminta tolong kepada Presiden Jokowi hingga Prabowo, agar dapat dipulangkan dari Myanmar.
Baca juga: Imigrasi Denpasar dirikan desa binaan cegah TPPO
Baca juga: Komnas HAM tekankan pentingnya literasi digital untuk cegah TPPO
Baca juga: Gubernur Bali usul sindikat dan pelaku TPPO ditambah jeratan pidananya
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024