Kuta (Antara Bali) - Pemerintah Kabupaten Badung saat ini tengah menyusun peraturan bupati yang mengatur penataan dan pengendalian pembangunan hotel mengingat masih banyak lahan yang sudah dikuasai investor namun tidak diberdayakan.
"Kami tengah membuat kebijakan peraturan bupati berupa penataan dan pengendalian pembangunan hotel untuk memberdayakan lahan yang lama tidak dibangun," kata Bupati Badung, Anak Agung Gde Agung, di Kuta, Bali, Jumat.
Menurut dia, beberapa lahan terutama di kawasan Badung Selatan dinilainya merupakan lahan asosial yakni lahan yang sudah dikuasai investor namun tidak kunjung ada pembangunan.
"Dalam waktu dekat peraturan itu akan keluar secepatnya, tunggu saja," tegasnya.
Tak diberdayakannya lahan tersebut dinilainya berdampak terhadap masyarakat yang tidak bisa menggarap lahan, tidak bisa menciptakan lapangan pekerjaan, tidak bisa menampung hasil pengerajin dan pedagang karena lahan tersebut menjadi lahan tidur.
Sementara itu di beberapa kawasan, kata Gde Agung, sudah padat dengan pembangunan sarana akomodasi pariwisata seperti hotel, restoran, dan tempat hiburan lain.
"Di satu kawasan ada yang sudah padat, malah areal kecil tetap dipaksakan menjadi hotel, itu tidak benar," ujarnya.
Terkait tanah yang sudah dikuasi investor namun tak kunjung diberdayakan dalam jangka waktu yang lama, menurutnya, lahan tersebut bisa diterapkan sebagai lahan terlantar sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan berkerkaitan dengan tanah terlantar.(DWA)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013
"Kami tengah membuat kebijakan peraturan bupati berupa penataan dan pengendalian pembangunan hotel untuk memberdayakan lahan yang lama tidak dibangun," kata Bupati Badung, Anak Agung Gde Agung, di Kuta, Bali, Jumat.
Menurut dia, beberapa lahan terutama di kawasan Badung Selatan dinilainya merupakan lahan asosial yakni lahan yang sudah dikuasai investor namun tidak kunjung ada pembangunan.
"Dalam waktu dekat peraturan itu akan keluar secepatnya, tunggu saja," tegasnya.
Tak diberdayakannya lahan tersebut dinilainya berdampak terhadap masyarakat yang tidak bisa menggarap lahan, tidak bisa menciptakan lapangan pekerjaan, tidak bisa menampung hasil pengerajin dan pedagang karena lahan tersebut menjadi lahan tidur.
Sementara itu di beberapa kawasan, kata Gde Agung, sudah padat dengan pembangunan sarana akomodasi pariwisata seperti hotel, restoran, dan tempat hiburan lain.
"Di satu kawasan ada yang sudah padat, malah areal kecil tetap dipaksakan menjadi hotel, itu tidak benar," ujarnya.
Terkait tanah yang sudah dikuasi investor namun tak kunjung diberdayakan dalam jangka waktu yang lama, menurutnya, lahan tersebut bisa diterapkan sebagai lahan terlantar sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan berkerkaitan dengan tanah terlantar.(DWA)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013