Kepala Dinas Perhubungan, Kelautan Dan Perikanan Jembrana Ketut Wardanaya menyatakan pihaknya tidak mewajibkan perahu untuk bongkar ikan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di dalam Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pengambengan.
"Itu bukan mewajibkan apalagi ada ancaman. Kami hanya menyarankan nelayan menurunkan dan menimbang ikan di TPI. Mau atau tidak, itu terserah nelayan," katanya di Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana, Bali, Selasa.
Ia mengemukakan hal itu menanggapi keberatan nelayan Jembrana jika harus membongkar ikan di TPI di dalam PPN Pengambengan.
"Kalau diwajibkan disana kami keberatan, karena saat tangkapan ikan melimpah perahu harus antri bongkar yang berpotensi menurunkan kualitas ikan," kata salah seorang nelayan di Desa Pengambengan, Kecamatan Negara.
Nelayan itu mengatakan, TPI di PPN Pengambengan belum mampu menampung seluruh perahu untuk bongkar ikan, sehingga kebijakan dari Pemkab Jembrana tersebut belum tepat.
Baca juga: Seorang nelayan Jembrana hilang digulung ombak
Menurut Kepala Dinas Perhubungan, Kelautan Dan Perikanan Jembrana Ketut Wardanaya, pihaknya hanya ingin menertibkan lokasi pembongkaran ikan, karena saat menurunkan di TPI ada retribusi yang diterima Pemkab Jembrana untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Saat ini ada beberapa lokasi pembongkaran ikan perahu selerek yaitu di pelabuhan, muara dan belakang pabrik.
Untuk di pelabuhan dan pabrik, katanya, ada retribusi yang diterima Pemkab Jembrana, sedangkan di muara karena lokasinya milik pribadi, pihaknya kesulitan untuk mendapatkan retribusi.
"Yang bongkar langsung di pabrik, pihak pabrik yang menyetorkan retribusi dan ada orang kami disana mendata berapa ikan yang turun. Untuk yang di muara kami masih kesulitan," katanya.
Saat ini, pihaknya masih menyusun teknis pembongkaran ikan di muara agar pemkab bisa mendapatkan PAD dari lokasi tersebut.
"Jalan tengahnya, lokasi itu tetap dikelola pemilik, tapi akan dikenakan pajak 15 persen sesuai aturan. Kami akan pantau dan data berapa volume ikan yang turun di muara, sehingga bisa menentukan berapa pajak yang harus disetor pengelola disana," katanya.
Baca juga: Pemudik dari Jembrana-Bali yang naik sampan hilang di laut
Sebelumnya, kalangan nelayan merasa resah karena ada ancaman jika tidak membongkar hasil tangkap di TPI, mereka tidak akan mendapatkan rekomendasi pembelian BBM untuk nelayan.
Adanya ancaman atau sanksi itu dibantah Wardanaya, dengan menegaskan, pembongkaran di TPI itu hanya anjuran dan tidak ada hubungannya dengan rekomendasi pembelian BBM untuk nelayan.
Terkait polemik tempat pembongkaran ikan, Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Jembrana Made Widanayasa mengatakan, pihaknya sudah menyampaikan hal itu saat rapat dengan DPRD Jembrana serta Dinas Perhubungan, Kelautan Dan Perikanan beberapa waktu lalu.
Menurutnya, keberatan nelayan tersebut memiliki dasar yang kuat, karena ikan bisa rusak saat harus antri lama untuk bongkar.
"Boleh saja pemerintah membuat aturan seperti itu, tapi juga harus mempersiapkan fasilitas dan pelayanan sehingga nelayan tidak dirugikan. Kalau kualitas ikan turun apalagi sampai rusak gara-gara harus antri bongkar, yang sangat dirugikan adalah nelayan karena harga hasil tangkapnya juga akan turun," katanya.
Soal rekomendasi pembelian BBM bagi nelayan, ia menegaskan, tidak ada dalam aturan nelayan untuk mendapatkan rekomendasi pembelian BBM harus membongkar ikan di TPI.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022
"Itu bukan mewajibkan apalagi ada ancaman. Kami hanya menyarankan nelayan menurunkan dan menimbang ikan di TPI. Mau atau tidak, itu terserah nelayan," katanya di Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana, Bali, Selasa.
Ia mengemukakan hal itu menanggapi keberatan nelayan Jembrana jika harus membongkar ikan di TPI di dalam PPN Pengambengan.
"Kalau diwajibkan disana kami keberatan, karena saat tangkapan ikan melimpah perahu harus antri bongkar yang berpotensi menurunkan kualitas ikan," kata salah seorang nelayan di Desa Pengambengan, Kecamatan Negara.
Nelayan itu mengatakan, TPI di PPN Pengambengan belum mampu menampung seluruh perahu untuk bongkar ikan, sehingga kebijakan dari Pemkab Jembrana tersebut belum tepat.
Baca juga: Seorang nelayan Jembrana hilang digulung ombak
Menurut Kepala Dinas Perhubungan, Kelautan Dan Perikanan Jembrana Ketut Wardanaya, pihaknya hanya ingin menertibkan lokasi pembongkaran ikan, karena saat menurunkan di TPI ada retribusi yang diterima Pemkab Jembrana untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Saat ini ada beberapa lokasi pembongkaran ikan perahu selerek yaitu di pelabuhan, muara dan belakang pabrik.
Untuk di pelabuhan dan pabrik, katanya, ada retribusi yang diterima Pemkab Jembrana, sedangkan di muara karena lokasinya milik pribadi, pihaknya kesulitan untuk mendapatkan retribusi.
"Yang bongkar langsung di pabrik, pihak pabrik yang menyetorkan retribusi dan ada orang kami disana mendata berapa ikan yang turun. Untuk yang di muara kami masih kesulitan," katanya.
Saat ini, pihaknya masih menyusun teknis pembongkaran ikan di muara agar pemkab bisa mendapatkan PAD dari lokasi tersebut.
"Jalan tengahnya, lokasi itu tetap dikelola pemilik, tapi akan dikenakan pajak 15 persen sesuai aturan. Kami akan pantau dan data berapa volume ikan yang turun di muara, sehingga bisa menentukan berapa pajak yang harus disetor pengelola disana," katanya.
Baca juga: Pemudik dari Jembrana-Bali yang naik sampan hilang di laut
Sebelumnya, kalangan nelayan merasa resah karena ada ancaman jika tidak membongkar hasil tangkap di TPI, mereka tidak akan mendapatkan rekomendasi pembelian BBM untuk nelayan.
Adanya ancaman atau sanksi itu dibantah Wardanaya, dengan menegaskan, pembongkaran di TPI itu hanya anjuran dan tidak ada hubungannya dengan rekomendasi pembelian BBM untuk nelayan.
Terkait polemik tempat pembongkaran ikan, Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Jembrana Made Widanayasa mengatakan, pihaknya sudah menyampaikan hal itu saat rapat dengan DPRD Jembrana serta Dinas Perhubungan, Kelautan Dan Perikanan beberapa waktu lalu.
Menurutnya, keberatan nelayan tersebut memiliki dasar yang kuat, karena ikan bisa rusak saat harus antri lama untuk bongkar.
"Boleh saja pemerintah membuat aturan seperti itu, tapi juga harus mempersiapkan fasilitas dan pelayanan sehingga nelayan tidak dirugikan. Kalau kualitas ikan turun apalagi sampai rusak gara-gara harus antri bongkar, yang sangat dirugikan adalah nelayan karena harga hasil tangkapnya juga akan turun," katanya.
Soal rekomendasi pembelian BBM bagi nelayan, ia menegaskan, tidak ada dalam aturan nelayan untuk mendapatkan rekomendasi pembelian BBM harus membongkar ikan di TPI.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022