Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) mengingatkan pendataan merupakan salah satu komponen penting yang dapat memastikan tata kelola perikanan di Indonesia dapat berkelanjutan (sustainable).

Pasalnya, data perikanan yang dikumpulkan dari waktu ke waktu (time series data) merupakan informasi penting yang dibutuhkan oleh para pemangku kepentingan untuk pemahaman lebih baik mengenai situasi perikanan di Indonesia, yang nantinya berguna untuk membuat rencana, program, dan kebijakan, kata Manajer Senior Perikanan Berkelanjutan YKAN Glaudy Perdanahardja di sela kegiatan YKAN di Denpasar, Bali, Ahad.

Oleh karena itu, YKAN  berupaya dan berkontribusi membangun perikanan yang lebih berkelanjutan di Indonesia melalui berbagai program pendataan.

“Sebesar 80 persen program YKAN untuk perikanan untuk mendata perikanan. Dari situ, kami merekomendasikan kepada pemerintah. Kami duduk dalam pertemuan-pertemuan penyusunan rencana pengelolaan perikanan misalnya (terkait) harvest strategy (strategi tangkap ikan, red.) memberi masukan,” kata Glaudy selepas mengikuti acara kampanye YKAN Misi Lestari di Denpasar.

Baca juga: Kuliner laut Indonesia dipromosikan di Expo 2020 Dubai

Dalam kesempatan itu, ia juga menjelaskan data memungkinkan para pemangku kepentingan memahami lebih baik situasi perikanan di Indonesia.

“Jika ingin mengatakan situasi sekarang sudah overfishing (penangkapan ikan berlebihan, red.), mana datanya. Ini harus didukung dulu supaya jauh lebih banyak data, dan time series data itu bisa (membantu diambilnya) suatu keputusan yang cukup besar dampaknya,” kata dia.

Peneliti perikanan YKAN mengemukakan pendataan perikanan, pada prosesnya, juga membantu berbagai pihak, khususnya komunitas nelayan, memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai perikanan berkelanjutan. Pasalnya, YKAN turut melibatkan para nelayan sebagai mitra untuk mengumpulkan data perikanan di Indonesia, terutama di 11 wilayah pengelolaan perikanan (WPP) di Indonesia.

Dalam kurang lebih 10 tahun terakhir, beberapa program YKAN didedikasikan untuk pendataan perikanan, misalnya penggunaan metode dan teknologi Crew Operated Data Recording Systems (CODRS).

Baca juga: KKP: Produk tuna Indonesia raih sertifikasi standar dunia

CODRS merupakan sistem pendataan yang dioperasikan oleh mitra nelayan YKAN. Ikan hasil tangkapan nelayan sebelum diolah atau dilelang, diletakkan pada papan ukur, untuk didata panjang dan jenisnya. Data-data tersebut, termasuk fotonya, yang telah diverifikasi, kemudian dikirim dan disimpan dalam basis data.

Tidak hanya itu, kapal penangkap ikan milik nelayan juga dibekali GPS sehingga data yang ada juga mencakup lokasi tangkap ikan. Sejauh ini, proses pendataan itu melibatkan kapal dari yang kapasitasnya 1 gross ton (GT) sampai dengan 30 GT.

“(CODRS) ini sebenarnya tersebar di seluruh Indonesia. Kira-kira 1 WPP ada 40 nelayan,“ kata Glaudy.

CODRS sejauh ini digunakan untuk mendata hasil tangkap ikan kakap dan kerapu, tetapi juga hasil tangkap sampingan (bycatch) hiu dan pari. Hasil pendataan pada 2019 mengidentifikasi 1.742 individu, yang 59 persen diantaranya menurut IUCN Red List berstatus hampir terancam, 9 persen terancam, 8 persen rentan, dan 3 persen lainnya berstatus kritis.

Glaudy menyampaikan pendataan melalui CODRS masih terus dilakukan oleh nelayan sejak 2015. Namun, ia mengakui penggunaan teknologi itu membutuhkan dukungan dana yang berkelanjutan agar programnya terus berjalan.

“Sampai sekarang (CODRS) terus on going. Semoga (terus berlanjut), tetapi ini juga bergantung pada pendanaannya,” kata dia.*


 

Pewarta: Genta Tenri Mawangi

Editor : Adi Lazuardi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022