Oleh Ahmad Wijaya
Jakarta (Antara Bali) - Anak-anak mana yang tidak suka jajan saat istirahat atau selesai sekolah, apalagi jika mereka diberi bekal uang oleh orang tuanya.
Warna-warni yang menarik serta bentuk jajanan yang menggugah selera membuat anak-anak selalu ingin mencicipi makanan dan atau minuman yang diinginkan.
Faktor usia menjadi salah satu alasan, mereka belum mengetahui bahwa jajanan yang diincar sebenarnya mengandung zat berbahaya sehingga mengancam kesehatan.
Sebenarnya bukan hanya anak-anak, siswa yang sudah beranjak remaja pun seperti SMP dan SMA tampaknya banyak yang tidak peduli dengan kualitas jajanan. Mereka berpikir yang penting kenyang dan hilang dahaga.
Padahal banyak penjual yang tidak jujur saat menjajakan dagangannya karena mereka menggunakan zat-zat berbahaya saat membuat panganan. Tujuannya adalah agar mereka bisa memproduksi dengan harga murah tapi mendapat keuntungan sebesar-besarnya.
Berdasarkan data dari pemantauan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), ada beberapa jajanan anak sekolah yang kerap ditambahi dengan zat-zat berbahaya atau dalam pengolahannya tidak memperhatikan aspek kebersihan.
"Zat kimia yang sering kita sampling adalah boraks (pengawet non makanan dan pestisida), formalin (pengawet non makanan dan disinfektan) dan pewarna non makanan," kata Halim Nababan, Direktur Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan BPOM.
Kalau boraks paling banyak pada jajanan bakso, formalin pada mi dan pewarna pada kerupuk, gulali atau cendol. Sekarang juga mulai banyak pada pangan segar seperti manisan atau asinan buah.
BPOM menilai penambahan zat berbahaya pada jajanan anak biasanya dilakukan pedagang untuk menarik si anak melalui warna atau bentuk yang lucu.
Selain itu juga agar jajan dagangannya dapat bertahan lama. Sayangnya, zat tambahan itu justru dapat berbahaya bagi tubuh, terlebih anak-anak.
Berdasarkan pantauan BPOM, jajan sekolah tidak sehat paling banyak dijual oleh pedagang keliling yang berjualan di luar area atau pagar sekolah.
Sedangkan di kantin, BPOM berupaya bekerja sama dengan pihak sekolah untuk dapat memberikan pengarahan pada penjaga atau pemilik kantin.
Soal jajanan tersebut, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga memberikan perhatian dengan meminta Kementerian Kesehatan aktif mencegah peredaran pangan dan jajanan anak yang berbahaya karena mengandung bahan-bahan yang seharusnya tidak ada dalam makanan seperti pewarna tekstil atau boraks.
"Ini sebetulnya harus ada kerja sama antara orang tua dan sekolah untuk memberikan anak-anak pengertian dan mereka juga diajari untuk mengenali pangan dan jajanan yang sehat dan tidak sehat," kata Presiden usai rapat koordinasi upaya peningkatan pembangunan di bidang kesehatan dengan jajaran Kementerian Kesra di gedung Kementerian Kesehatan di Jakarta, awal Agustus 2012.
Anak-anak seringkali menjadi korban dari pangan dan jajanan berbahaya karena belum memiliki pengetahuan yang cukup tentang bagaimana mengenali makanan yang berkualitas sehingga Presiden meminta anak sekolah diberikan pengetahuan yang cukup.
BPOM dalam penelitiannya mengenai keamanan dan kualitas pangan dan jajanan di sekitar Sekolah Dasar pada 2008 sampai 2010 menemukan sekitar 48 persen jajanan mengandung bahan-bahan berbahaya.
Beberapa zat berbahaya yang ditemui dalam pangan jajanan anak-anak adalah pengawet seperti formalin dan boraks maupun pewarna seperti metanil yelow dan rhodamin B.
Selain dapat merusak ginjal dan mengganggu tumbuh kembang anak, apabila zat-zat aditif itu terus dikonsumsi anak, dapat mengacaukan proses pembentukan sel darah dan dapat menimbulkan penyakit kanker di kemudian hari.
Galakkan PANJS
BPOM untuk mencegah keracunan anak-anak terhadap jajanan menggalakkan Program Aksi Nasional Jajanan Sehat (PANJS) di lingkungan sekolah dasar.
"Program tersebut disupervisi langsung oleh Wakil Presiden Boediono untuk memastikan anak-anak sekolah dasar mengonsumsi jajanan sehat," kata Kepala BPOM Pusat Lucky S Slamet.
Menurut Lucky, latar belakang penggalakan program yang diresmikan Januari 2012 lalu itu, disebabkan kasus keracunan makanan yang terjadi di Indonesia tertinggi dialami oleh murid-murid sekolah dasar.
Berdasarkan data BPOM yang disampaikan Lucky, sebanyak 79 persen kasus keracunan makanan terjadi di sekolah dasar. "Penyebabnya, 44 persen karena jajanan tidak memenuhi syarat kesehatan," katanya.
Oleh karena itu, BPOM melalui PANJS berusaha meningkatkan peran komunitas sekolah dalam melakukan pengawasan dan meningkatkan kapabilitas dalam memilah jajanan sehat di lingkungannya.
"Target kami hingga akhir 2012, adalah 18.000 sekolah dasar di seluruh Indonesia melaksanakan PANJS di lingkungannya," kata Lucky.
Melalui penggalakan PANJS secara intensif di lingkungan sekolah dasar, Lucky berharap angka keracunan makanan karena jajanan tidak sehat dapat turun dari 44 persen pada 2010 menjadi 27 persen di 2012 ini.
"Harapannya tentu saja nol persen, tapi paling tidak kita menuju ke sana," ucapnya.
Kantor Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Pekanbaru, Provinsi Riau terus menggencarkan penyuluhan tentang jajanan di sekolah yang mengandung zat berbahaya dan tidak aman untuk dikonsumsi.
"BBPOM Pekanbaru mengintensifkan mobil penyuluhan keliling tiap minggu ke tiga setiap bulan. Penyuluhan bertemakan jajanan anak SD yanag aman, bermutu dan bergizi," kata Kepala BBPOM Pekanbaru, Fanani Mahmud di Pekanbaru, Kamis.
Kebijakan tersebut dilakukan BBPOM Pekanbaru terkait BPOM RI melakukan pemantauan di lebih dari 2.500 SD dan sederajat sampai di enam provinsi, seperti Pulau Jawa, Kalimantan, dan Sumatra.
Industri rumah tangga yang memproduksi jajanan sekolah seperti bakso menggunakan borax yakni zat berbahaya sebagai pemutih warna bakso dan untuk mengenyalkan bakso tersebut.
"Industri rumah tangga juga menggunakan formalin zat pengawet mayat itu untuk jajanan berbahan ikan agar tahan lama," katanya borak dan formalin sangat berbahay jika dikonsumsi.
Berdasarkan data badan PBB, UNDP, menyebutkan sekitar sepertiga penduduk Indonesia memiliki kemampuan berpikir di bawah rata-rata akibat pengaruh buruk lingkungan dan pola jajan yang tidak sehat.
Mengingat begitu sulitnya memberantas jajanan tak berkualitas di sekolah, orang tua hendaknya mengingatkan kepada putra-putrinya untuk ikut mengawasi jajanan di sekolah, bahkan kalau perlu melarang jajan jajanan yang mencurigakan. (*/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013
Jakarta (Antara Bali) - Anak-anak mana yang tidak suka jajan saat istirahat atau selesai sekolah, apalagi jika mereka diberi bekal uang oleh orang tuanya.
Warna-warni yang menarik serta bentuk jajanan yang menggugah selera membuat anak-anak selalu ingin mencicipi makanan dan atau minuman yang diinginkan.
Faktor usia menjadi salah satu alasan, mereka belum mengetahui bahwa jajanan yang diincar sebenarnya mengandung zat berbahaya sehingga mengancam kesehatan.
Sebenarnya bukan hanya anak-anak, siswa yang sudah beranjak remaja pun seperti SMP dan SMA tampaknya banyak yang tidak peduli dengan kualitas jajanan. Mereka berpikir yang penting kenyang dan hilang dahaga.
Padahal banyak penjual yang tidak jujur saat menjajakan dagangannya karena mereka menggunakan zat-zat berbahaya saat membuat panganan. Tujuannya adalah agar mereka bisa memproduksi dengan harga murah tapi mendapat keuntungan sebesar-besarnya.
Berdasarkan data dari pemantauan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), ada beberapa jajanan anak sekolah yang kerap ditambahi dengan zat-zat berbahaya atau dalam pengolahannya tidak memperhatikan aspek kebersihan.
"Zat kimia yang sering kita sampling adalah boraks (pengawet non makanan dan pestisida), formalin (pengawet non makanan dan disinfektan) dan pewarna non makanan," kata Halim Nababan, Direktur Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan BPOM.
Kalau boraks paling banyak pada jajanan bakso, formalin pada mi dan pewarna pada kerupuk, gulali atau cendol. Sekarang juga mulai banyak pada pangan segar seperti manisan atau asinan buah.
BPOM menilai penambahan zat berbahaya pada jajanan anak biasanya dilakukan pedagang untuk menarik si anak melalui warna atau bentuk yang lucu.
Selain itu juga agar jajan dagangannya dapat bertahan lama. Sayangnya, zat tambahan itu justru dapat berbahaya bagi tubuh, terlebih anak-anak.
Berdasarkan pantauan BPOM, jajan sekolah tidak sehat paling banyak dijual oleh pedagang keliling yang berjualan di luar area atau pagar sekolah.
Sedangkan di kantin, BPOM berupaya bekerja sama dengan pihak sekolah untuk dapat memberikan pengarahan pada penjaga atau pemilik kantin.
Soal jajanan tersebut, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga memberikan perhatian dengan meminta Kementerian Kesehatan aktif mencegah peredaran pangan dan jajanan anak yang berbahaya karena mengandung bahan-bahan yang seharusnya tidak ada dalam makanan seperti pewarna tekstil atau boraks.
"Ini sebetulnya harus ada kerja sama antara orang tua dan sekolah untuk memberikan anak-anak pengertian dan mereka juga diajari untuk mengenali pangan dan jajanan yang sehat dan tidak sehat," kata Presiden usai rapat koordinasi upaya peningkatan pembangunan di bidang kesehatan dengan jajaran Kementerian Kesra di gedung Kementerian Kesehatan di Jakarta, awal Agustus 2012.
Anak-anak seringkali menjadi korban dari pangan dan jajanan berbahaya karena belum memiliki pengetahuan yang cukup tentang bagaimana mengenali makanan yang berkualitas sehingga Presiden meminta anak sekolah diberikan pengetahuan yang cukup.
BPOM dalam penelitiannya mengenai keamanan dan kualitas pangan dan jajanan di sekitar Sekolah Dasar pada 2008 sampai 2010 menemukan sekitar 48 persen jajanan mengandung bahan-bahan berbahaya.
Beberapa zat berbahaya yang ditemui dalam pangan jajanan anak-anak adalah pengawet seperti formalin dan boraks maupun pewarna seperti metanil yelow dan rhodamin B.
Selain dapat merusak ginjal dan mengganggu tumbuh kembang anak, apabila zat-zat aditif itu terus dikonsumsi anak, dapat mengacaukan proses pembentukan sel darah dan dapat menimbulkan penyakit kanker di kemudian hari.
Galakkan PANJS
BPOM untuk mencegah keracunan anak-anak terhadap jajanan menggalakkan Program Aksi Nasional Jajanan Sehat (PANJS) di lingkungan sekolah dasar.
"Program tersebut disupervisi langsung oleh Wakil Presiden Boediono untuk memastikan anak-anak sekolah dasar mengonsumsi jajanan sehat," kata Kepala BPOM Pusat Lucky S Slamet.
Menurut Lucky, latar belakang penggalakan program yang diresmikan Januari 2012 lalu itu, disebabkan kasus keracunan makanan yang terjadi di Indonesia tertinggi dialami oleh murid-murid sekolah dasar.
Berdasarkan data BPOM yang disampaikan Lucky, sebanyak 79 persen kasus keracunan makanan terjadi di sekolah dasar. "Penyebabnya, 44 persen karena jajanan tidak memenuhi syarat kesehatan," katanya.
Oleh karena itu, BPOM melalui PANJS berusaha meningkatkan peran komunitas sekolah dalam melakukan pengawasan dan meningkatkan kapabilitas dalam memilah jajanan sehat di lingkungannya.
"Target kami hingga akhir 2012, adalah 18.000 sekolah dasar di seluruh Indonesia melaksanakan PANJS di lingkungannya," kata Lucky.
Melalui penggalakan PANJS secara intensif di lingkungan sekolah dasar, Lucky berharap angka keracunan makanan karena jajanan tidak sehat dapat turun dari 44 persen pada 2010 menjadi 27 persen di 2012 ini.
"Harapannya tentu saja nol persen, tapi paling tidak kita menuju ke sana," ucapnya.
Kantor Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Pekanbaru, Provinsi Riau terus menggencarkan penyuluhan tentang jajanan di sekolah yang mengandung zat berbahaya dan tidak aman untuk dikonsumsi.
"BBPOM Pekanbaru mengintensifkan mobil penyuluhan keliling tiap minggu ke tiga setiap bulan. Penyuluhan bertemakan jajanan anak SD yanag aman, bermutu dan bergizi," kata Kepala BBPOM Pekanbaru, Fanani Mahmud di Pekanbaru, Kamis.
Kebijakan tersebut dilakukan BBPOM Pekanbaru terkait BPOM RI melakukan pemantauan di lebih dari 2.500 SD dan sederajat sampai di enam provinsi, seperti Pulau Jawa, Kalimantan, dan Sumatra.
Industri rumah tangga yang memproduksi jajanan sekolah seperti bakso menggunakan borax yakni zat berbahaya sebagai pemutih warna bakso dan untuk mengenyalkan bakso tersebut.
"Industri rumah tangga juga menggunakan formalin zat pengawet mayat itu untuk jajanan berbahan ikan agar tahan lama," katanya borak dan formalin sangat berbahay jika dikonsumsi.
Berdasarkan data badan PBB, UNDP, menyebutkan sekitar sepertiga penduduk Indonesia memiliki kemampuan berpikir di bawah rata-rata akibat pengaruh buruk lingkungan dan pola jajan yang tidak sehat.
Mengingat begitu sulitnya memberantas jajanan tak berkualitas di sekolah, orang tua hendaknya mengingatkan kepada putra-putrinya untuk ikut mengawasi jajanan di sekolah, bahkan kalau perlu melarang jajan jajanan yang mencurigakan. (*/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013