Kuta (Antara Bali) - Direktur Utama PT Bio Farma (Persero) Iskandar memandang, industri vaksin dan obat-obatan di Indonesia bisa terganjal jika dalam kondisi sekarang dimasukkan dalam ketentuan RUU Jaminan Produk Halal.

"Memang ada semangat yang bagus untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat halal, tetapi kita harus didukung oleh industri dasarnya," katanya saat memberi keterangan kepada pers menjelang Konferensi Ke-13 DCVMN pada 31 Oktober-2 November 2012, di Kuta, Badung, Selasa.

Menurut dia, kalau nantinya RUU itu diberlakukan, maka industri vaksin dan obat-obatan di Indonesia bisa "mati kutu" karena bahan bakunya sampai 95 persen tergantung pada luar negeri.

"Kami mengusulkan sebaiknya obat-obatan jangan dulu dimasukkan, sampai industri di dalam negeri siap membuat bahan baku sendiri," ujarnya.

Pihaknya khawatir justru pemberlakuan pada industri obat dan vaksin akan bersifat kontraproduktif dengan kebijakan negara kita yang mendorong agar industri di Tanah Air semakin maju.

Ia mencontohkan untuk Bio Farma sendiri sebagai industri vaksin satu-satunya di Indonesia, nantinya bisa berimbas kerugian hingga Rp1,5 triliun per tahun, karena bahan dasar vaksin masih didatangkan dari luar negeri.

"Dampak teknis dari RUU tersebut, komponennya harus harus diperiksa satu per satu, halal atau tidak," ucapnya sembari menyebut bahwa industri harus menjamin kehalalan dari bahan bakunya yang dibeli dari luar.

Sedangkan untuk industri makanan, lanjut dia, lebih dimungkinkan masuk dalam ketentuan RUU tersebut karena bahan baku bisa dikontrol semuanya di Indonesia.(LHS)

Pewarta:

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012