Para petani dari berbagai kabupaten di Bali mulai memanfaatkan eco enzyme dalam proses menanam padi, sejalan dengan upaya untuk mengembalikan kesuburan tanah dan mendukung upaya menjadikan Bali sebagai 'pulau organik'.

"Dengan menggunakan eco enzyme, kami mengajak para petani kembali ke pertanian organik sehingga tidak memerlukan lagi pupuk dan pestisida kimia," kata Weda Sugama dari Komunitas Enzim Bakti Indonesia di Kabupaten Gianyar, Bali, Selasa.

Weda Sugama menyampaikan hal tersebut dalam acara reses anggota DPD Made Mangku Pastika bertajuk "Pertanian Ramah Lingkungan dengan Eco Enzyme".

Cairan maupun ampas eco enzyme didapat dari hasil fermentasi sisa sayuran dan buah telah diaplikasikan pada sejumlah lahan pertanian di Provinsi Bali di antaranya untuk petani di Kabupaten Gianyar, Kabupaten Tabanan dan Kota Denpasar.

Eco enzyme disuplai dari puluhan generasi muda yang memang menjadi penggiat eco enzyme di provinsi itu maupun dari hasil pengolahan terhadap sisa sayur dan buah di hotel.

Untuk di Gianyar, penggunaan eco enzyme sudah diujicobakan pada 20 hektare lahan padi dan sudah tiga kali masa panen. "Untuk panen pertama memang hasilnya akan menurun dibandingkan penggunaan pupuk kimia," ujar pria yang juga pendiri komunitas Bali Sehat Mandiri itu.

Namun, kata dia, untuk panen padi yang kedua, ketiga dan seterusnya hasil panen akan meningkat dibandingkan yang menggunakan pupuk kimia. Demikian pula dapat mengurangi sekitar 30 persen dari biaya produksi serta sejumlah hewan-hewan di sawah yang sebelumnya telah langka juga kembali bermunculan dengan penggunaan eco enzyme.

"Pada Januari mendatang, juga akan hadir ahli pertanian organik dari Tiongkok yang akan turut mengedukasi para petani terkait pertanian organik," ujar Weda.

Selain mengajak petani kembali ke pertanian organik, Weda bersama petani juga mengujicobakan biodynamic farming atau pertanian biodinamis dengan menggunakan fermentasi kotoran sapi dan tanduk sapi betina yang juga membuat kualitas padi jadi lebih baik.

Menurut Weda, beras eco enzyme yang diproduksi petani Bali diakuinya petani sampai kewalahan melayani tingginya permintaan dari berbagai daerah.

Sementara itu, Wayan Bandem Sudiarta, salah satu petani dari Subak Patungan, Desa Mas-Kabupaten Gianyar mengatakan setelah penggunaan eco enzyme diakui kondisi tanah menjadi berbeda.

"Keadaan tanah menjadi berbeda. Kini para petani sudah tidak gatal-gatal lagi saat mengolah tanah. Selain itu sudah mulai ada hewan-hewan di sawah yang biasa hidup di sawah yang dalam bahasa Bali disebut jubel, belauk, klipes, kemudian belut dan kunang-kunang juga kembali bermunculan di sawah," katanya.

Sementara itu, anggota Dewan Perwakilan Daerah Made Mangku Pastika mengatakan dengan berbagai upaya yang dilakukan berbagai komunitas pecinta lingkungan sebenarnya tidak susah untuk mewujudkan Bali Green Province (Provinsi Hijau) yang telah dicanangkan saat dirinya masih menjabat Gubernur Bali.

"Teman-teman yang begitu mulia menyelamatkan bumi ini, saya menjadi speechless (tidak bisa bicara). Saya salut dengan berbagai perjuangan yang telah dilakukan," ucapnya.

Menurut Gubernur Bali periode 2008-2018 itu, diperlukan upaya untuk mengorkestrasi gerakan-gerakan penyelamatan lingkungan yang sudah dilakukan berbagai komunitas dan tokoh-tokoh pecinta lingkungan di Bali.

"Saya ingin membantu teman-teman untuk mengorkestrasi gerakan yang sudah dilakukan agar nadanya menjadi lebih indah. Bali yang namanya sudah hebat, saya harapkan bisa lebih hebat lagi dengan pertanian organik," katanya.

Apalagi, ujar Pastika, kini sudah ada wadah Bali Green Initiative yang dimotori oleh para tokoh-tokoh lingkungan di Bali sehingga upaya penyelamatan lingkungan Bali akan menjadi lebih terarah dan terintegrasi serta bisa dikolaborasikan.

Dalam kesempatan itu, ia juga mengingatkan pentingnya pencatatan Hak Kekayaan Intelektual atas berbagai inovasi yang telah dilakukan agar tidak sampai menimbulkan masalah hukum di kemudian hari.


 

Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : Widodo Suyamto Jusuf


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2023