Pemerintah Kota Denpasar, Bali berupaya mencegah gratifikasi di lingkungan pemerintah kota setempat, karena itu pemkot menyelenggarakan dialog (talkshow) bertajuk "Membedah Pencegahan Gratifikasi di Pelayanan Publik Menuju Denpasar Maju".

Wali Kota Denpasar, I Gusti Ngurah Jaya Negara dalam dialog secara virtual di Denpasar, Rabu, mengatakan kegiatan ini juga serangkaian HUT ke-234 Kota Denpasar dengan mengundang dua orang narasumber, yakni Pemeriksa Gratifikasi dan Pelayanan Publik Utama, Direktorat Gratifikasi dan Pelayanan Publik, Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK-RI, Muhammad Indra Furqon dan Kepala Ombudsman Perwakilan Bali, Umar Ibnu Alkhatab.

Wali Kota Jaya Negara mengatakan gratifikasi atau terkait dengan tindak pidana korupsi dalam arti luas tidak terbatas hanya pada pemberian barang atau uang. Hal tersebut dapat berupa komisi, diskon atau potongan harga, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan dan atau penginapan, perjalanan wisata, pengobatan gratis, serta fasilitas lainnya.

“ASN sebaga garda terdepan dalam melaksanakan amanah pembangunan tentu harus bersih dari berbagai indikasi korupsi. berbagai upaya pencegahan dan penindakan terus diupayakan sebagai langkah reformasi birokrasi, literasi maupun edukasi kepada ASN/penyelenggara,” ujarnya.

Baca juga: Mantan Kepala BPN Denpasar jadi tersangka dugaan gratifikasi

Ia mengatakan nilai Monitoring Centre for Prevention (MCP) tahun 2021 Pemkot Denpasar mencapai 95,2 persen dan menduduki peringkat sembilan nasional, sementara untuk tingkat pemerintah kota mendapat peringkat dua nasional dan survei penilaian integritas (spi) tahun 2021 untuk Kota Denpasar mencapai 82 persen.

Namun demikian, kata Jaya Negara, masih diperlukan upaya untuk meningkatkan nilai integritas. Seperti halnya sosialisasi antikorupsi agar tetap dirancang sehingga efektif menjadikan kalangan pegawai dapat menghindari konflik kepentingan, melaporkan atau menolak gratifikasi (suap), dan melaporkan tindak pidana korupsi yang dilihat, didengar dan diketahui.

“Pencegahan gratifikasi diperlukan adanya upaya yang konkret, untuk itu Pemkot Denpasar telah menyusun regulasi terkait dengan pengendalian gratifikasi yaitu Peraturan Wali Kota Denpasar Nomor 6 Tahun 2019 tentang Pengendalian Gratifikasi di lingkungan Pemkot Denpasar sesuai dengan arahan KPK-RI, selain penyusunan regulasi kami juga membentuk unit siber pungli Kota Denpasar," ujar Jaya Negara.

Wali Kota Jaya Negara menambahkan, Pemkot Denpasar juga terus berupaya melakukan berbagai terobosan dan inovasi guna mempersempit celah melakukan tindakan korupsi, salah satunya dengan melakukan pengalihan sistem dari sistem manual ke digitalisasi.

Baca juga: Kasi DLHK Denpasar jadi tersangka kasus gratifikasi

Sementara, Pemeriksa Gratifikasi Dan Pelayanan Publik Utama, Direktorat Gratifikasi Dan Pelayanan Publik, Deputi Bidang Pencegahan Dan Monitoring KPK, Muhammad Indra Furqon mengatakan gratifikasi diatur dalam Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Korupsi.

Berdasar survei partisipasi publik tahun 2019 diketahui hanya 37 persen responden segmen masyarakat yang mengetahui istilah gratifikasi. Dari jumlah tersebut hanya 13 persen responden segmen pemerintah yang pernah lapor gratifikasi.

"Gratifikasi merupakan akar dari korupsi, dianggap kecil tapi merusak, menumbuhkan mental pengemis,” kata Indra Furqon.

Ia menekankan tidak sepantasnya pegawai negeri atau pejabat publik menerima pemberian atas pelayanan yang diberikan. Sehingga setiap insan pegawai negeri dan pejabat publik agar berani tolak gratifikasi. Hal ini lantaran gratifikasi bukanlah rejeki.

"Seseorang tidak berhak meminta dan mendapat sesuatu melebihi haknya hanya karena sekedar melaksanakan tugas sesuai tanggung jawab dan kewajibannya," kata Indra Furqon menegaskan.
 

Pewarta: I Komang Suparta

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022