Oleh Masnun Masud
Seorang guru adakalanya seperti perajin dan juga seniman. Ia mengukir, menata, menorehkan nilai-nilai, keyakinan dan juga performa kepribadiannya kepada anak-anak didiknya.
Kredo itu agaknya yang melatarbelakangi prinsip "Bu Dayu", sosok guru pamong Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) terpadu Kuncup Mekar yang merupakan program unggulan Unit Pelaksana Teknis Sanggar Kegiatan Belajar Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Badung, Provinsi Bali ini menerapkan konsep mengajar dengan hati.
Guru pamong yang bernama lengkap Ida Ayu Ratnadi itu berpandangan bahwa seorang guru yang baik ketika masuk ruang kelas mesti dengan hati ikhlas, dengan energi dan vibrasi cinta kepada anak-anak. Mengajar tanpa hati akan terasa hambar. Anak-anak pun tidak akan mendengarkan dengan hati. Ini akan memberikan kesan mendalam sekalipun telah berlalu puluhan tahun.
Profil guru Paud sebagai pendidik anak usia dini merupakan sosok pendidik yang senantiasa bergelut dengan dunia anak balita yang masih tanpa pengetahuan . Mereka diharapkan mampu meningkatkan kemampuan anak melalui berbagai pendekatan penalaran baik secara kognitif, afektif maupun psikomotorik.
Belajar sambil bermain itulah ciri khas dari pendidikan anak usia dini. Karena itu , seorang guru PAUD dituntut untuk membimbing anak-anak dengan penuh kesabaran, ketelatenan dan keikhlasan, tidak hanya sekedar mengajar dan sebagai pendidik, perjuangan seorang guru Paud merupakan perjuangan masa depan.
Bagi srikandi pendidik kelahiran Bulelelng, 30 Agustus 1969 ini, seorang guru harus mampu menghadapi anak-anak usia tiga hingga empat tahun yang memiliki berbagai karakter. Karena itu komunikasi akan efektif kalau dilakukan dengan sepenuh hati disertai dengan penuh ketulusan dan kesungguhan.
"Kata kuncinya kita harus mengajar dengan hati. Bagaimanapun karakter anak kalau kita mengedepankan hati yang tulus, maka mereka akan bisa kita arahkan menjadi anak yang baik termasuk dalam menghadapi anak berkebutuhan khusus," kata guru pamong lulusan Program Magister bidang studi Pendidikan dan Evaluasi Pendidikan Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) Denpasar, Bali.
Di PAUD Kuncup Mekar, ia menghadapi anak dari dengan berbagai karakter dan latarbelakang keluarga termasuk yang berkebutuhan khusus. Bahkan ada anak-anak hiperaktif yang suka mengganggu teman-temannya dan ada juga anak yang tidak mau belajar dan suka mengamuk.
Bukan itu saja, ia juga menghadapi anak yang selama enam bulan tidak mau berinteraksi dengan temannya yang lain, namun tidak membuat ia putus asa dan menyerah. Untuk mengatasi berbagai persoalan itu dibutuhkan kesabaran dan keikhlasan.
Bagi "Bu Dayu" menghadapi anak-anak dengan berbagai karakter itu tidak cukup hanya bermodalkan kemampuan mengajar di depan kelas, tetapi seorang guru juga harus mampu menerapkan konsep mengajar dengan hati. Dengan cara ini seorang guru akan bisa "menaklukkan" anak didik yang terkadang melampaui batas kesabaran.
Ia mengakui hingga kini belum memiliki ilmu khusus untuk menangani anak-anak didik yang tidak mau belajar, suka mengamuk dan tidak mau berinteraksi dengan teman-temannya yang lain. Dalam hal ini tidak cukup hanya dengan hati, tetapi memerlukan teknik tertentu.
Ilmu khusus
"Saya sedang mencari ilmu khusus untuk menghadapi anak-anak "bermasalah". Saya kira ilmu 'hipnotis' bisa diterapkan dalam menghadapi anak-anak berkebutuhan khusus. Hingga kini saya belum mendapatkan ilmu untuk menaklukkan anak didik yang berkebutuhan khusus itu," kata guru pamong yang dikenal dekat dengan anak didik.
Menurut sosok ibu guru yang berpenampilan sederhana ini, seorang guru PAUD tidak hanya sekedar melahirkan anak-anak yang pintar, tetapi juga anak yang cerdas. Karena anak yang cerdas pasti pintar, sebaliknya anak yang pintar belum tentu cerdas.
Tidak jarang para orang tua menuntut agar anak-anak mereka pintar, bahkan anak-anak yang masih duduk di PAUD dileskan agar lancar membaca, berhitung dan menulis, karena yang diinginkan agar anak-anak yang pintar.
"Pada tingkat PAUD yang diperlukan tidak hanya kecerdasan intelektual atau anak yang pintar, tetapi juga kecerdasan sosial yang terlihat dengan kemampuan anak dalam bergaul dan kecerdasan emosional yang dicirikan dengan kemampuan anak mengendalikan emosi," kata guru pamong yang biasa dipanggil Bu Dayu ini.
Bagi Bu Dayu yang paling utama dan pertama yang harus dimiliki anak didik adalah kecerdasan emosional, karena anak-anak yang cerdas emosional akan lebih mudah bersosialisasi dengan lingkungan yang juga akan diikuti oleh kemampuan untuk berinteraksi sosial.
Kecerdasan emosional itu, menurut dia, akan terbentuk melalui stimulus yang diberikan kepada anak didik. Anak-anak yang kurang kecerdasan emosional akan sulit bergaul. Tidak jarang orang yang memiliki kecerdasan intelektual atau pintar belum tentu bisa bergaul dengan baik.
Namun, ia mengakui, hingga kini masih mengalami kesulitan mengubah persepsi para orang tua akan pentingnya kecerdasan sosial dan kecerdasan emosional yang harus dimiliki anak-anak, karena mereka menilai anak-anaknya berhasil kalau bisa membaca, menulis dan berhitung.
"Karena itu selain mengajar anak-anak didik, kami juga memberikan pemahaman kepada para orang tua bahwa anak-anak mereka tidak cukup hanya memiliki kecerdasan intelektual atau pintar, tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah kecerdasan sosial dan kecerdasan emosional," kata guru pamong yang haus ilmu ini.
Bahkan, ada sebagian orang tua yang menganggap sebuah lembaga pendidikan, seperti PAUD berkualitas kalau berhasil meluluskan anak didik yang pandai membaca menulis dan berhitung atau "calistung". Karena itu para orang tua diberikan pemahaman ketika memasukkan anak-anak mereka pada penerimaan murid baru.
Menurut Bu Dayu, PAUD berperan untuk meletakkan dasar-dasar pendidikan dan menggali semua potensi yang dimiliki anak-anak didik baik kecerdasan intelektual, emosional dan kecerdasan sosial yang diperlukan anak dalam menghadapi jenjang pendidikan selanjutnya bahkan untuk bekal dalam kehidupan bermasyarakat.
Perjuangan panjang dan melelahkan yang dilakoni sosok guru pamong ini telah membuahkan hasil dan membawa PAUD Kuncup Mekar menjadi lembaga pendidikan usia dini yang benar-benar menjadi percontohan setidaknya untuk tingkat Provinsi Bali.
Kerja keras para guru pamong sekelas Ida Ayu Ratnadi ini juga telah mampu mewujudkan misi Unit Pelaksana Teknis Sanggar Kegiatan Belajar (UPT SKB) Kabupaten Badung sebagai lembaga Pendidikan Usia Dini yang unggul dan relevan dengan kebutuhan masyarakat.
Sosok guru pamong di SKB Badung ini juga telah meraih segudang prestasi, di antaranya juara I Jambore Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (PTK) Pendidikan Nonformal (PTK-PNK) di UPT tahun 2009 dan pada 2010 juara II PNF tingkat Provinsi Bali.
Ida Ayu Ratnadi meraih juara I Jambore PTK PAUD di tingkat Prvinsi Bali pada tahun 2012, juara II Nasional Senam Sajojo berkelompok tahun 2009, juara III nasional pada 2010 dan juara I Senam Sajojo berkelompok tahun 2012.
Kendati menjadi "sang jawara", sosok guru pamong PAUD Terpadu Kuncup Mekar ini tetap rendah hati dan ingin terus belajar agar benar-benar mampu menerapkan konsep "mengajar dengan hati" untuk melahirkan generasi emas pada 2045. (*/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012
Seorang guru adakalanya seperti perajin dan juga seniman. Ia mengukir, menata, menorehkan nilai-nilai, keyakinan dan juga performa kepribadiannya kepada anak-anak didiknya.
Kredo itu agaknya yang melatarbelakangi prinsip "Bu Dayu", sosok guru pamong Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) terpadu Kuncup Mekar yang merupakan program unggulan Unit Pelaksana Teknis Sanggar Kegiatan Belajar Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Badung, Provinsi Bali ini menerapkan konsep mengajar dengan hati.
Guru pamong yang bernama lengkap Ida Ayu Ratnadi itu berpandangan bahwa seorang guru yang baik ketika masuk ruang kelas mesti dengan hati ikhlas, dengan energi dan vibrasi cinta kepada anak-anak. Mengajar tanpa hati akan terasa hambar. Anak-anak pun tidak akan mendengarkan dengan hati. Ini akan memberikan kesan mendalam sekalipun telah berlalu puluhan tahun.
Profil guru Paud sebagai pendidik anak usia dini merupakan sosok pendidik yang senantiasa bergelut dengan dunia anak balita yang masih tanpa pengetahuan . Mereka diharapkan mampu meningkatkan kemampuan anak melalui berbagai pendekatan penalaran baik secara kognitif, afektif maupun psikomotorik.
Belajar sambil bermain itulah ciri khas dari pendidikan anak usia dini. Karena itu , seorang guru PAUD dituntut untuk membimbing anak-anak dengan penuh kesabaran, ketelatenan dan keikhlasan, tidak hanya sekedar mengajar dan sebagai pendidik, perjuangan seorang guru Paud merupakan perjuangan masa depan.
Bagi srikandi pendidik kelahiran Bulelelng, 30 Agustus 1969 ini, seorang guru harus mampu menghadapi anak-anak usia tiga hingga empat tahun yang memiliki berbagai karakter. Karena itu komunikasi akan efektif kalau dilakukan dengan sepenuh hati disertai dengan penuh ketulusan dan kesungguhan.
"Kata kuncinya kita harus mengajar dengan hati. Bagaimanapun karakter anak kalau kita mengedepankan hati yang tulus, maka mereka akan bisa kita arahkan menjadi anak yang baik termasuk dalam menghadapi anak berkebutuhan khusus," kata guru pamong lulusan Program Magister bidang studi Pendidikan dan Evaluasi Pendidikan Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) Denpasar, Bali.
Di PAUD Kuncup Mekar, ia menghadapi anak dari dengan berbagai karakter dan latarbelakang keluarga termasuk yang berkebutuhan khusus. Bahkan ada anak-anak hiperaktif yang suka mengganggu teman-temannya dan ada juga anak yang tidak mau belajar dan suka mengamuk.
Bukan itu saja, ia juga menghadapi anak yang selama enam bulan tidak mau berinteraksi dengan temannya yang lain, namun tidak membuat ia putus asa dan menyerah. Untuk mengatasi berbagai persoalan itu dibutuhkan kesabaran dan keikhlasan.
Bagi "Bu Dayu" menghadapi anak-anak dengan berbagai karakter itu tidak cukup hanya bermodalkan kemampuan mengajar di depan kelas, tetapi seorang guru juga harus mampu menerapkan konsep mengajar dengan hati. Dengan cara ini seorang guru akan bisa "menaklukkan" anak didik yang terkadang melampaui batas kesabaran.
Ia mengakui hingga kini belum memiliki ilmu khusus untuk menangani anak-anak didik yang tidak mau belajar, suka mengamuk dan tidak mau berinteraksi dengan teman-temannya yang lain. Dalam hal ini tidak cukup hanya dengan hati, tetapi memerlukan teknik tertentu.
Ilmu khusus
"Saya sedang mencari ilmu khusus untuk menghadapi anak-anak "bermasalah". Saya kira ilmu 'hipnotis' bisa diterapkan dalam menghadapi anak-anak berkebutuhan khusus. Hingga kini saya belum mendapatkan ilmu untuk menaklukkan anak didik yang berkebutuhan khusus itu," kata guru pamong yang dikenal dekat dengan anak didik.
Menurut sosok ibu guru yang berpenampilan sederhana ini, seorang guru PAUD tidak hanya sekedar melahirkan anak-anak yang pintar, tetapi juga anak yang cerdas. Karena anak yang cerdas pasti pintar, sebaliknya anak yang pintar belum tentu cerdas.
Tidak jarang para orang tua menuntut agar anak-anak mereka pintar, bahkan anak-anak yang masih duduk di PAUD dileskan agar lancar membaca, berhitung dan menulis, karena yang diinginkan agar anak-anak yang pintar.
"Pada tingkat PAUD yang diperlukan tidak hanya kecerdasan intelektual atau anak yang pintar, tetapi juga kecerdasan sosial yang terlihat dengan kemampuan anak dalam bergaul dan kecerdasan emosional yang dicirikan dengan kemampuan anak mengendalikan emosi," kata guru pamong yang biasa dipanggil Bu Dayu ini.
Bagi Bu Dayu yang paling utama dan pertama yang harus dimiliki anak didik adalah kecerdasan emosional, karena anak-anak yang cerdas emosional akan lebih mudah bersosialisasi dengan lingkungan yang juga akan diikuti oleh kemampuan untuk berinteraksi sosial.
Kecerdasan emosional itu, menurut dia, akan terbentuk melalui stimulus yang diberikan kepada anak didik. Anak-anak yang kurang kecerdasan emosional akan sulit bergaul. Tidak jarang orang yang memiliki kecerdasan intelektual atau pintar belum tentu bisa bergaul dengan baik.
Namun, ia mengakui, hingga kini masih mengalami kesulitan mengubah persepsi para orang tua akan pentingnya kecerdasan sosial dan kecerdasan emosional yang harus dimiliki anak-anak, karena mereka menilai anak-anaknya berhasil kalau bisa membaca, menulis dan berhitung.
"Karena itu selain mengajar anak-anak didik, kami juga memberikan pemahaman kepada para orang tua bahwa anak-anak mereka tidak cukup hanya memiliki kecerdasan intelektual atau pintar, tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah kecerdasan sosial dan kecerdasan emosional," kata guru pamong yang haus ilmu ini.
Bahkan, ada sebagian orang tua yang menganggap sebuah lembaga pendidikan, seperti PAUD berkualitas kalau berhasil meluluskan anak didik yang pandai membaca menulis dan berhitung atau "calistung". Karena itu para orang tua diberikan pemahaman ketika memasukkan anak-anak mereka pada penerimaan murid baru.
Menurut Bu Dayu, PAUD berperan untuk meletakkan dasar-dasar pendidikan dan menggali semua potensi yang dimiliki anak-anak didik baik kecerdasan intelektual, emosional dan kecerdasan sosial yang diperlukan anak dalam menghadapi jenjang pendidikan selanjutnya bahkan untuk bekal dalam kehidupan bermasyarakat.
Perjuangan panjang dan melelahkan yang dilakoni sosok guru pamong ini telah membuahkan hasil dan membawa PAUD Kuncup Mekar menjadi lembaga pendidikan usia dini yang benar-benar menjadi percontohan setidaknya untuk tingkat Provinsi Bali.
Kerja keras para guru pamong sekelas Ida Ayu Ratnadi ini juga telah mampu mewujudkan misi Unit Pelaksana Teknis Sanggar Kegiatan Belajar (UPT SKB) Kabupaten Badung sebagai lembaga Pendidikan Usia Dini yang unggul dan relevan dengan kebutuhan masyarakat.
Sosok guru pamong di SKB Badung ini juga telah meraih segudang prestasi, di antaranya juara I Jambore Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (PTK) Pendidikan Nonformal (PTK-PNK) di UPT tahun 2009 dan pada 2010 juara II PNF tingkat Provinsi Bali.
Ida Ayu Ratnadi meraih juara I Jambore PTK PAUD di tingkat Prvinsi Bali pada tahun 2012, juara II Nasional Senam Sajojo berkelompok tahun 2009, juara III nasional pada 2010 dan juara I Senam Sajojo berkelompok tahun 2012.
Kendati menjadi "sang jawara", sosok guru pamong PAUD Terpadu Kuncup Mekar ini tetap rendah hati dan ingin terus belajar agar benar-benar mampu menerapkan konsep "mengajar dengan hati" untuk melahirkan generasi emas pada 2045. (*/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012