Kuta (Antara Bali) - Kapasitas produksi minuman "wine salak" di Desa Sibetan, Kabupaten Karangasem, Bali, hanya 1.000 liter per tahun atau jauh di bawah kuota yang diberikan pemerintah sebanyak 72.000 liter per tahun.
    
"Kemampuan kami hanya 1.000 liter karena banyak kendala yang kami hadapi, seperti permodalan dan alat produksi," kata I Made Sujana, salah satu ketua kelompok petani salak di Banjar Dukuh, Desa Sibetan, Kecamatan Bebandem, Kabupaten Karangasem, Kamis.
    
Di Banjar Dukuh terdapat lahan tanaman salak seluas 149,6 hektare, sedangkan di Desa Sibetan mencapai sekitar 11 ribu hektare.
    
Masyarakat Desa Sibetan mengolah buah salak menjadi "wine salak" yang dikemas ke dalam botol ukuran 750 mililiter dengan harga dasar Rp60 ribu, belum termasuk kemasan dan cukai.
    
Namun sejak adanya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53/M-DAG/PER/12/2010 masyarakat Desa Sibetan tidak bisa sesuka hati mengolah salak menjadi minuman yang mengandung kadar alkohol karena proses fermentasi selama dua pekan itu.
    
"Kalau dulu masyarakat bisa membuat sendiri, maka sekarang pengolah minuman itu harus berbadan hukum, mengajukan proposal, melaporkan jumlah produksi dan distribusi," kata Sujana di sela-sela Lokakarya Akses Pada Sumberdaya Genetik dan Pembagian Keuntungan Atas Pemanfaatannya yang diselenggarakan Kementerian Lingkungan Hidup bekerja sama dengan Yayasan Wisnu Bali di Kerobokan, Kuta, Kabupaten Badung, itu.
    
Sujana yang bekerja pada bagian produksi CV Dukuh Lestari itu menambahkan bahwa regulasi itu memang membelit petani salak di Desa Sibetan.
    
"Karena dari keseluruhan hasil panen, paling-paling hanya satu persen yang diserap untuk produksi 'wine', maka harga salak sampai saat ini tetap saja Rp2.000 per kilogram," katanya.
    
Pemkab Karangasem sudah beberapa kali memberikan bantuan, baik dana maupun alat produksi, kepada masyarakat Desa Sibetan.
    
"Tetapi ada juga bantuannya tidak sesuai, seperti alat penyimpanan 'wine' yang seharusnya dari aluminium atau kayu, malah dari plastik," kata Sujana menambahkan.
     
"Wine salak" merupakan minuman khas Kabupaten Karangasem yang banyak digemari wisatawan mancanegara saat berlibur di Bali.
    
Namun dengan adanya regulasi itu, maka pemasaran minuman tradisional kategori beralkohol harus mendapat izin dari kepolisian dan Bea Cukai. (M038/T007)

Pewarta:

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013