Indonesia memanfaatkan opsi pembiayaan campuran (blended finance) karena dinilai sebagai salah satu sumber alternatif untuk mengejar transisi menuju energi bersih pada 2060.

“Indonesia memanfaatkan blended finance dari PT SMI (Sarana Multi Infrastruktur) dan dari ADB (Bank Pembangunan Asia),” kata Direktur Konservasi Energi, Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Gigih Udi Atmo di sela Forum Pembiayaan Energi ASEAN di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Rabu.

Selain itu, lanjut dia, ada juga dukungan keuangan internasional melalui program pendanaan Kemitraan Transisi Energi Internasional yang Adil (Just Energy Transition Partnership/JETP) yang dapat mendukung transisi energi.

JETP sebelumnya disepakati pemimpin negara di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali pada 2022 yang bekerja untuk merealisasikan kerja sama pendanaan transisi energi.

Baca juga: Menteri ESDM target turunkan 358 juta ton emisi tercapai di 2023

"Itu (JETP) hanya beberapa proyek dan itu terbatas di sektor pembangkit listrik, sedangkan berbicara (transisi energi) ada industri, transportasi, perumahan, dan gedung komersial,” katanya.

Senada dengan Gigih, mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Bambang Brodjonegoro dalam kesempatan yang sama mengungkapkan pembiayaan campuran dan nilai ekonomi karbon atau carbon pricing menjadi opsi pembiayaan transisi energi.

Menurut dia, pembiayaan campuran tidak hanya mengelompokkan sumber dana yang berbeda tapi juga dapat fokus memobilisasi modal sektor swasta.

Sedangkan nilai ekonomi karbon, pendapatan bisa didistribusikan kembali dari sektor swasta kepada sektor publik (pemerintah) melalui beberapa instrumen di antaranya pajak karbon, hingga kredit karbon.

Ada pun dana tersebut kemudian dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan program transisi energi.

Sementara itu, Gigih Udi Atmo dalam pemaparannya menjelaskan Indonesia memiliki peta jalan di sektor energi untuk mencapai emisi nol karbon pada 2060 melalui transisi energi fosil ke energi bersih.

Baca juga: Menteri ESDM: 1.600 lokasi pertambangan ilegal perlu ditertibkan

Dia menjelaskan emisi karbon dapat turun hingga 93 persen pada 2060 menjadi 129,4 juta ton setara CO2 dari perkiraan sekitar 1.927.4 juta ton setara CO2 oleh aktivitas bisnis misalnya industri, perumahan, transportasi, komersial hingga pembangkit listrik

Ada pun strateginya di antaranya elektrifikasi, pengembangan BBM nabati, pensiun dini pembangkit listrik tenaga batu bara, sumber baru energi seperti hidrogen dan amonia, dan efisiensi energi.

Selain itu, teknologi penangkapan, utilisasi, dan penyimpanan karbon atau carbon capture, utilization, and storage (CCS/CCUS).

Berdasarkan kajian Badan Energi Internasional (IEA) dalam laporan bertajuk the IEA’s Energy Sector Roadmap to Net Zero Emissions in Indonesia pada September 2022, Indonesia membutuhkan hampir tiga kali lipat investasi energi pada 2030 yakni tambahan investasi sebesar 8 miliar dolar AS per tahun.


 


 

Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna

Editor : Adi Lazuardi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2023