Lembaga bantuan hukum yang khusus menangani permasalahan perempuan dan anak di Bali mengadakan diskusi untuk mendapat gambaran tentang perempuan Bali sebagai rangkaian menuju 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP).

“Kami ingin memotret kisah perempuan terutama tentang kekerasan, ketimpangan ekonomi, ketidakadilan gender, dan kemiskinan,” kata Pendiri Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali Women Crisis Centre (WCC) Ni Nengah Budawati di Denpasar, Kamis.

Dalam diskusi ini, LBH Bali WCC bersama Aksi! for gender, social and ecological justice mengumpulkan 50 perempuan dari Denpasar, Tabanan, dan Bangli untuk dialog multipihak dan ditemukan bahwa permasalahan paling sering muncul adalah ketakutan mengemban beban adat, ketimpangan ekonomi yang berimbas pada kekerasan, dan ketidakadilan terhadap perempuan Bali.

“Kami membaca ada kegelisahan terkait kedudukan perempuan dalam hukum adat dan budaya yang membuat anak muda sekarang ragu jika menikah tercabutnya kebebasan dan kesempatan bekerja, apakah keluarga barunya mendukung keputusan perempuan bekerja dan memperlihatkan intelektualitasnya, atau kah ketika bekerja nanti masih dipusingkan urusan adat,” ujar Budawati.

Baca juga: Polresta Denpasar kirimi Jaksa surat penyidikan kasus penyegelan kantor LABHI

Perwakilan Aksi! for gender, social and ecological justice Risma Umar juga merangkum pengakuan perempuan yang dirugikan akibat ketimpangan ekonomi dan kemiskinan.

Mereka mencatat bahwa kemiskinan mempunyai hubungan erat dengan kekerasan terhadap perempuan, bahkan juga berimbas pada lansia dan disabilitas.

“Kalau data kekerasan terhadap perempuan selain karena beban adat dan budaya juga lewat faktor miskin, ketika kemiskinan terjadi di keluarga dipastikan kekerasan terhadap perempuan meningkat, ditambah cerita dari lansia dan disabilitas kaitannya dengan pola asuh, jadi itu karena budaya dan tekanan biaya,” kata dia.

Dari diskusi ini, LBH Bali WCC akan merangkum pengakuan perempuan Bali untuk memastikan langkah apa yang dapat ditempuh dan kegiatan apa yang sesuai untuk menyuarakannya.

Baca juga: LBH Bali WCC galang donasi untuk penanganan kasus kekerasan ke perempuan

Menuju 16 HAKTP, lembaga bantuan hukum ini mencoba meluncurkan inovasi sistem aplikasi yang dapat membantu penggunanya melapor secara real time ketika mengalami kekerasan atau ancaman.

"Sistem ini dibuat untuk menjawab salah satu masalah yang dialami perempuan, di mana dari data yang mereka rangkum pada tahun 2019 ditemukan sebanyak 8.800 kasus pemerkosaan, tahun 2020 8.600 kasus, dan tahun 2021 8.800 kasus, ujar Pendiri Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali Women Crisis Centre (WCC) Ni Nengah Budawati.

Budawati yang juga seorang pengacara mencoba menjawab tantangan ini dengan membentuk sistem SheSave atau layanan penyelamatan terintegrasi untuk pengaduan ketika dalam bahaya.

“Pengguna dapat mengirimkan pesan darurat otomatis ke pihak keamanan, mengirimkan lokasi realtime, dan mengaktifkan rekaman otomatis untuk menyimpan bukti tindakan pelaku kejahatan hanya dengan dua kali menekan tombol volume atas handphone,” ujarnya.

Pewarta: Ni Putu Putri Muliantari

Editor : Adi Lazuardi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2023