Masyarakat Desa Adat Sanur ingin melapor kepada Presiden Joko Widodo jika terus tidak mendapatkan kejelasan soal pembagian pengelolaan potensi Pelabuhan Sanur, Denpasar, Bali, yang berada di wilayahnya karena telah berdampak anjloknya pendapatan desa adat setempat.
Bandesa Adat Sanur Ida Bagus Paramartha di Kantor Bendesa dan LPD Sanur di Denpasar, Kamis, mengatakan bahkan ketika pihaknya meminta data jumlah penumpang melalui Pelabuhan Sanur kepada pihak pengelola saat ini saja tidak boleh.
"Kami perlu tahu berapa jumlah kunjungan ke Sanur lewat dermaga atau pelabuhan ini. Lahan itu sebelumnya juga dikelola desa adat dan menjadi tempat pelaksanaan upacara keagamaan," kata Paramartha dalam agenda kunjungan daerah pemilihan (kudapil) Anggota DPD RI Made Mangku Pastika.
Diskusi atau dialog mengangkat tema "Peranan BUPDA dalam Meningkatkan Kesejahteraan" itu dipimpin Paramartha dengan dihadiri tokoh-tokoh Desa Adat Sanur dan juga anggota DPRD Kota Denpasar Ida Bagus Ketut Kiana.
Paramartha memaparkan sejumlah masalah muncul setelah beroperasinya Pelabuhan Sanur yang dana penataannya melalui APBN. Selain kemacetan lalu lintas, usaha desa pendapatannya merosot karena berkurangnya sumber pemasukan dari pengelolaan fastboat.
Ia mengaku telah melakukan berbagai upaya komunikasi dengan pihak pengelola maupun dengan pemerintah daerah, namun tidak ada hasilnya.
"Meskipun ada pelabuhan baru, kami tidak punya akses apapun di sana. Proyek pembangunan semestinya untuk kesejahteraan rakyat. Tetapi kami tidak bisa terlibat dengan pengelolaan potensi Pelabuhan Sanur," kata Ketua Sabha Desa Adat Sanur Ida Bagus Alit Sudewa menambahkan.
Menurut dia, sebelum ada penataan Pelabuhan Sanur seperti saat ini, pendapatan Desa Adat Sanur yang dikelola Badan Usaha Milik Desa Adat (BUMDA) Sanur dari pengelolaan potensi wisata di kawasan Pantai Matahari Terbit Sanur mencapai Rp3-4 miliar.
BUMDA yang sekarang bernama Badan Usaha Padruen Desa Adat (BUPDA) Sanur sebelumnya memiliki sejumlah unit usaha yakni pengelolaan perparkiran, pengelolaan kios untuk pedagang maupun yang disewakan untuk tempat operator (ticketing fastboat) menuju Sanur - Nusa Penida dan Sanur-Nusa Lembongan, dan sebaliknya.
Namun, ketika proyek penataan Pelabuhan Sanur sudah rampung, pendapatan desa adat turun drastis.
Alit Sudewa mengatakan kios-kios pedagang juga menjadi sepi dan bahkan ada yang tutup karena banyak pelanggan malah enggan berbelanja karena alasan kemacetan di sekitar pelabuhan dan juga karena arah pergerakan penumpang menjadi beralih.
Pendapatan yang diperoleh BUPDA tersebut sebelumnya digunakan untuk mendukung program-program desa adat dan kegiatan untuk warga banjar (dusun) yang berada di wilayah Sanur untuk kegiatan upacara. "Kami khawatir masyarakat akan berontak jika kondisi ini berlarut-larut. Harus ada kejelasan hitam di atas putih untuk pembagian pendapatannya," ucapnya.
Selain itu, warga Sanur juga perlu lahan pengganti untuk kegiatan upacara. Lahan di kawasan Pelabuhan Sanur itu merupakan tempat warga untuk melakukan upacara Melasti maupun rangkaian upacara Ngaben tidak saja bagi warga Sanur.
Sementara itu anggota DPD Made Mangku Pastika mengaku kaget dengan kondisi yang terjadi sebagaimana disampaikan para tokoh desa Adat Sanur.
"Kita berterima kasih pada pemerintah pusat karena telah mengucurkan uang untuk pelabuhan ini. Namun, ternyata merugikan krama (warga), pendapatan berkurang, dan kemacetan," ucapnya.
Padatnya aktivitas wisatawan yang berlalu lalang di Pelabuhan Sanur, pastinya menimbulkan sangkaan orang luar bahwa menguntungkan warga sekitar.
"Saya kaget ternyata justru sebaliknya. Yang semestinya pembangunan membawa berkah tetapi malah masalah. Apalagi kalau masyarakat sampai marah," kata Gubernur Bali periode 2008-2018 ini.
Menurut dia, harus segera dicarikan solusinya dan bertindak secara intelektual dan beradab, diantaranya dengan bersurat kepada pemerintah daerah bahkan hingga ke pusat mengenai apa yang diinginkan.
Tentunya disertai upaya komunikasi atau pendekatan yang telah dilakukan selama ini, namun belum mendapatkan kejelasan dan titik temu.
"Masak hanya minta data saja tak bisa? Kan harus ada keterbukaan informasi agar rakyat tahu apa yang terjadi di lingkungannya. Kita bukan mau mengangkangi semua, tetapi mestinya diajak ngomonglah karena Bali ini tidak bisa dilepaskan dari adat dan budaya," katanya.
Pastika juga menceritakan gagasan pembangunan Pelabuhan Sanur sudah dibicarakan saat dirinya menjadi Gubernur Bali. Saat itu bersama 17 menteri dipimpin Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan membahas rencana itu di kapal Bounty menuju Nusa Penida.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2023
Bandesa Adat Sanur Ida Bagus Paramartha di Kantor Bendesa dan LPD Sanur di Denpasar, Kamis, mengatakan bahkan ketika pihaknya meminta data jumlah penumpang melalui Pelabuhan Sanur kepada pihak pengelola saat ini saja tidak boleh.
"Kami perlu tahu berapa jumlah kunjungan ke Sanur lewat dermaga atau pelabuhan ini. Lahan itu sebelumnya juga dikelola desa adat dan menjadi tempat pelaksanaan upacara keagamaan," kata Paramartha dalam agenda kunjungan daerah pemilihan (kudapil) Anggota DPD RI Made Mangku Pastika.
Diskusi atau dialog mengangkat tema "Peranan BUPDA dalam Meningkatkan Kesejahteraan" itu dipimpin Paramartha dengan dihadiri tokoh-tokoh Desa Adat Sanur dan juga anggota DPRD Kota Denpasar Ida Bagus Ketut Kiana.
Paramartha memaparkan sejumlah masalah muncul setelah beroperasinya Pelabuhan Sanur yang dana penataannya melalui APBN. Selain kemacetan lalu lintas, usaha desa pendapatannya merosot karena berkurangnya sumber pemasukan dari pengelolaan fastboat.
Ia mengaku telah melakukan berbagai upaya komunikasi dengan pihak pengelola maupun dengan pemerintah daerah, namun tidak ada hasilnya.
"Meskipun ada pelabuhan baru, kami tidak punya akses apapun di sana. Proyek pembangunan semestinya untuk kesejahteraan rakyat. Tetapi kami tidak bisa terlibat dengan pengelolaan potensi Pelabuhan Sanur," kata Ketua Sabha Desa Adat Sanur Ida Bagus Alit Sudewa menambahkan.
Menurut dia, sebelum ada penataan Pelabuhan Sanur seperti saat ini, pendapatan Desa Adat Sanur yang dikelola Badan Usaha Milik Desa Adat (BUMDA) Sanur dari pengelolaan potensi wisata di kawasan Pantai Matahari Terbit Sanur mencapai Rp3-4 miliar.
BUMDA yang sekarang bernama Badan Usaha Padruen Desa Adat (BUPDA) Sanur sebelumnya memiliki sejumlah unit usaha yakni pengelolaan perparkiran, pengelolaan kios untuk pedagang maupun yang disewakan untuk tempat operator (ticketing fastboat) menuju Sanur - Nusa Penida dan Sanur-Nusa Lembongan, dan sebaliknya.
Namun, ketika proyek penataan Pelabuhan Sanur sudah rampung, pendapatan desa adat turun drastis.
Alit Sudewa mengatakan kios-kios pedagang juga menjadi sepi dan bahkan ada yang tutup karena banyak pelanggan malah enggan berbelanja karena alasan kemacetan di sekitar pelabuhan dan juga karena arah pergerakan penumpang menjadi beralih.
Pendapatan yang diperoleh BUPDA tersebut sebelumnya digunakan untuk mendukung program-program desa adat dan kegiatan untuk warga banjar (dusun) yang berada di wilayah Sanur untuk kegiatan upacara. "Kami khawatir masyarakat akan berontak jika kondisi ini berlarut-larut. Harus ada kejelasan hitam di atas putih untuk pembagian pendapatannya," ucapnya.
Selain itu, warga Sanur juga perlu lahan pengganti untuk kegiatan upacara. Lahan di kawasan Pelabuhan Sanur itu merupakan tempat warga untuk melakukan upacara Melasti maupun rangkaian upacara Ngaben tidak saja bagi warga Sanur.
Sementara itu anggota DPD Made Mangku Pastika mengaku kaget dengan kondisi yang terjadi sebagaimana disampaikan para tokoh desa Adat Sanur.
"Kita berterima kasih pada pemerintah pusat karena telah mengucurkan uang untuk pelabuhan ini. Namun, ternyata merugikan krama (warga), pendapatan berkurang, dan kemacetan," ucapnya.
Padatnya aktivitas wisatawan yang berlalu lalang di Pelabuhan Sanur, pastinya menimbulkan sangkaan orang luar bahwa menguntungkan warga sekitar.
"Saya kaget ternyata justru sebaliknya. Yang semestinya pembangunan membawa berkah tetapi malah masalah. Apalagi kalau masyarakat sampai marah," kata Gubernur Bali periode 2008-2018 ini.
Menurut dia, harus segera dicarikan solusinya dan bertindak secara intelektual dan beradab, diantaranya dengan bersurat kepada pemerintah daerah bahkan hingga ke pusat mengenai apa yang diinginkan.
Tentunya disertai upaya komunikasi atau pendekatan yang telah dilakukan selama ini, namun belum mendapatkan kejelasan dan titik temu.
"Masak hanya minta data saja tak bisa? Kan harus ada keterbukaan informasi agar rakyat tahu apa yang terjadi di lingkungannya. Kita bukan mau mengangkangi semua, tetapi mestinya diajak ngomonglah karena Bali ini tidak bisa dilepaskan dari adat dan budaya," katanya.
Pastika juga menceritakan gagasan pembangunan Pelabuhan Sanur sudah dibicarakan saat dirinya menjadi Gubernur Bali. Saat itu bersama 17 menteri dipimpin Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan membahas rencana itu di kapal Bounty menuju Nusa Penida.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2023