Denpasar (Antara Bali) - Program Biogas Rumah (Biru) yang tengah disosialisasikan ke berbagai daerah di Indonesia diakui masih mengalami kendala dalam penyediaan kredit berbunga rendah bagi masyarakat calon pengguna Biru.
"Saat ini Biru sedang menjajagi kemitraan dengan lembaga keuangan mikro untuk penyediaan kredit berbunga rendah bagi masyarakat calon pengguna biogas rumah, inilah yang menjadi tantangan kami ke depan," kata Koordinator Biru Provinsi Bali dan Lombok I Gede Suarja disela-sela workshop biogas menuju kemandirian energi di Hotel Inna Sindu Beach, Sanur, Kamis.
Dalam pelaksanaan programnya, Biru bekerja sama dengan sejumlah organisasi lokal seperti LSM, koperasi, maupun pihak swasta lainnya yang berperan sebagai mitra pembangun. Sedangkan di Bali, progam Biru telah menggandeng lima mitra pembangun yakni Yayasan BOA, Yayasan Manikaya Kauci, Yayasan IDEP, Yayasan Sunari dan CV Mitra USaha Mandiri.
Dalam workshop yang digelar program Biru bersama-sama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tersebut merupakan koordinasi sebagai upaya pencapaian kemandirian energi di Provinsi Bali.
Direktur Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (DJEBTKE) Maritje Hutapea menyatakan, melalui workshop tersebut kemajuan implementasi program Biru dapat dievaluasi terutama untuk melihat sejauh mana dampak biogas tersebut dalam pemenuhan kebutuhan energi masyarakat.
"Berbagai masalah teknis tersebut juga dievaluasi apakah teknologi itu sudah sesuai dan tepat guna, terutama dalam kehandalan alat, kemudahan sistem operasi dan pemeliharan. Pertemuan ini juga dapat dimanfaatkan sebagai forum sosialisasi kepada pemerintah daerah lain untuk merepleksikan reaktor biogas di daerah mereka masing-masing," ujarnya.
Lanjut Maritje, "Kami sangat menyambut baik pelaksanaan program Biru ini dan berharap pengembangan biogas di Indonesia dapat menerapkan mekanisme seperti yang dilakukan program Biru, dan bukan lagi hibah seperti yang dilakukan melalui pendanaan APBN selama ini. Karena mekanisme yang dilakukan program Biru akan menciptakan rasa kepemilikan yang kuat dari masyarakat," paparnya.
Sementara itu, Manajer Program Biru dari Hivos Robert de Groot mengatakan, pengembangan sektor biogas yang berkelanjutan di Indonesia membutuhkan sinergi yang kuat antara lembaga pemerintahan di budang energi baru terbarukan dan para pihak yang aktif dalam melaksanakan program Biru di setiap tingkat.
"Hal ini dapat memungkinkan program Biru dalam meningkatkan kesadaran masyarakat akan keuntungan dari reaktor biogas yang berkualitas tinggi," ujar Groot.
Menurut Groot kepercayaan dan dukungan dari kementrian ESDM terhadap program Biru dapat membuka peluang dalam menyebarluaskan biogas di daerah.
"Penerimaan terhadap program Biru di semua daerah sampai saat ini sangat baik. Program Biru sangat terbantu dengan dukungan yang telah diberikan sehingga dapat meningkatkan minat dan pembangunan biogas di kalangan peternak," tuturnya.
Program Biru merupakan kerja sama antara pemerintah Indonesia dan Belanda yang sudah dilaksanakan sejak tahun 2009 dari implementasi Hivos, sebuah lembaga kemanusiaan untuk kerja sama pembangunan yang berbasis di Belanda, bermitra dengan Kementrian ESDM RI melalui Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (DJEBTKE).
Melalui Biru, Hivos memberikan subsidi senilai Rp2 juta per reaktor yang berupa peralatan. Hingga Juni 2011, program Biru telah membangun 3.143 unit reaktor biogas rumah yang tersebar di tujuh provinsi di Indonesia yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat (NTB), Bali, dan Sulawesi Selatan.
Sedangkan di Bali sendiri, terdapat 96 unit reaktor biogas rumah tangga di tujuh kabupaten yaitu Buleleng, Jembrana, Tabanan, Badung, Gianyar, Bangli, dan Klungkung. Program ini menargetkan untuk membangun 8.000 unit reaktor pada akhir tahun 2012.(*)