Oleh I Made Tirthayasa
Lovina yang terletak sekitar sembilan kilometer sebelah barat Singaraja sebagai Ibu Kota Kabupaten Buleleng atau sekitar 80 kilometer sebelah utara Kota Denpasar merupakan salah satu objek wisata yang membentang di pesisir utara Pulau Bali.
Selain relatif masih terjaga kealamiannya, lumba-lumba yang berkeliaran setiap pagi menjadi magnet tersendiri bagi Pantai Lovina untuk menarik minat wisatawan, baik domestik maupun mancanegara.
Dari catatan sejarah pariwisata di Bali, Lovina dirintis oleh Anak Agung Pandji Tisna pada Juni 1953. Saat itu Kota Singaraja masih menjadi Ibu Kota Provinsi Bali.
Kota Singaraja menjadi pusat pemerintahan dan perdagangan sejak era pemerintahan kolonial Hindia-Belanda. Namun, kondisi tersebut tiba-tiba berubah pada awal 1960-an, ketika Ibu Kota Provinsi Bali dipindahkan ke Denpasar. Kota Singaraja pun lambat laun sepi karena ditinggalkan pelaku bisnis.
Anak Agung Ngurah Sentanu memiliki pengalaman terburuk dalam menjalankan usaha penginapannya yang diberi nama "Lovina Guesthouse". Lalu dia mendapat perintah dari Pandji Tisna untuk merenovasi penginapan itu dan mengganti nama menjadi "Permata Cottage".
Sepuluh tahun kemudian, atas permintaan pebisnis dan agen pariwisata, nama Lovina dimunculkan kembali untuk mengangkat kawasan utara Bali sebagai destinasi wisata utama. Lovina menurut Pandji Tisna adalah penggabungan kata "Love" dan "Ina". Love dalam bahasa Inggris artinya cinta, sedangkan Ina dalam bahasa Bali adalah Ibu.
Sayangnya selama ini Lovina sebagai ikon pariwisata di kawasan utara Bali itu tidak digarap secara serius sehingga tidak seramai di Pantai Kuta, Pantai Sanur, dan objek wisata pantai lainnya di wilayah selatan Pulau Dewata itu.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Buleleng untuk kembali memosisikan Pantai Lovina sebagai tempat rekreasi favorit seperti dambaan Pandji Tisna yang menggagas objek wisata itu.
"Festival Lovina 2012 merupakan salah satu upaya Pemerintah Kabupaten Buleleng untuk membangkitkan industri pariwisata di Buleleng, khususnya Lovina sebagai ikon pariwisata Bali Utara," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Buleleng I Ketut Warkadea.
All For Lovina, Lovina For All
Festival dengan tema "All For Lovina, Lovina For All" itu digelar pada 20-22 Oktober 2012 di Lovina. Pemkab Buleleng berupaya mengajak masyarakat dan wisatawan menemukan dan menjelajahi keanekaragaman budaya di kawasan utara Bali.
Beragam jenis kerajinan dipamerkan dan dijual di ajang tersebut. Disbudpar Kabupaten Buleleng menggandeng Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) setempat dalam menggelar festival itu.
Ketua PHRI Kabupaten Buleleng Dewa Ketut Suardipa berjanji melibatkan warga desa kawasan Lovina. "Dukungan para praktisi pariwisata, seperti PHRI, pemilik-pemilik 'dive shop' dan pelaku pariwisata lainnya serta seluruh lapisan masyarakat yang berperan penting dalam pengembangan industri pariwisata agar nantinya merasa memiliki Lovina," katanya.
Di ajang itu, dia akan menggelar pameran kuliner yang menampilkan berbagai makanan khas masyarakat Bali Utara yang kaya akan hasil lautnya.
"Selain itu, juga permainan dan olahraga yang melibatkan masyarakat setempat sehingga terjadi interaksi langsung dengan turis," kata Suardipa.
Tak ketinggalan pula, "Joged Mebarung" sebagai kesenian tradisional masyarakat Bali Utara dipertontonkan adalam ajang itu.
Namun sayangnya, tidak ada kapal-kapal pesiar kecil atau "yacht" dari berbagai negara yang turut meramaikan Festival Lovina tahun ini. Padahal tahun lalu, wisatawan mancanegara, terutama yang menggunakan "yacht" turut memperkenalkan Lovina ke dunia internasional melalui festival itu.(MDE/M038/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012
Lovina yang terletak sekitar sembilan kilometer sebelah barat Singaraja sebagai Ibu Kota Kabupaten Buleleng atau sekitar 80 kilometer sebelah utara Kota Denpasar merupakan salah satu objek wisata yang membentang di pesisir utara Pulau Bali.
Selain relatif masih terjaga kealamiannya, lumba-lumba yang berkeliaran setiap pagi menjadi magnet tersendiri bagi Pantai Lovina untuk menarik minat wisatawan, baik domestik maupun mancanegara.
Dari catatan sejarah pariwisata di Bali, Lovina dirintis oleh Anak Agung Pandji Tisna pada Juni 1953. Saat itu Kota Singaraja masih menjadi Ibu Kota Provinsi Bali.
Kota Singaraja menjadi pusat pemerintahan dan perdagangan sejak era pemerintahan kolonial Hindia-Belanda. Namun, kondisi tersebut tiba-tiba berubah pada awal 1960-an, ketika Ibu Kota Provinsi Bali dipindahkan ke Denpasar. Kota Singaraja pun lambat laun sepi karena ditinggalkan pelaku bisnis.
Anak Agung Ngurah Sentanu memiliki pengalaman terburuk dalam menjalankan usaha penginapannya yang diberi nama "Lovina Guesthouse". Lalu dia mendapat perintah dari Pandji Tisna untuk merenovasi penginapan itu dan mengganti nama menjadi "Permata Cottage".
Sepuluh tahun kemudian, atas permintaan pebisnis dan agen pariwisata, nama Lovina dimunculkan kembali untuk mengangkat kawasan utara Bali sebagai destinasi wisata utama. Lovina menurut Pandji Tisna adalah penggabungan kata "Love" dan "Ina". Love dalam bahasa Inggris artinya cinta, sedangkan Ina dalam bahasa Bali adalah Ibu.
Sayangnya selama ini Lovina sebagai ikon pariwisata di kawasan utara Bali itu tidak digarap secara serius sehingga tidak seramai di Pantai Kuta, Pantai Sanur, dan objek wisata pantai lainnya di wilayah selatan Pulau Dewata itu.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Buleleng untuk kembali memosisikan Pantai Lovina sebagai tempat rekreasi favorit seperti dambaan Pandji Tisna yang menggagas objek wisata itu.
"Festival Lovina 2012 merupakan salah satu upaya Pemerintah Kabupaten Buleleng untuk membangkitkan industri pariwisata di Buleleng, khususnya Lovina sebagai ikon pariwisata Bali Utara," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Buleleng I Ketut Warkadea.
All For Lovina, Lovina For All
Festival dengan tema "All For Lovina, Lovina For All" itu digelar pada 20-22 Oktober 2012 di Lovina. Pemkab Buleleng berupaya mengajak masyarakat dan wisatawan menemukan dan menjelajahi keanekaragaman budaya di kawasan utara Bali.
Beragam jenis kerajinan dipamerkan dan dijual di ajang tersebut. Disbudpar Kabupaten Buleleng menggandeng Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) setempat dalam menggelar festival itu.
Ketua PHRI Kabupaten Buleleng Dewa Ketut Suardipa berjanji melibatkan warga desa kawasan Lovina. "Dukungan para praktisi pariwisata, seperti PHRI, pemilik-pemilik 'dive shop' dan pelaku pariwisata lainnya serta seluruh lapisan masyarakat yang berperan penting dalam pengembangan industri pariwisata agar nantinya merasa memiliki Lovina," katanya.
Di ajang itu, dia akan menggelar pameran kuliner yang menampilkan berbagai makanan khas masyarakat Bali Utara yang kaya akan hasil lautnya.
"Selain itu, juga permainan dan olahraga yang melibatkan masyarakat setempat sehingga terjadi interaksi langsung dengan turis," kata Suardipa.
Tak ketinggalan pula, "Joged Mebarung" sebagai kesenian tradisional masyarakat Bali Utara dipertontonkan adalam ajang itu.
Namun sayangnya, tidak ada kapal-kapal pesiar kecil atau "yacht" dari berbagai negara yang turut meramaikan Festival Lovina tahun ini. Padahal tahun lalu, wisatawan mancanegara, terutama yang menggunakan "yacht" turut memperkenalkan Lovina ke dunia internasional melalui festival itu.(MDE/M038/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012