Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdulah Azwar Anas memberi tantangan kepada 639 instansi pemerintah dari tingkat kementerian, lembaga, hingga pemerintah daerah yang hadir dalam RBXperience 2023 untuk merampingkan aplikasi digital mereka.
“Kami sayembarakan bagi kabupaten, kota, gubernurnya, atau kementerian yang mengerjakan (perampingan aplikasi) paling awal akan kita beri penghargaan serius,” kata Azwar Anas di Kabupaten Badung, Bali, Selasa.
Ia mengakui pentingnya digitalisasi dalam percepatan pengembangan reformasi birokrasi, namun yang salah adalah ketika satu inovasi dijadikan satu aplikasi, sehingga justru menyulitkan masyarakat karena harus mengunduh banyak aplikasi pada akhirnya.
“Jadi, kita sekarang ada edaran dari Presiden bahwa tidak harus satu inovasi satu aplikasi, karena banyaknya aplikasi menyebabkan bukan hanya tidak efisien dari sisi anggaran tapi juga menyebabkan layanan jadi berbelit bagi masyarakat,” ujarnya.
Menurutnya, ke depan instansi pemerintah yang hebat bukan lagi instansi dengan aplikasi paling banyak, melainkan paling sedikit tapi bisa mengakomodasi keperluan masyarakat.
Ia mencontohkan aplikasi digital milik Pemerintah Inggris, yang mana wajah utama dalam aplikasi tersebut bukan sub kanal kementerian atau dinas yang harus dipilih pengguna ketika mencari sesuatu, melainkan daftar pertanyaan paling sering muncul, sehingga memudahkan pengguna.
“Coba yang ada disini cek website pemerintah daerahnya biasanya masih pilihannya dinas-dinas. Kalau masih isinya dinas-dinas berarti masih jadul, yang baru adalah yang langsung menjawab pertanyaan pengguna,” ujar Menteri PANRB itu.
“Ke depan pemda yang hebat bukan yang banyak aplikasinya, misalnya dari 5.000 bisa tinggal tujuh aplikasi itu baru hebat. Silakan kabupaten/kota yang mau merangkum aplikasi dari ratusan menjadi sedikit lapor ke kami, kalau perlu kami beri penghargaan khusus untuk digitalisasi di bidang birokrasi,” sambungnya.
Kepada media, Menteri PANRB menyatakan bahwa satu-satunya cara efisiensi dan memperbaiki reformasi birokrasi adalah digitalisasi, namun banyak aplikasi bukanlah solusi, sehingga jika sebelumnya pemerintah menggelontorkan anggaran untuk belanja aplikasi mencapai Rp6,7 triliun, pada tahun anggaran 2024 tak ada lagi.
Pengadaan belanja aplikasi tidak lagi menjadi proyek Kementerian PANRB sesuai arahan Presiden Jokowi, dan ke depan yang mereka lakukan bukan menambah aplikasi, melainkan mengintegrasi yang sudah ada dibantu SPBE dan Peraturan Presiden mengenai Government Tech (GovTech).
“Sekarang kita sedang paksa dengan perpres ini agar daerah-daerah tidak lagi membeli banyak aplikasi tapi menginteroperabilitaskan aplikasi, sehingga nanti ada satu portal layanan supaya masuknya mudah langsung ke berbagai kebutuhan masyarakat,” ujar Anas.
Praktik ini nyatanya telah diterapkan sejumlah negara maju, dan Anas menilai ini menjadi tantangan Indonesia yang umumnya sulit mengintegrasikan tiap lembaga karena semua pasti menilai layanannya yang terbaik.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2023
“Kami sayembarakan bagi kabupaten, kota, gubernurnya, atau kementerian yang mengerjakan (perampingan aplikasi) paling awal akan kita beri penghargaan serius,” kata Azwar Anas di Kabupaten Badung, Bali, Selasa.
Ia mengakui pentingnya digitalisasi dalam percepatan pengembangan reformasi birokrasi, namun yang salah adalah ketika satu inovasi dijadikan satu aplikasi, sehingga justru menyulitkan masyarakat karena harus mengunduh banyak aplikasi pada akhirnya.
“Jadi, kita sekarang ada edaran dari Presiden bahwa tidak harus satu inovasi satu aplikasi, karena banyaknya aplikasi menyebabkan bukan hanya tidak efisien dari sisi anggaran tapi juga menyebabkan layanan jadi berbelit bagi masyarakat,” ujarnya.
Menurutnya, ke depan instansi pemerintah yang hebat bukan lagi instansi dengan aplikasi paling banyak, melainkan paling sedikit tapi bisa mengakomodasi keperluan masyarakat.
Ia mencontohkan aplikasi digital milik Pemerintah Inggris, yang mana wajah utama dalam aplikasi tersebut bukan sub kanal kementerian atau dinas yang harus dipilih pengguna ketika mencari sesuatu, melainkan daftar pertanyaan paling sering muncul, sehingga memudahkan pengguna.
“Coba yang ada disini cek website pemerintah daerahnya biasanya masih pilihannya dinas-dinas. Kalau masih isinya dinas-dinas berarti masih jadul, yang baru adalah yang langsung menjawab pertanyaan pengguna,” ujar Menteri PANRB itu.
“Ke depan pemda yang hebat bukan yang banyak aplikasinya, misalnya dari 5.000 bisa tinggal tujuh aplikasi itu baru hebat. Silakan kabupaten/kota yang mau merangkum aplikasi dari ratusan menjadi sedikit lapor ke kami, kalau perlu kami beri penghargaan khusus untuk digitalisasi di bidang birokrasi,” sambungnya.
Kepada media, Menteri PANRB menyatakan bahwa satu-satunya cara efisiensi dan memperbaiki reformasi birokrasi adalah digitalisasi, namun banyak aplikasi bukanlah solusi, sehingga jika sebelumnya pemerintah menggelontorkan anggaran untuk belanja aplikasi mencapai Rp6,7 triliun, pada tahun anggaran 2024 tak ada lagi.
Pengadaan belanja aplikasi tidak lagi menjadi proyek Kementerian PANRB sesuai arahan Presiden Jokowi, dan ke depan yang mereka lakukan bukan menambah aplikasi, melainkan mengintegrasi yang sudah ada dibantu SPBE dan Peraturan Presiden mengenai Government Tech (GovTech).
“Sekarang kita sedang paksa dengan perpres ini agar daerah-daerah tidak lagi membeli banyak aplikasi tapi menginteroperabilitaskan aplikasi, sehingga nanti ada satu portal layanan supaya masuknya mudah langsung ke berbagai kebutuhan masyarakat,” ujar Anas.
Praktik ini nyatanya telah diterapkan sejumlah negara maju, dan Anas menilai ini menjadi tantangan Indonesia yang umumnya sulit mengintegrasikan tiap lembaga karena semua pasti menilai layanannya yang terbaik.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2023