Kepala UPTD Pengelolaan Sampah Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (DKLH) Provinsi Bali Ni Made Armadi meminta masyarakat mengupayakan pengurangan sampah maupun melakukan pengolahan secara mandiri agar tidak menambah beban di tempat pembuangan akhir.
Armadi di Denpasar, Selasa, mengatakan semestinya hanya residu sampah yang dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Regional Sarbagita di Suwung, Kota Denpasar, tetapi kenyataannya sampah yang dibuang masih dalam kondisi belum terpilah dan jumlahnya terus meningkat.
"Jumlah sampah yang masuk ke TPA Suwung berkisar antara 1.000-1.500 ton per hari dan kondisi TPA saat ini sudah kelebihan kapasitas," ujar Armadi saat menjadi narasumber dalam kegiatan reses anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Made Mangku Pastika.
Kegiatan reses bertajuk "Problematika Sampah: Tantangan dan Solusinya" itu juga menghadirkan narasumber Kepala Bidang Pengelolaan Sampah dan Limbah B3 Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Denpasar Ketut Adi Wiguna dan DLHK Kabupaten Badung.I Made Suana.
Armadi menambahkan, dengan adanya Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) dan Tempat Pengolahan Sampah Reuse, Reduce, dan Recyle (TPS3R) di kabupaten/kota, semestinya sampah yang masuk ke TPA akan berkurang, tetapi nyatanya selalu meningkat.
"Regulasinya sudah komplit, namun pelaksanaannya di lapangan sering tidak sesuai. Selain itu, juga dihadapkan pada keterbatasan anggaran dan personel," ucap Armadi yang sudah belasan tahun bertugas di TPA Suwung ini.
Menurut dia, akan efektif jika persoalan sampah dapat ditangani mulai dari tingkat rumah tangga. "Penting kesadaran masyarakat agar bertanggung jawab pada sampah yang dihasilkan, maupun mengurangi volume sampah dengan makan secukupnya dan tidak membuang-buang makanan. Ada masyarakat yang berpikir ketika mereka sudah bayar, mengapa harus memilah sampah lagi," ucapnya.
Armadi mengatakan untuk solusi penanganan sampah selain dari rumah tangga, juga perlu membangun insinerator di TPS3R yang ramah lingkungan untuk menyelesaikan sampah di tempat.
Selanjutnya mendorong percepatan operasional TPST di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung sesuai rencana awal. "Pemerintah Provinsi Bali dan pemerintah kabupaten/kota se-Bali harus menyiapkan dukungan anggaran melalui APBN dan APBD dalam upaya pengelolaan sampah," katanya.
Sementara itu, Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Made Mangku Pastika mengatakan untuk mengatasi persoalan sampah di Bali dibutuhkan kejujuran, tidak ada yang ditutup-tutupi, sehingga dapat dicarikan solusi.
Menurut dia, dari pengolahan sampah di TPA Suwung, tentunya dengan menggunakan teknologi yang tepat, juga dapat menjadi "sumber duit". Setiap sampah yang masuk untuk setiap tonnya dikenakan tipping fee, misalnya Rp100 ribu. Selain itu, dari hasil pengolahan sampah dapat menjadi energi listrik maupun produk lain yang bernilai ekonomis.
"Dengan lingkungan yang bersih, juga akan mendukung pariwisata, yang ujung-ujungnya juga akan mendatangkan uang," ujar mantan Gubernur Bali dua periode itu.
Menurut Pastika, saat dirinya masih menjadi gubernur, sudah ada 53 investor yang tertarik mengelola TPA Suwung. Hanya saja saat itu belum ada kesepakatan pemerintah kabupaten/kota terkait tipping fee dan juga terganjal ketinggian cerobong asap. Bahkan, saat itu juga sudah dikirim tim untuk belajar pengolahan sampah di Korea Selatan.
Kepala Bidang Pengelolaan Sampah dan Limbah B3 Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Denpasar Ketut Adi Wiguna mengatakan volume sampah di Kota Denpasar per hari mencapai 980 ton, dengan komposisi 70 persen sampah organik dan 30 persen sampah anorganik.
Terkait penanganan sampah di Kota Denpasar sudah dilakukan melalui upaya sosialisasi, optimalisasi swakelola sampah, pembentukan bank sampah, percontohan program Teba Modern yang diprioritaskan di wilayah pura, pengolahan sampah melalui 24 TPS 3R dan juga dibangun tiga TPST yakni di Kesiman Kertalangu, Padangsambian Kaja, dan Tahura Ngurah Rai.
Hanya saja sampah yang berhasil diolah oleh pihak ketiga untuk di satu TPST masih jauh dari target, belum mencapai 60 persen. Bahkan TPST Tahura sudah ditutup karena mesin saja tidak ada.
Sementara itu, Made Suana dari DLHK Kabupaten Badung mengatakan timbulan sampah di Kabupaten Badung per hari mencapai 534,8 ton. Sampah per kapita juga meningkat dari 0,57 kg per hari menjadi 0,91 kg per hari.
Ia menyampaikan bahwa ada sejumlah tantangan dalam pengelolaan sampah di Kabupaten Badung yakni masih lemahnya tanggung jawab pengelolaan TPS3R dan bank sampah serta rendahnya penyerapan produk pengolahan sampah oleh pembeli di Jawa.
Di Badung terdapat 160 bank sampah dan 41 TPS3R. Selain itu, direncanakan penambahan insinerator dari enam menjadi delapan di PDU Mengwitani dan direncanakan untuk dibangun TPST di kawasan Canggu.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024
Armadi di Denpasar, Selasa, mengatakan semestinya hanya residu sampah yang dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Regional Sarbagita di Suwung, Kota Denpasar, tetapi kenyataannya sampah yang dibuang masih dalam kondisi belum terpilah dan jumlahnya terus meningkat.
"Jumlah sampah yang masuk ke TPA Suwung berkisar antara 1.000-1.500 ton per hari dan kondisi TPA saat ini sudah kelebihan kapasitas," ujar Armadi saat menjadi narasumber dalam kegiatan reses anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Made Mangku Pastika.
Kegiatan reses bertajuk "Problematika Sampah: Tantangan dan Solusinya" itu juga menghadirkan narasumber Kepala Bidang Pengelolaan Sampah dan Limbah B3 Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Denpasar Ketut Adi Wiguna dan DLHK Kabupaten Badung.I Made Suana.
Armadi menambahkan, dengan adanya Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) dan Tempat Pengolahan Sampah Reuse, Reduce, dan Recyle (TPS3R) di kabupaten/kota, semestinya sampah yang masuk ke TPA akan berkurang, tetapi nyatanya selalu meningkat.
"Regulasinya sudah komplit, namun pelaksanaannya di lapangan sering tidak sesuai. Selain itu, juga dihadapkan pada keterbatasan anggaran dan personel," ucap Armadi yang sudah belasan tahun bertugas di TPA Suwung ini.
Menurut dia, akan efektif jika persoalan sampah dapat ditangani mulai dari tingkat rumah tangga. "Penting kesadaran masyarakat agar bertanggung jawab pada sampah yang dihasilkan, maupun mengurangi volume sampah dengan makan secukupnya dan tidak membuang-buang makanan. Ada masyarakat yang berpikir ketika mereka sudah bayar, mengapa harus memilah sampah lagi," ucapnya.
Armadi mengatakan untuk solusi penanganan sampah selain dari rumah tangga, juga perlu membangun insinerator di TPS3R yang ramah lingkungan untuk menyelesaikan sampah di tempat.
Selanjutnya mendorong percepatan operasional TPST di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung sesuai rencana awal. "Pemerintah Provinsi Bali dan pemerintah kabupaten/kota se-Bali harus menyiapkan dukungan anggaran melalui APBN dan APBD dalam upaya pengelolaan sampah," katanya.
Sementara itu, Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Made Mangku Pastika mengatakan untuk mengatasi persoalan sampah di Bali dibutuhkan kejujuran, tidak ada yang ditutup-tutupi, sehingga dapat dicarikan solusi.
Menurut dia, dari pengolahan sampah di TPA Suwung, tentunya dengan menggunakan teknologi yang tepat, juga dapat menjadi "sumber duit". Setiap sampah yang masuk untuk setiap tonnya dikenakan tipping fee, misalnya Rp100 ribu. Selain itu, dari hasil pengolahan sampah dapat menjadi energi listrik maupun produk lain yang bernilai ekonomis.
"Dengan lingkungan yang bersih, juga akan mendukung pariwisata, yang ujung-ujungnya juga akan mendatangkan uang," ujar mantan Gubernur Bali dua periode itu.
Menurut Pastika, saat dirinya masih menjadi gubernur, sudah ada 53 investor yang tertarik mengelola TPA Suwung. Hanya saja saat itu belum ada kesepakatan pemerintah kabupaten/kota terkait tipping fee dan juga terganjal ketinggian cerobong asap. Bahkan, saat itu juga sudah dikirim tim untuk belajar pengolahan sampah di Korea Selatan.
Kepala Bidang Pengelolaan Sampah dan Limbah B3 Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Denpasar Ketut Adi Wiguna mengatakan volume sampah di Kota Denpasar per hari mencapai 980 ton, dengan komposisi 70 persen sampah organik dan 30 persen sampah anorganik.
Terkait penanganan sampah di Kota Denpasar sudah dilakukan melalui upaya sosialisasi, optimalisasi swakelola sampah, pembentukan bank sampah, percontohan program Teba Modern yang diprioritaskan di wilayah pura, pengolahan sampah melalui 24 TPS 3R dan juga dibangun tiga TPST yakni di Kesiman Kertalangu, Padangsambian Kaja, dan Tahura Ngurah Rai.
Hanya saja sampah yang berhasil diolah oleh pihak ketiga untuk di satu TPST masih jauh dari target, belum mencapai 60 persen. Bahkan TPST Tahura sudah ditutup karena mesin saja tidak ada.
Sementara itu, Made Suana dari DLHK Kabupaten Badung mengatakan timbulan sampah di Kabupaten Badung per hari mencapai 534,8 ton. Sampah per kapita juga meningkat dari 0,57 kg per hari menjadi 0,91 kg per hari.
Ia menyampaikan bahwa ada sejumlah tantangan dalam pengelolaan sampah di Kabupaten Badung yakni masih lemahnya tanggung jawab pengelolaan TPS3R dan bank sampah serta rendahnya penyerapan produk pengolahan sampah oleh pembeli di Jawa.
Di Badung terdapat 160 bank sampah dan 41 TPS3R. Selain itu, direncanakan penambahan insinerator dari enam menjadi delapan di PDU Mengwitani dan direncanakan untuk dibangun TPST di kawasan Canggu.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024