Denpasar (Antara Bali) - Yayasan Garuda Wisnu Kencana dan Globali Observatory mempersembahkan Anugerah Darmawangsa kepada tiga seniman yang mengabdikan dirinya pada keindahan, kesucian, dan keutamaan budi.
Ida Made Dwipayana, seorang panitia di Denpasar, Sabtu mengatakan, anugerah ini diserahkan secara berseling dalam bidang sastra dan seni rupa. Penghargaan ini sebagai penghormatan pada pameran, festival internasional klasik Bali yang akan diserahkan di Museum Gunarsa di Klungkung, pada Minggu (14/10).
Pada penyerahan penghargaan ini juga dipentaskan pertunjukan kesenian dari Maha Bajra Sandi dan Svara Semesta Ayu Laksmi.
Anugerah Dharmawangsa dipersembahkan sejak tahun 2010, yang namanya diambil dari nama Dharmawangsa Teguh Antawikrama, Raja Kediri abad ke-10 yang melahirkan zaman pencerahan awal peradaban Nusantara.
Dalam serat Wiratparwa diterangkan, pada 14 Oktober 996, dia menyelenggarakan upacara pembacaan kolektif karya-karya yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Sansekerta dan Bahasa Jawa kuno. Tanggal itu kemudian dijadikan Hari Aksara Nusantara.
Untuk tahun 2012, Anugerah Dharmawangsa diberikan kepada tiga pribadi yang sepanjang hidupnya mendedikasikan diri pada penciptaan kreatif yang bersandar pada kekayaan tradisi literasi dan aksara.
Mereka adalah Ida Wayan Oka Granoka dari Maha Bajra Sandi sejak lebih tiga puluh tahun menyelenggarakan yogasastra, menghidupkam naskah Sutasoma abad ke-14, dalam bentuk seni multidimensi kesadaran dalam bentuk lukisan askara, musik dan tarian upacara.
Granoka sejak tahun 2000 menyelenggarakan Grebek Aksara di berbagai tempat di Indonesia dan puncaknya perjalanan muhibah ke Olimpiade di Athena tahun 2004.
Sementara Pujianto Kasidi yang berasal dari Padepokan Panji Seragen, mengolah siklus cerita Panji abad ke-14, menghidupkan kembali lukisan wayang beber yang nyaris hilang.
Pujianto juga membuat karya sepanjang 60 meter dan lebar satu setengah meter, merupakan dokumen kreatif terpanjang yang pernah dikenal. Karyanya itu kini dipamerkan di museum Rakyat Moskow, mewakili Indonesia dalam rangka KTT APEC VladisVostok.
Penerima anugerah lainnya, Eddy Susanto, dari Gelaran Naga Air Yogyakarta, merintis seni rupa kontemporer berbasis aksara. Lukisan tentang Babad Tanah Jawa dan Wangbad Widewa, dipadukan dengan karya Durer dan Da Vinci membuka kesegaran baru.
Eddy juga membuat karya tentang halaman muka (front page) Surakarta dan majalah seratus tahun Pers Indonesia, menjadi ikonik dalam tradisi desain visual.
Dia juga membuat ribuan poster dan pembungkus (cover) buku secara independen. Salah satu di antaranya kini menjadi dokumen hukum, sebagai satu-satunya karya visual yang pernah dipersoalkan dalam Mahkamah Konstitusi Indonesia.(*/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012
Ida Made Dwipayana, seorang panitia di Denpasar, Sabtu mengatakan, anugerah ini diserahkan secara berseling dalam bidang sastra dan seni rupa. Penghargaan ini sebagai penghormatan pada pameran, festival internasional klasik Bali yang akan diserahkan di Museum Gunarsa di Klungkung, pada Minggu (14/10).
Pada penyerahan penghargaan ini juga dipentaskan pertunjukan kesenian dari Maha Bajra Sandi dan Svara Semesta Ayu Laksmi.
Anugerah Dharmawangsa dipersembahkan sejak tahun 2010, yang namanya diambil dari nama Dharmawangsa Teguh Antawikrama, Raja Kediri abad ke-10 yang melahirkan zaman pencerahan awal peradaban Nusantara.
Dalam serat Wiratparwa diterangkan, pada 14 Oktober 996, dia menyelenggarakan upacara pembacaan kolektif karya-karya yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Sansekerta dan Bahasa Jawa kuno. Tanggal itu kemudian dijadikan Hari Aksara Nusantara.
Untuk tahun 2012, Anugerah Dharmawangsa diberikan kepada tiga pribadi yang sepanjang hidupnya mendedikasikan diri pada penciptaan kreatif yang bersandar pada kekayaan tradisi literasi dan aksara.
Mereka adalah Ida Wayan Oka Granoka dari Maha Bajra Sandi sejak lebih tiga puluh tahun menyelenggarakan yogasastra, menghidupkam naskah Sutasoma abad ke-14, dalam bentuk seni multidimensi kesadaran dalam bentuk lukisan askara, musik dan tarian upacara.
Granoka sejak tahun 2000 menyelenggarakan Grebek Aksara di berbagai tempat di Indonesia dan puncaknya perjalanan muhibah ke Olimpiade di Athena tahun 2004.
Sementara Pujianto Kasidi yang berasal dari Padepokan Panji Seragen, mengolah siklus cerita Panji abad ke-14, menghidupkan kembali lukisan wayang beber yang nyaris hilang.
Pujianto juga membuat karya sepanjang 60 meter dan lebar satu setengah meter, merupakan dokumen kreatif terpanjang yang pernah dikenal. Karyanya itu kini dipamerkan di museum Rakyat Moskow, mewakili Indonesia dalam rangka KTT APEC VladisVostok.
Penerima anugerah lainnya, Eddy Susanto, dari Gelaran Naga Air Yogyakarta, merintis seni rupa kontemporer berbasis aksara. Lukisan tentang Babad Tanah Jawa dan Wangbad Widewa, dipadukan dengan karya Durer dan Da Vinci membuka kesegaran baru.
Eddy juga membuat karya tentang halaman muka (front page) Surakarta dan majalah seratus tahun Pers Indonesia, menjadi ikonik dalam tradisi desain visual.
Dia juga membuat ribuan poster dan pembungkus (cover) buku secara independen. Salah satu di antaranya kini menjadi dokumen hukum, sebagai satu-satunya karya visual yang pernah dipersoalkan dalam Mahkamah Konstitusi Indonesia.(*/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012