Dinas Kesehatan (Dinkes) Bali melakukan pengawasan jajanan sekolah dengan inspeksi rutin 6 bulan sekali menyikapi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
“Pengawasan dilakukan melalui inspeksi kesehatan lingkungan (IKL), kegiatan pemeriksaan dan pengamatan secara langsung terhadap media lingkungan berdasarkan standar, norma, dan baku mutu yang berlaku,” kata Plt Kepala Bidang P2P Dinkes Bali Anak Agung Sagung Mas Dwipayani di Denpasar, Selasa.
Ia mengatakan inspeksi ini untuk meningkatkan kualitas lingkungan yang sehat, namun karena banyaknya tempat fasilitas umum termasuk sekolah maka disarankan pihak sekolah melakukan inspeksi mandiri setidaknya sebulan sekali.
Dari inspeksi yang dilakukan, Dinkes Bali dapat melakukan pengambilan sampel, khususnya di sekolah yang memiliki faktor risiko sebagai lokasi prioritas.
“Untuk pengambilan sampel disesuaikan dengan penganggaran yang ada dan biasanya dalam bentuk uji petik secara acak atau mempertimbangkan faktor risiko dari hasil IKL,” ujar Sagung Mas.
Baca juga: Dinkes Bali targetkan 492 ribu anak diimunisasi polio
Adapun produk jajanan sekolah yang tidak diperbolehkan beredar adalah yang mengandung bahan tambahan pewarna, pemanis, pengawet, penyedap rasa, dan aroma penguat rasa.
“Penambahan bahan tambahan pangan ini dilarang karena berdampak terhadap kesehatan kalau dikonsumsi berlebihan dalam jangka waktu yang panjang,” kata dia.
Lebih lanjut apabila menggunakan bahan tambahan pangan yang aman harus memiliki ijin edar jelas, aturan pakai, petunjuk penyimpanan dan masa kedaluwarsa.
Dinkes Bali turut memberi pembinaan ke pedagang kantin sekolah melalui kunjungan saat inspeksi, sementara pemberian sanksi bukan kewenangan mereka selaku pembina dan pengawas.
Sagung Mas menyampaikan upaya-upaya ini dilakukan sejak lama bukan semata-mata karena adanya Pasal 202 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang menyatakan pemerintah daerah berwenang menetapkan kebijakan pengendalian faktor risiko penyakit tidak menular berupa pengaturan dan pembinaan kepada pedagang penjualan makanan dan minuman yang berjualan di sekitar sekolah dan tempat kerja; dan pengawasan promosi dan kampanye pangan.
Baca juga: Dinkes Bali: Kasus meninggal akibat demam berdarah menurun
Adapun tempat yang dibina dan diawasi selain kantin yang menjual jajanan sekolah adalah rumah makan, restoran, jasaboga, sentra pangan jajan, depot air minum, gerak pangan jajanan keliling, dapur pangan jajanan, dan truk makanan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024
“Pengawasan dilakukan melalui inspeksi kesehatan lingkungan (IKL), kegiatan pemeriksaan dan pengamatan secara langsung terhadap media lingkungan berdasarkan standar, norma, dan baku mutu yang berlaku,” kata Plt Kepala Bidang P2P Dinkes Bali Anak Agung Sagung Mas Dwipayani di Denpasar, Selasa.
Ia mengatakan inspeksi ini untuk meningkatkan kualitas lingkungan yang sehat, namun karena banyaknya tempat fasilitas umum termasuk sekolah maka disarankan pihak sekolah melakukan inspeksi mandiri setidaknya sebulan sekali.
Dari inspeksi yang dilakukan, Dinkes Bali dapat melakukan pengambilan sampel, khususnya di sekolah yang memiliki faktor risiko sebagai lokasi prioritas.
“Untuk pengambilan sampel disesuaikan dengan penganggaran yang ada dan biasanya dalam bentuk uji petik secara acak atau mempertimbangkan faktor risiko dari hasil IKL,” ujar Sagung Mas.
Baca juga: Dinkes Bali targetkan 492 ribu anak diimunisasi polio
Adapun produk jajanan sekolah yang tidak diperbolehkan beredar adalah yang mengandung bahan tambahan pewarna, pemanis, pengawet, penyedap rasa, dan aroma penguat rasa.
“Penambahan bahan tambahan pangan ini dilarang karena berdampak terhadap kesehatan kalau dikonsumsi berlebihan dalam jangka waktu yang panjang,” kata dia.
Lebih lanjut apabila menggunakan bahan tambahan pangan yang aman harus memiliki ijin edar jelas, aturan pakai, petunjuk penyimpanan dan masa kedaluwarsa.
Dinkes Bali turut memberi pembinaan ke pedagang kantin sekolah melalui kunjungan saat inspeksi, sementara pemberian sanksi bukan kewenangan mereka selaku pembina dan pengawas.
Sagung Mas menyampaikan upaya-upaya ini dilakukan sejak lama bukan semata-mata karena adanya Pasal 202 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang menyatakan pemerintah daerah berwenang menetapkan kebijakan pengendalian faktor risiko penyakit tidak menular berupa pengaturan dan pembinaan kepada pedagang penjualan makanan dan minuman yang berjualan di sekitar sekolah dan tempat kerja; dan pengawasan promosi dan kampanye pangan.
Baca juga: Dinkes Bali: Kasus meninggal akibat demam berdarah menurun
Adapun tempat yang dibina dan diawasi selain kantin yang menjual jajanan sekolah adalah rumah makan, restoran, jasaboga, sentra pangan jajan, depot air minum, gerak pangan jajanan keliling, dapur pangan jajanan, dan truk makanan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024