Fair Finance Asia (FFA) bekerja sama dengan Civil20 (C20) Indonesia, Responsibank Indonesia, dan Prakarsa mendorong diskusi transisi energi yang berkeadilan di Asia dengan tetap menghormati dan melindungi partisipasi aktif masyarakat.

"Sektor keuangan berperan penting dalam mempercepat realisasi visi baru untuk masa depan energi di Asia," kata Bernadette Victorio, Program Lead FFA dalam keterangan tertulisnya di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Senin.

FFA bekerja sama dengan C20 Indonesia, Responsibank Indonesia, dan Prakarsa dalam rangkaian ajang Presidensi G20 menggelar fireside chat (diskusi santai) yang bertema Membiayai Transisi Energi yang Berkeadilan: Mendukung Masa Depan Energi Berkelanjutan di Asia.

Fair Finance Asia (FFA) sendiri merupakan jaringan regional organisasi masyarakat sipil di Asia yang berkomitmen untuk memastikan bahwa keputusan pendanaan lembaga keuangan di wilayah tersebut menjunjung tinggi kesejahteraan sosial dan lingkungan masyarakat setempat.

Baca juga: Airlangga apresiasi C20 berhasil capai konsensus dan keluarkan komunike

Melalui diskusi tersebut bermaksud mengajak berbagai pihak, termasuk pemimpin dari pemerintah, sektor energi, akademisi, dan masyarakat sipil untuk membahas kesiapan Asia dalam menghentikan penggunaan bahan bakar fosil.

Selanjutnya, dengan mengevaluasi inisiatif transisi energi terbarukan yang ada, bersama dengan kriteria sosial-lingkungan yang penting sebagai syarat untuk transisi energi yang benar-benar adil.

"Selain memfokuskan kembali pembiayaan ke inisiatif energi terbarukan, lembaga keuangan juga harus memastikan bahwa transisi ini mencakup semua daerah tanpa terkecuali," ujar Bernadette Victorio.

Strategi transisi energi yang berkeadilan, kata dia, harus menghormati dan melindungi hak dan partisipasi aktif masyarakat, serta menjaga kesehatan, mata pencaharian, budaya, dan warisan mereka.

Panel fireside chat itu menghadirkan Direktur Keuangan PT Pertamina Emma Sri Martini, Direktur Pengembangan dan Pendayagunaan Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) Candra Giri Artanto, perwakilan Kementerian Keuangan dan Direktur Asia Center, Stockholm Environment Institute (SEI) Niall O'Connor.

Baca juga: KTT C20 capai kesepakatan soroti G20 yang masih terbelah

"Fireside chat akan memfasilitasi diskusi-diskusi penting seputar rekomendasi utama dan langkah selanjutnya dalam agenda G20, terutama yang terkait dengan transisi energi yang berkeadilan," ujar Direktur Eksekutif Perkumpulan Prakarsa dan Koordinator Responsibank Ah Maftuchan,

Melalui diskusi multilateral, pihaknya berharap dapat mengidentifikasi prioritas utama untuk ditindaklanjuti terutama oleh India yang akan akan mengambil alih Presidensi G20 dari Indonesia pada tahun 2023.

"Kami juga berharap dapat mengkatalisasi koordinasi multi-stakeholder yang lebih baik, terutama diantara organisasi masyarakat sipil (OMS), untuk memperkuat pemantauan kebijakan keuangan berkelanjutan yang mendukung transisi energi yang benar-benar adil di Asia," ujarnya.

Niall O'Connor selaku Direktur Asia Center, SEI, menambahkan, penelitian dengan FFA menunjukkan bahwa praktik pinjaman dan investasi lembaga keuangan terus mendanai ketergantungan akan bahan bakar fosil di Asia.

"Tidak hanya itu, kebijakan iklim dan energi nasional sering kali mengabaikan pertimbangan sosial yang penting, seperti isu kehilangan pekerjaan, kesetaraan gender, dan hak masyarakat adat," ucapnya.

Dengan demikian, transisi energi Asia berisiko meninggalkan kelompok masyarakat yang kurang mampu, kekurangan sumber daya, dan kelompok minoritas yang rentan.

Diskusi tersebut merupakan acara berkelanjutan dengan sesi Media Lab yang diselenggarakan bersama oleh FFA, C20 Indonesia, Responsibank Indonesia, Prakarsa, dan EB Impact.*


 

Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : Adi Lazuardi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022