Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bali Dewa Made Indra dalam seminar nasional rangkaian Hari Antikorupsi Sedunia yang digelar bersama KPK RI mengatakan bahwa kebijakan pembayaran royalti musik dan lagu mampu mencegah potensi terjadinya korupsi melalui royalti musik dan lagu.
"KPK memandang penting mengangkat tentang kebijakan pembayaran royalti musik dan lagu sebagai sesuatu yang didiskusikan untuk mencegah potensi-potensi korupsi agar tidak jadi perilaku yang menimbulkan kerugian," kata Sekda Made Indra di Denpasar, Kamis.
Dalam sambutannya, Made Indra menilai dengan dipilihnya tema itu oleh KPK RI, artinya potensi dan perilaku korupsi tidak hanya terjadi di instansi pemerintahan, namun juga di kegiatan bisnis, salah satunya berkaitan dengan tidak diterapkannya kebijakan pembayaran royalti.
"Pada sektor ini (royalti musik dan lagu, red) ada potensi atau bahkan sudah terjadi perilaku-perilaku korupsi, sehingga KPK RI memandang penting untuk melaksanakan seminar tentang pembayaran royalti lagu dan musik ini, kalau tidak ada potensi di sana tidak mungkin diangkat," ujarnya.
Baca juga: KPK jadikan Bali pionir ciptakan budaya antikorupsi di Indonesia
Sekda Bali itu meyakini bahwa dalam seminar nasional berjudul "Kebijakan Pembayaran Royalti Lagu dan Musik Dalam Aksi Cegah Korupsi" telah diisi oleh tokoh-tokoh dengan pengalaman untuk menangani korupsi, sehingga Pemprov Bali menyambut baik pelaksanaannya.
Sementara itu, Koordinator Pencegahan dan Penyelesaian Sengketa, Direktorat Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa KPK RI Ahmad Rifadi mengatakan bahwa kewajiban untuk membayar royalti musik dan lagu bagi tempat-tempat komersial sesungguhnya telah ada sejak lama.
"Jadi bukan saja sejak terbitnya UU Nomor 28 tahun 2014 tentang hak cipta, jauh sebelum itu ada lembaga-lembaga sejenis yang melakukan penarikan royalti dari tempat-tempat yang mempertunjukkan atau memperdengarkan musik dan lagu," kata Rifadi dalam seminar.
Ahmad Rifadi menyebut hotel, tempat rekreasi, tempat karaoke, siaran radio dan televisi sebagai contoh usaha yang menayangkan musik dan lagu, di mana berkat penayangannya, usaha tersebut mendapat nilai tambah.
Baca juga: KPK: Rekrutmen, perizinan, dan pengadaan rentan praktek korupsi
"Tentu dari penayangan itu ada nilai tambah yang didapat hotel, sehingga harus ada kontribusi royalti kepada penciptanya, penyanyinya, dan produsernya. Dan ini bukan hal baru tapi praktek lazim dalam dunia internasional," ujarnya.
Seminar nasional yang diselenggarakan di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Art Center, Bali sendiri merupakan rangkaian dari menyambut Hari Antikorupsi Sedunia 2022.
Untuk wilayah V Koordinasi Supervisi (Korsup) KPK RI memperingati Hari Antikorupsi Sedunia di Bali, agenda itu dilaksanakan bersama wilayah lain meliputi Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022
"KPK memandang penting mengangkat tentang kebijakan pembayaran royalti musik dan lagu sebagai sesuatu yang didiskusikan untuk mencegah potensi-potensi korupsi agar tidak jadi perilaku yang menimbulkan kerugian," kata Sekda Made Indra di Denpasar, Kamis.
Dalam sambutannya, Made Indra menilai dengan dipilihnya tema itu oleh KPK RI, artinya potensi dan perilaku korupsi tidak hanya terjadi di instansi pemerintahan, namun juga di kegiatan bisnis, salah satunya berkaitan dengan tidak diterapkannya kebijakan pembayaran royalti.
"Pada sektor ini (royalti musik dan lagu, red) ada potensi atau bahkan sudah terjadi perilaku-perilaku korupsi, sehingga KPK RI memandang penting untuk melaksanakan seminar tentang pembayaran royalti lagu dan musik ini, kalau tidak ada potensi di sana tidak mungkin diangkat," ujarnya.
Baca juga: KPK jadikan Bali pionir ciptakan budaya antikorupsi di Indonesia
Sekda Bali itu meyakini bahwa dalam seminar nasional berjudul "Kebijakan Pembayaran Royalti Lagu dan Musik Dalam Aksi Cegah Korupsi" telah diisi oleh tokoh-tokoh dengan pengalaman untuk menangani korupsi, sehingga Pemprov Bali menyambut baik pelaksanaannya.
Sementara itu, Koordinator Pencegahan dan Penyelesaian Sengketa, Direktorat Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa KPK RI Ahmad Rifadi mengatakan bahwa kewajiban untuk membayar royalti musik dan lagu bagi tempat-tempat komersial sesungguhnya telah ada sejak lama.
"Jadi bukan saja sejak terbitnya UU Nomor 28 tahun 2014 tentang hak cipta, jauh sebelum itu ada lembaga-lembaga sejenis yang melakukan penarikan royalti dari tempat-tempat yang mempertunjukkan atau memperdengarkan musik dan lagu," kata Rifadi dalam seminar.
Ahmad Rifadi menyebut hotel, tempat rekreasi, tempat karaoke, siaran radio dan televisi sebagai contoh usaha yang menayangkan musik dan lagu, di mana berkat penayangannya, usaha tersebut mendapat nilai tambah.
Baca juga: KPK: Rekrutmen, perizinan, dan pengadaan rentan praktek korupsi
"Tentu dari penayangan itu ada nilai tambah yang didapat hotel, sehingga harus ada kontribusi royalti kepada penciptanya, penyanyinya, dan produsernya. Dan ini bukan hal baru tapi praktek lazim dalam dunia internasional," ujarnya.
Seminar nasional yang diselenggarakan di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Art Center, Bali sendiri merupakan rangkaian dari menyambut Hari Antikorupsi Sedunia 2022.
Untuk wilayah V Koordinasi Supervisi (Korsup) KPK RI memperingati Hari Antikorupsi Sedunia di Bali, agenda itu dilaksanakan bersama wilayah lain meliputi Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022