Denpasar (Antara Bali) - Sekitar 365 rumah tangga di Bali memanfaatkan biogas dan pupuk organik hasil olahan limbah ternak melalui program pengembangan biogas rumah atau "Biru".
"Dengan demikian mereka mampu melakukan pengolahan limbah secara tepat, sekaligus bisa mandiri memenuhi kebutuhan energi untuk kepentingan memasak dan penerangan," kata Koordinator pengembangan Biru Bali, I Gede Suarja di Denpasar, Kamis.
Ia mengatakan, ratusan rumah tangga telah menikmati kemudahan dari bio gas dalam program Biru yang tersebar pada sembilan kecamatan di sembilan kabupaten/kota di Pulau Dewata.
Seorang petani dan peternak dari Abang Batu Dinding, Kintamani, kabupaten Bangli, Nyoman Kolem (45) misalnya belum genap setahun memiliki biogas model "fixed dome" yang dikembangkan oleh Program Biru.
"Saya senang karena anak dan istri sekarang tidak terganggu asap lagi, pada saat memasak di dapur. Dapur saya pun jadi lebih bersih dan sehat, noda hitam asam dan tumpukan kayu bakar tidak separah dulu lagi," tutur Nengah Lastrini, istri dari Nyoman Kolem.
Gede Suarja menambahkan, program Biru merupakan kerja sama antara Pemerintah Indonesia dan Belanda sejak Mei 2009. Program Biru diimplementasikan oleh Hivos, sebuah lembaga kemanusiaan untuk kerja sama pembangunan yang berbasis di Belanda, bermitra dengan Kementerian ESDM RI melalui Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (DJEBTKE).
Melalui program Biru, Hivos memberikan subsidi senilai Rp2 juta per reaktor berupa peralatan dan pendampingan, bukan berupa uang tunai. (*/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012
"Dengan demikian mereka mampu melakukan pengolahan limbah secara tepat, sekaligus bisa mandiri memenuhi kebutuhan energi untuk kepentingan memasak dan penerangan," kata Koordinator pengembangan Biru Bali, I Gede Suarja di Denpasar, Kamis.
Ia mengatakan, ratusan rumah tangga telah menikmati kemudahan dari bio gas dalam program Biru yang tersebar pada sembilan kecamatan di sembilan kabupaten/kota di Pulau Dewata.
Seorang petani dan peternak dari Abang Batu Dinding, Kintamani, kabupaten Bangli, Nyoman Kolem (45) misalnya belum genap setahun memiliki biogas model "fixed dome" yang dikembangkan oleh Program Biru.
"Saya senang karena anak dan istri sekarang tidak terganggu asap lagi, pada saat memasak di dapur. Dapur saya pun jadi lebih bersih dan sehat, noda hitam asam dan tumpukan kayu bakar tidak separah dulu lagi," tutur Nengah Lastrini, istri dari Nyoman Kolem.
Gede Suarja menambahkan, program Biru merupakan kerja sama antara Pemerintah Indonesia dan Belanda sejak Mei 2009. Program Biru diimplementasikan oleh Hivos, sebuah lembaga kemanusiaan untuk kerja sama pembangunan yang berbasis di Belanda, bermitra dengan Kementerian ESDM RI melalui Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (DJEBTKE).
Melalui program Biru, Hivos memberikan subsidi senilai Rp2 juta per reaktor berupa peralatan dan pendampingan, bukan berupa uang tunai. (*/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012