Ketua KPU Provinsi Bali I Dewa Agung Gede Lidartawan menyoroti penyampaian aspirasi masyarakat ke DPRD provinsi setempat yang kurang terpublikasi sehingga berpengaruh terhadap pencapaian Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) di provinsi itu.
"Mudah-mudahan ada mekanisme baru yang dibuat di DPRD untuk menunjukkan masyarakat menyampaikan aspirasi ke Dewan ataupun pemerintah karena itu yang diinginkan oleh IDI," kata Lidartawan di Denpasar, Senin.
Lidartawan ditemui disela-sela acara penyerahan simbolis bantuan keuangan kepada parpol mengatakan pada era pemerintahan Gubernur Bali sebelumnya (Mangku Pastika-red) ada kegiatan Podium Bali Bebas Bicara Apa Saja dan Simakrama.
Menurut dia, melalui dua kegiatan itu sebelumnya bisa terpublikasi jelas dan betul ada aspirasi dari masyarakat langsung.
"Kalau teman-teman di luar daerah masyarakatnya melaporkan ke Dewan, dan itu di-publish. Sedangkan di Bali banyak kegiatan Dewan yang turun ke masyarakat, namun sayangnya kurang terpublikasi. Oleh karena itu ke depan mestinya ada mekanisme baru yang dibuat," ujarnya.
Peringkat IDI di Provinsi Bali dalam beberapa tahun terakhir terus mengalami penurunan. Pada 2018, Bali dengan capaian IDI sebesar 82,37 persen (kategori Baik) menempati peringkat ke-2 di Indonesia. Kemudian turun menempati peringkat ke-4 pada 2019 dengan capaian IDI sebesar 81,38 persen (kategori Baik).
Selanjutnya kembali turun menempati peringkat ke-8 pada 2020 dengan capaian 77,59 (kategori Sedang) dan pada 2021 turun drastis menduduki peringkat ke-21 dari 34 provinsi di Indonesia dengan capaian 75,35 (kategori Sedang).
Pada penghitungan IDI metode yang baru, ada 3 aspek dengan 22 indikator yang diukur. Adapun 3 aspek yang diukur yakni Aspek Kebebasan, Aspek Kesetaraan, dan Aspek Kapasitas Lembaga Demokrasi.
Terkait dengan Aspek Kapasitas Lembaga Demokrasi dengan nilai 63,92, capaian yang tergolong rendah (kurang dari 60) disumbang oleh indikator kinerja lembaga legislatif (58,33), indikator transparansi anggaran dalam bentuk penyediaan informasi APBD oleh pemerintah daerah (28,57) dan indikator pendidikan politik pada kader parpol (45,71).
Rendahnya indikator kinerja lembaga legislatif, kata Lidartawan, bukan berarti para wakil rakyat tidak bekerja atau jarang turun ke masyarakat menyerap aspirasi. Namun ini disebabkan bisa jadi karena rendahnya pencatatan dan publikasi, padahal mereka sudah turun ke masyarakat.
Mantan Ketua KPU Kabupaten Bangli ini pun mengingatkan para partai politik yang kadernya menjadi anggota legislatif agar sesering mungkin melakukan publikasi.
Terutama saat menerima aspirasi dari masyarakat langsung karena itu sangat mempengaruhi Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) di Provinsi Bali.
Dalam kesempatan tersebut, Lidartawan menambahkan bahwa ada mayoritas salah satu fraksi di DPRD Bali juga mempengaruhi mengapa penyampaian aspirasi terlihat minim. "Jadi bukannya tidak ada masalah, melainkan sudah diselesaikan antara eksekutif dan legislatif," katanya.
Lidartawan juga mengatakan dalam lingkungan KPU Bali, kata dia, tidak mengenal hari libur dan KPU buka selama 24 jam, kecuali saat perayaan Nyepi. Bahkan jika terdapat di KPU kabupaten/kota yang kedapatan kosong (tutup) bisa dilaporkan kepada KPU Bali.
"Tidak ada hari libur, lima hari sekali saya juga tidur di kantor. Termasuk di kabupaten/kota, kalau ada kosong kasih tahu kami, nanti kami kasi SP (surat peringatan)," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2023
"Mudah-mudahan ada mekanisme baru yang dibuat di DPRD untuk menunjukkan masyarakat menyampaikan aspirasi ke Dewan ataupun pemerintah karena itu yang diinginkan oleh IDI," kata Lidartawan di Denpasar, Senin.
Lidartawan ditemui disela-sela acara penyerahan simbolis bantuan keuangan kepada parpol mengatakan pada era pemerintahan Gubernur Bali sebelumnya (Mangku Pastika-red) ada kegiatan Podium Bali Bebas Bicara Apa Saja dan Simakrama.
Menurut dia, melalui dua kegiatan itu sebelumnya bisa terpublikasi jelas dan betul ada aspirasi dari masyarakat langsung.
"Kalau teman-teman di luar daerah masyarakatnya melaporkan ke Dewan, dan itu di-publish. Sedangkan di Bali banyak kegiatan Dewan yang turun ke masyarakat, namun sayangnya kurang terpublikasi. Oleh karena itu ke depan mestinya ada mekanisme baru yang dibuat," ujarnya.
Peringkat IDI di Provinsi Bali dalam beberapa tahun terakhir terus mengalami penurunan. Pada 2018, Bali dengan capaian IDI sebesar 82,37 persen (kategori Baik) menempati peringkat ke-2 di Indonesia. Kemudian turun menempati peringkat ke-4 pada 2019 dengan capaian IDI sebesar 81,38 persen (kategori Baik).
Selanjutnya kembali turun menempati peringkat ke-8 pada 2020 dengan capaian 77,59 (kategori Sedang) dan pada 2021 turun drastis menduduki peringkat ke-21 dari 34 provinsi di Indonesia dengan capaian 75,35 (kategori Sedang).
Pada penghitungan IDI metode yang baru, ada 3 aspek dengan 22 indikator yang diukur. Adapun 3 aspek yang diukur yakni Aspek Kebebasan, Aspek Kesetaraan, dan Aspek Kapasitas Lembaga Demokrasi.
Terkait dengan Aspek Kapasitas Lembaga Demokrasi dengan nilai 63,92, capaian yang tergolong rendah (kurang dari 60) disumbang oleh indikator kinerja lembaga legislatif (58,33), indikator transparansi anggaran dalam bentuk penyediaan informasi APBD oleh pemerintah daerah (28,57) dan indikator pendidikan politik pada kader parpol (45,71).
Rendahnya indikator kinerja lembaga legislatif, kata Lidartawan, bukan berarti para wakil rakyat tidak bekerja atau jarang turun ke masyarakat menyerap aspirasi. Namun ini disebabkan bisa jadi karena rendahnya pencatatan dan publikasi, padahal mereka sudah turun ke masyarakat.
Mantan Ketua KPU Kabupaten Bangli ini pun mengingatkan para partai politik yang kadernya menjadi anggota legislatif agar sesering mungkin melakukan publikasi.
Terutama saat menerima aspirasi dari masyarakat langsung karena itu sangat mempengaruhi Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) di Provinsi Bali.
Dalam kesempatan tersebut, Lidartawan menambahkan bahwa ada mayoritas salah satu fraksi di DPRD Bali juga mempengaruhi mengapa penyampaian aspirasi terlihat minim. "Jadi bukannya tidak ada masalah, melainkan sudah diselesaikan antara eksekutif dan legislatif," katanya.
Lidartawan juga mengatakan dalam lingkungan KPU Bali, kata dia, tidak mengenal hari libur dan KPU buka selama 24 jam, kecuali saat perayaan Nyepi. Bahkan jika terdapat di KPU kabupaten/kota yang kedapatan kosong (tutup) bisa dilaporkan kepada KPU Bali.
"Tidak ada hari libur, lima hari sekali saya juga tidur di kantor. Termasuk di kabupaten/kota, kalau ada kosong kasih tahu kami, nanti kami kasi SP (surat peringatan)," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2023