Hasil survei nasional yang dilakukan Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (PPIM UIN) menemukan bahwa hoaks masih menjadi isu di kalangan siswa, yakni 31,5 persen dari ribuan siswa percaya rumah sakit memberikan status COVID-19 untuk pasien demi dana.
Peneliti PPIM UIN Narila Mutia Nasir dalam pemaparan secara virtual yang diikuti dari Jakarta, Rabu mengatakan hasil itu didapat setelah melakukan survei dengan 2.358 sampel siswa yang lolos uji perhatian dan berasal dari 34 provinsi pada 1 September hingga 7 Oktober 2021.
"Dalam survei kami mengukurnya melalui tiga pertanyaan. Hasilnya menunjukkan 31,5 persen siswa itu percaya rumah sakit meng-COVID-kan pasien untuk mendapatkan dana," ujar Narila, dalam acara paparan Hasil Survei Nasional 2022 bertema "Anak Muda dan COVID-19: Berbhinneka Kita Teguh, Ber-hoax Kita Runtuh".
Sementara 20,5 persen responden percaya bahwa COVID-19 hanyalah flu biasa dan dinyatakan berbahaya untuk keuntungan pihak tertentu.
Baca juga: Gempuran hoaks (COVID-19) pada 2021
Terdapat pula 20,5 persen responden meyakini COVID-19 adalah senjata biologi yang dibuat negara maju untuk melemahkan negara berkembang.
Tidak hanya itu, 39 persen siswa percaya bahwa pandemi COVID-19 adalah hukuman dari Tuhan dengan 48 persen responden memiliki sikap fatalis, atau percaya bahwa upaya manusia tidak banyak berarti karena segala sesuatu, termasuk kesehatan, sudah ditentukan oleh Yang Maha Kuasa.
"Mereka yang bersikap fatalis akan makin cenderung percaya terhadap teori konspirasi atau hoaks yang berkembang," ujarnya.
Narila juga menjelaskan bahwa siswa dengan deprivasi relatif yang tinggi juga cenderung memiliki kepercayaan terhadap hoaks. Deprivasi relatif adalah kondisi di mana seseorang merasakan kesenjangan yang subjektif antara dia dan kelompoknya dibanding kelompok lain.
Hal itu, ujarnya, akan berpengaruh terhadap perilaku kesehatan, termasuk ketaatan akan protokol kesehatan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022
Peneliti PPIM UIN Narila Mutia Nasir dalam pemaparan secara virtual yang diikuti dari Jakarta, Rabu mengatakan hasil itu didapat setelah melakukan survei dengan 2.358 sampel siswa yang lolos uji perhatian dan berasal dari 34 provinsi pada 1 September hingga 7 Oktober 2021.
"Dalam survei kami mengukurnya melalui tiga pertanyaan. Hasilnya menunjukkan 31,5 persen siswa itu percaya rumah sakit meng-COVID-kan pasien untuk mendapatkan dana," ujar Narila, dalam acara paparan Hasil Survei Nasional 2022 bertema "Anak Muda dan COVID-19: Berbhinneka Kita Teguh, Ber-hoax Kita Runtuh".
Sementara 20,5 persen responden percaya bahwa COVID-19 hanyalah flu biasa dan dinyatakan berbahaya untuk keuntungan pihak tertentu.
Baca juga: Gempuran hoaks (COVID-19) pada 2021
Terdapat pula 20,5 persen responden meyakini COVID-19 adalah senjata biologi yang dibuat negara maju untuk melemahkan negara berkembang.
Tidak hanya itu, 39 persen siswa percaya bahwa pandemi COVID-19 adalah hukuman dari Tuhan dengan 48 persen responden memiliki sikap fatalis, atau percaya bahwa upaya manusia tidak banyak berarti karena segala sesuatu, termasuk kesehatan, sudah ditentukan oleh Yang Maha Kuasa.
"Mereka yang bersikap fatalis akan makin cenderung percaya terhadap teori konspirasi atau hoaks yang berkembang," ujarnya.
Narila juga menjelaskan bahwa siswa dengan deprivasi relatif yang tinggi juga cenderung memiliki kepercayaan terhadap hoaks. Deprivasi relatif adalah kondisi di mana seseorang merasakan kesenjangan yang subjektif antara dia dan kelompoknya dibanding kelompok lain.
Hal itu, ujarnya, akan berpengaruh terhadap perilaku kesehatan, termasuk ketaatan akan protokol kesehatan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022