Ratusan warga Desa Adat Intaran yang berasal dari Banjar Bet Ngandang kembali melakukan pemasangan atau memperbanyak baliho tolak Terminal LNG (Liquefied Natural Gas) di Denpasar, Selasa.
"Hari ini kegiatan serentak di tujuh titik yang ada di pesisir Desa Adat Intaran, kita memasang baliho tolak Terminal LNG di kawasan mangrove karena kita bertekad secara bulat untuk tetap menolak," kata Kelian Adat Banjar (kepala dusun wilayah adat) Bet Ngandang I Made Suda kepada media.
Sebelumnya, tak kurang dari lima baliho besar dipasang di sejumlah sudut jalan Desa Adat Intaran, kini bertambah di Banjar Sindhu Kaja, Sindhu Klod, Batu Jimbar, Semawang, Bet Ngandang, Blanjong, dan Tanjung.
Kepada media, Suda mengaku bersama warganya tetap berkomitmen untuk menolak pembangunan Terminal LNG di Kawasan Mangrove Muntig Siokan karena akan berpotensi merusak terumbu karang dan biota lainnya.
Baca juga: DPRD Bali tetap dengarkan protes masyarakat soal proyek LNG
Selain itu, Kelian Banjar Bet Ngandang mengaku masyarakatnya sebagian besar bekerja di pesisir pantai, mulai dari pedagang, nelayan hingga pekerja pariwisata, sehingga potensi abrasi dan merugikan dari sisi pariwisata akan berdampak secara langsung bagi warganya.
Suda juga menyebut sebanyak 147 Kepala Keluarga di wilayah tersebut sepakat untuk menolak pembangunan proyek, mereka berharap agar lokasi Terminal LNG kembali pada rencana awalnya di Pelabuhan Benoa.
Pada Senin (4/7), Wakil Gubernur Bali, Tjok Oka Artha Ardhana Sukawati mengatakan pihaknya akan mengkaji kembali persoalan tersebut, namun Suda mengaku pihak warga masih tetap bersikeras bahwa bukan pengkajian ulang yang menjadi solusi.
"Kalau kita lihat aturan sesungguhnya di Pelabuhan Benoa, kenapa harus dipindahkan ke kawasan mangrove. Kami tidak menolak Terminal LNG, energi bersih justru kami senang. Yang kami tolak itu lokasinya, sederhana sepenuhnya, di Benoa saja sudah," kata Suda di Denpasar.
Baca juga: Wagub Bali jawab pandangan fraksi DPRD soal Raperda RTRW dan proyek LNG
Nantinya apabila hasil kajian dari pemerintah ternyata tak sesuai dengan harapan masyarakat, Suda mengaku akan tetap konsisten dalam berjuang bersama warganya, bukan untuk melawan rencana baik pemerintah terhadap pembangunan energi bersih namun mempertahankan pesisir pantai.
"Tentu kami akan menyampaikan kepada masyarakat karena ini adalah komitmen kami untuk menolak, itu jelas akan merusak lingkungan dan berdampak pada masyarakat kami," ujar Klian Adat Bet Ngandang.
Hingga saat ini, masyarakat di Desa Adat Intaran secara bersama-sama melakukan penolakan terhadap proyek LNG di lingkungannya, namun untuk properti dari baliho hingga pakaian diperoleh dari kerjasama kolektif masing-masing individu yang melakukan penolakan tanpa paksaan.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Warga Intaran Bali perbanyak titik baliho tolak Terminal LNG
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022
"Hari ini kegiatan serentak di tujuh titik yang ada di pesisir Desa Adat Intaran, kita memasang baliho tolak Terminal LNG di kawasan mangrove karena kita bertekad secara bulat untuk tetap menolak," kata Kelian Adat Banjar (kepala dusun wilayah adat) Bet Ngandang I Made Suda kepada media.
Sebelumnya, tak kurang dari lima baliho besar dipasang di sejumlah sudut jalan Desa Adat Intaran, kini bertambah di Banjar Sindhu Kaja, Sindhu Klod, Batu Jimbar, Semawang, Bet Ngandang, Blanjong, dan Tanjung.
Kepada media, Suda mengaku bersama warganya tetap berkomitmen untuk menolak pembangunan Terminal LNG di Kawasan Mangrove Muntig Siokan karena akan berpotensi merusak terumbu karang dan biota lainnya.
Baca juga: DPRD Bali tetap dengarkan protes masyarakat soal proyek LNG
Selain itu, Kelian Banjar Bet Ngandang mengaku masyarakatnya sebagian besar bekerja di pesisir pantai, mulai dari pedagang, nelayan hingga pekerja pariwisata, sehingga potensi abrasi dan merugikan dari sisi pariwisata akan berdampak secara langsung bagi warganya.
Suda juga menyebut sebanyak 147 Kepala Keluarga di wilayah tersebut sepakat untuk menolak pembangunan proyek, mereka berharap agar lokasi Terminal LNG kembali pada rencana awalnya di Pelabuhan Benoa.
Pada Senin (4/7), Wakil Gubernur Bali, Tjok Oka Artha Ardhana Sukawati mengatakan pihaknya akan mengkaji kembali persoalan tersebut, namun Suda mengaku pihak warga masih tetap bersikeras bahwa bukan pengkajian ulang yang menjadi solusi.
"Kalau kita lihat aturan sesungguhnya di Pelabuhan Benoa, kenapa harus dipindahkan ke kawasan mangrove. Kami tidak menolak Terminal LNG, energi bersih justru kami senang. Yang kami tolak itu lokasinya, sederhana sepenuhnya, di Benoa saja sudah," kata Suda di Denpasar.
Baca juga: Wagub Bali jawab pandangan fraksi DPRD soal Raperda RTRW dan proyek LNG
Nantinya apabila hasil kajian dari pemerintah ternyata tak sesuai dengan harapan masyarakat, Suda mengaku akan tetap konsisten dalam berjuang bersama warganya, bukan untuk melawan rencana baik pemerintah terhadap pembangunan energi bersih namun mempertahankan pesisir pantai.
"Tentu kami akan menyampaikan kepada masyarakat karena ini adalah komitmen kami untuk menolak, itu jelas akan merusak lingkungan dan berdampak pada masyarakat kami," ujar Klian Adat Bet Ngandang.
Hingga saat ini, masyarakat di Desa Adat Intaran secara bersama-sama melakukan penolakan terhadap proyek LNG di lingkungannya, namun untuk properti dari baliho hingga pakaian diperoleh dari kerjasama kolektif masing-masing individu yang melakukan penolakan tanpa paksaan.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Warga Intaran Bali perbanyak titik baliho tolak Terminal LNG
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022