Tiga tahun dihantam pandemi COVID-19 membuat banyak hal terjadi di sektor pariwisata Provinsi Bali. Mulai dari wisatawan yang tak kunjung tiba hingga mereka yang mulai datang namun membawa fenomena baru menjadi pelanggar saat berkunjung.

Pemerintah Provinsi Bali yang mulai mencium fenomena tersebut akhirnya bertindak dan mendapati wisatawan yang melanggar seperti menjadi tenaga kerja asing ilegal hingga membuka usaha kecil yang merugikan warga lokal.

Seperti dikatakan Wakil Gubernur Bali Tjok Oka Artha Ardhana Sukawati di Kantor Gubernur Bali pada Senin (27/3/2023), saat ini Pulau Dewata dihadapkan pada dua hal serius yaitu menciptakan pariwisata berkualitas dengan wisatawan yang berani membayar lebih mahal atau pemberian kebebasan.

"Apakah yang kita tingkatkan kualitas supaya mereka tertib atau tertib dulu baru meningkatkan kualitasnya? Teman-teman (pelaku pariwisata) sepakat penertiban dulu," kata dia saat itu.

Mengambil contoh Singapura, Wagub yang akrab disapa Cok Ace itu menyebut dengan kualitas yang baik maka harga akan mengikuti, berbeda jika wisatawan datang dan kecewa dengan keamanan dan kenyamanan Bali, maka saat itu Pulau Dewata akan menjadi murah.

Perda Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2020 dan Pergub Bali Nomor 28 Tahun 2020 sebagai landasan.

Baca juga: Dispar Bali: Wisatawan ke Bali harus berkualitas

Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali Tjok Bagus Pemayun mengatakan Perda Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2020 tentang standar penyelenggaraan pariwisata dan Pergub Bali Nomor 28 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Pariwisata Bali perlu menjadi konsentrasi jelang endemi ditetapkan.

Pertama mengenai tata kelola pariwisata Pergub Nomor 28 Tahun 2020 itu jelas bahwa Bali pati inginkan wisatawan berkualitas.

"Pelajaran saat pandemi sangat bisa dibawa ke endemi karena memang trennya wisatawan yang datang kita ingin sehat, aman, nyaman. Tentu kita pemerintah sebagai regulator fasilitator di pandemi persiapannya sudah, bukan selesai pandemi baru kita menyiapkan, momentumnya tepat sebenarnya," sambung Tjok Bagus.

Beragam upaya dilakukan untuk menjadikan pariwisata Bali berkualitas, seperti pembentukan tim satgas pariwisata yang terdiri dari dinas pariwisata, kepolisian, satpol PP, imigrasi, asosiasi pariwisata, dan pemangku kebijakan terkait lainnya untuk menangani wisatawan nakal.

Melalui upaya tersebut, akhirnya Pemprov Bali mampu menyaring wisatawan yang ada. Bersama seluruh elemen ditemukan beragam pelanggaran, seperti pelanggaran lalu lintas menggunakan kendaraan dengan nomor polisi ilegal, tidak menggunakan helm atau menggunakan pakaian yang tidak semestinya.

Lebih jauh, sejumlah wisatawan asing bahkan membuat kartu identitas penduduk dengan cara yang salah, membuat usaha secara ilegal, dan menggunakan visa tidak sesuai ketentuan.

Demi membentuk pariwisata berkualitas, Tjok Bagus mengatakan satgas pariwisata akan tetap melakukan penindakan, tidak berhenti hanya saat kasus tersebut viral.

"Penindakan harus secara rutin karena, itu memang hasil dari koordinasi kami dengan instansi terkait. Akan tetapi satu hal, memang kami tidak pernah menghalangi wisatawan mancanegara," tuturnya.

Baca juga: Natadesa di Jimbaran-Bali bantu pemerintah ciptakan pariwisata berkualitas

Menuju endemi, pemerintah daerah juga meminta komitmen pelaku pariwisata yaitu dengan tetap menerapkan ikrar yang dibentuk saat pandemi COVID-19, di antaranya soal kesiapan menjalankan pengelolaan sampah berbasis sumber, seperti pemilahan dari kamar hotel, kemudian penerapan penggunaan aksara Bali, dan penerapan cleanliness, health, safety, and environment sustainablility (CHSE).

"Pariwisata yang kita kembangkan wisata budaya tetap harga mati karena kita tidak memiliki sumber daya alam. Tentu untuk berkelanjutan harus muatan lokalnya betul-betul digali, berikut juga wisatawan yang datang berkualitas menjaga lingkungan," tutur dia.

Selain membentuk pariwisata berkualitas di momentum pandemi, Pemprov Bali juga terlibat aktif membantu masyarakat selama tiga tahun.

Mulai dari menyumbangkan masker ke seluruh wilayah melalui desa adat, melakukan pasar gotong royong, hingga memotong gaji sebesar 10 persen untuk setiap bulan digunakan berbelanja di pasar gotong royong saat itu.

"Juga mengenai refocusing anggaran, di samping untuk penanggulangan COVID-19, juga untuk memberikan relaksasi kepada yang terdampak, kita semua di-refocusing, begitu juga mendorong menyurati kementerian untuk membantu," jelas Kepala Dinas Pariwisata Bali itu.

Selama pandemi COVID-19, pariwisata sebagai sektor penopang di Pulau Dewata mengalami keterpurukan, tak ada penerbangan internasional sehingga tak ada wisatawan yang datang.

Tahun 2020 ekonomi Bali merosot, terjadi kontraksi -9,31 persen dan tahun 2021 pada angka -2,47 persen. Baru akhirnya pada tahun 2022 perekonomian Bali positif, yaitu triwulan I meningkat 1,43 persen, triwulan II 3,05 persen, dan triwulan III 8,09 persen (yoy).

Gerbang bagi wisatawan mancanegara dibuka kembali pada Maret 2022, dan menghasilkan total 2,3 juta wisatawan asing hingga pengujung tahun.

Pemulihan pariwisata dan ekonomi Bali kian terlihat dari wisatawan yang terus datang, meskipun bukan saat libur panjang, sehingga Gubernur Wayan Koster menargetkan kunjungan wisman pada angka 4,5 juta akhir tahun nanti.

Berdasarkan data terakhir yang diumumkan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali pada Senin (3/4/2023), setidaknya ada 323.623 kunjungan wisatawan mancanegara selama periode Februari 2023.

Jumlah tersebut diakui turun 2,50 persen dibanding Januari 2023, namun rata-rata lama menginap tamu asing dan domestik pada hotel berbintang di Bali pada bulan Februari 2023 naik 0,06 persen dibandingkan Januari, yaitu 2,42 hari dari sebelumnya 2,36 hari.

Keadaan yang terjadi selama pandemi menjadi momentum membenahi Bali dengan merancang pariwisata berkualitas untuk menyambut endemi.















 


 

Pewarta: Ni Putu Putri Muliantari

Editor : Adi Lazuardi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2023