Denpasar (Antara Bali) - Kepala Divisi Keimigrasian Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Bali, Maroloan Jonnis Baringbing mengatakan, hingga saat ini pihaknya masih mengalami kekurangan personel untuk mengawasi orang asing yang tinggal di Pulau Dewata.

"Petugas kami sebanyak 300 orang dan mengawasi sampai satu juta wisatawan. Tentunya jumlah itu bukan perbandingan yang ideal," katanya di Denpasar, Rabu.

Ia tidak memungkiri setiap daerah memiliki karakteristik permasalahan orang asing yang berbeda. "Di Bali kasus keimigrasian yang paling dominan adalah kasus kawin cerai sampai pembagian harta gono-gini, masalah properti dan investasi terselubung," katanya.

Jika dibandingkan dengan daerah lain seperti Provinsi Banten sewaktu dirinya bertugas di sana, setidaknya menangani sekitar 1.115 kasus imigran gelap. Sedangkan di Bandung, masalah yang umumnya mencuat terkait pengadaan properti atau pembangunan rumah.

Disadarinya bahwa tidak mungkin untuk mengawasi orang asing sendirian, di negara mana pun itu membutuhkan sinergi instansi terkait. Bahkan dalam UU No 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian disebutkan bahwa dalam pengawasan orang asing, menteri akan membentuk tim pengawasan yang akan diketuai oleh Imigrasi pusat maupun daerah.

"Mekanisme pengawasan orang asing, kami melakukan mulai dari yang bersangkutan sebelum masuk ke Indonesia, ketika masuk, sampai keluar Indonesia. Sebelum mereka masuk, itu mereka mengajukan permohonan visa pada perwakilan di luar negeri, ketika masuk dilakukan pemeriksaan imigrasi, sedangkan penegakan hukum tentu secara bersama-sama," katanya.(LHS/T007)

Pewarta:

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012